Rodrigo Sanchez adalah seorang pengusaha sukses berkebangsaan Spanyol yang menetap di Amerika, tepatnya di negara bagian New York. Dia tinggal di New York City, di sebuah mansion seluas dua hektar. Sebuah hunian yang bisa dibilang kecil untuk seorang Rodrigo yang memiliki bisnis di mana-mana. Mulai dari perhotelan, sampai beberapa kasino ternama di Las Vegas. Selain bisnis-bisnis itu, Rodrigo Sanchez juga ditengarai memiliki bisnis di bidang lainnya yang bertentangan dengan hukum. Sudah beberapa tahun ini pria berusia empat puluh tahun itu menjadi incaran pihak berwajib kota New York, tapi tak satu kali pun dia tertangkap. Tak ada bukti yang memberatkan. Kepala polisi Walker Cooper menduga, Rodrigo Sanchez menyuap beberapa oknum penegak hukum sehingga semua informasi tentang penggerebekan selalu bocor, Rodrigo selalu lolos.
Kepolosan Kota New York memerintahkan letnan Ethan Wolf yang baru saja kembali bertugas beberapa bulan yang lalu, untuk menyelidikinya. Beberapa bulan, dan Ethan sudah berhasil memecahkan beberapa kasus di antaranya pengedaran obat bius dan senjata api ilegal. Untuk senjata api, mereka percaya jika senjata-senjata yang mereka sita adalah milik Rodrigo, sayangnya bukti terlalu lemah. Pihak kepolisian tidak mendapatkan sesuatu yang bisa membawa Rodrigo ke balik jeruji besi.
Sudah dua minggu ini Ethan menyelidiki kasus penggelapan senjata ini, tapi belum membuahkan hasil. Rodrigo seperti seekor belut, sangat licik dan licin. Sepertinya benar kecurigaan kepala polisi Cooper tentang adanya orang dalam yang disuap oleh pria Spanyol itu. Mereka kehilangan salah satu chip berharga yang ditemukan di antara senjata-senjata api yang berhasil mereka sita. Ethan merasa kasus yang ditanganinya saat ini sama seperti saat mengungkap kasus kematian Simone Loraine, empat tahun yang lalu. Semuanya seperti sebuah teka-teki, seolah ia berjalan di dalam labirin, hanya berputar tanpa bisa keluar.
Meskipun begitu, Ethan mengakui jika kasus kematian Simone Loraine lebih rumit dari kasus yang ditanganinya sekarang. Saat ini, ia hanya tinggal mencari bukti, sementara tersangka sudah berada di depan mata. Tidak dipusingkan lagi dengan masalah pencarian tersangka yang sangat rumit. Namun, Ethan tetap saja bingung. Oleh sebab itu, ia sering menghabiskan sorenya di Central Park untuk menjernihkan pikiran. Siapa disangka sore ini ia bertemu seseorang yang sangat tidak disangka. Melodi Martian dan Alexander Wolf, putranya.
Ethan menatap kagum pada bocah berambut cokelat gelap yang duduk di pangkuannya dengan santai. Alex tampak sangat menikmati apa yang didengarnya dari headphone. Ethan mengusap pucuk kepala putranya sebelum menciuminya beberapa kali. Aroma Melodi tercium pekat dari rambut Alex.
"Itu adalah lagu kesukaannya, dia tidak akan melepasnya kecuali tertidur." Melodi tertawa kecil. Tangannya terulur mencubit pipi gembul Alex yang memerah. "Kau bisa bebas bicara apa saja." Dia menatap Ethan tepat di matanya..
"Kupikir kita tidak perlu membahas ini lagi," sahut Ethan. Kepalanya menggeleng pelan beberapa kali. "Kasus pembunuhan Simon Loraine sudah ditutup tiga tahun yang lalu karena tidak mendapatkan kemajuan. Petugas yang menggantikanku tidak mendapatkan apa-apa, kinerjanya dinilai jauh lebih buruk dariku."
Melodi tertawa kecil. "Tentu saja seperti itu karena aku membantumu, jika kau tidak lupa," katanya mengingatkan. Sebenarnya dia hanya bercanda, dia yakin Ethan jga tudak menanggapinya serius.
"Ya ya ya ...." Ethan mengedikkan bahu malas, ia memutar bola matanya. "Pengacara yang juga adalah tersangka. Sungguh, aku tidak pernah menduga jika kau adalah tersangka yang kita cari. Aktingku jauh lebih hebat dari aktris terkenal, kau berhak mendapatkan piala Oscar."
Melodi tidak menanggapi. Tatapannya lurus ke depan, ke arah mangkuk putar yang telah kosong. Anak-anak lebih tertarik bermain layang-layang daripada duduk dan berputar-putar di atas .mangkuk raksasa yang terbuat dari besi. Perlahan kepala Melodi tertunduk, ia kembali ingat,.kejadian empat tahun yang lalu seakan kembali berputar dalam pikirannya. Percintaannya dengan Ethan, kematian Amanda, sampai adegan baku tembaknya dengan Ethan yang berakhir dengan kekalahannya. Tidak, dia tidak mengalah malam itu, akan tetapi dikalahkan. Ethan adalah satu-satunya pria yang dapat mengalahkannya. Selama itu dia tidak pernah dikalahkan, bik oleh laki-laki apalagi perempuan. Bukan sekali dua kali dia terlibat baku tembak, baru saat bersama Ethan dia terluka.
"Lalu. kenapa kau baru muncul sekarang?" Pertanyaan Ethan sekarang lebih serius. Tak ada lagi gurat bercanda di wajah tampannya. Tatapannya tajam terarah pada wanita yang sejak tadi tetap tak menatapnya. Melodi masih menatap ke arah depan mereka yang tak terdapat apa-apa selain pepohonan beberapa puluh meter di depan sana. Anak-anaknya dan keluarga yang lainnya sudah menjauh, mereka mengisi perut mereka dengan jajanan ringan sebelum makan malam.
Pertanyaan dengan nada menuntut dari Ethan memaksa Melodi untuk melihat ke arahnya. Hanya sedetik karena di detik berikutnya dia sidah kembali menatap ke arah depan. Warna hijau adalah warna favoritnya. Pohon-pohon itu berwarna hijau, dan terlihat jauh lebih indah dibandingkan wajah tampan Ethan yang tak terlihat menua di usia tiga puluh dua tahun.
"Jika saja Alex tidak terus bertanya siapa ayahnya dan meninta bertemu, aku tidak akan menunjukkan diri di depanmu atau di depan siapa pun yang mengenalku."
Ethan menggeram tertahan. Melodi yang sangat keras kepala. Ia nyaris lupa siapa wanita ini.
"Aku bisa mengerjakan apa saja tanpa perlu bantuan dari laki-laki. Aku bisa merawat anakku sendirian,"
Iya, tentu saja ia tahu jika Melodi bisa melakukan semuanya seorang diri, termasuk menghilangkan nyawa manusia dengan begitu mudahnya kemudian bersandiwara seolah tidak melakukan apa-apa. Ia juga sempat tertipu dengan aktingnya. Percayalah, tidak akan ada yang menyangka jika pembunuh Simon Loraine adalah pengacaranya sendiri. Melodi menerangkan perannya dengan baik, dia juga ikut mencari pelaku pembunuhan dan orang yang membayarnya. Untuk yang satu ini ia juga sama terkejutnya. Siapa yang percaya jika Amanda yang merupakan putri korban satu-satunya yang membayar Melodi untuk menghabisi nyawa ayahnya. Benar-benar skenario yang sempurna, tidak ada yang dapat menebaknya jika mereka berdua tidak memberi tahu.
Ethan mengangguk kacau. Ia tidak dapat menebak apa yang dipikirkan seorang Melodi Martian. Selain tingkah laku dan mimiknya yang tak terbaca, perubahan emosinya yang sepersekian detik sampai sekarang masih membuatnya kagum. Belum pernah ia bertemu dengan seseorang yang seperti itu sebelumnya, bahkan seorang penjahat kelas kakap tidak ada yang dapat mengubah emosinya sebegitu cepat. Mimik wajah mereka pun dapat terbaca dengan baik.
"Baiklah." Suaranya sedikit bergetar, juga dingin. Ethan terkejut dengan nada bicaranya sendiri. Namun, ia mengabaikan, dan meneruskan perkataannya. "Kau memang bisa melakukan segalanya, termasuk menghancurkan hatiku."
Melodi tak bereaksi, bahkan tatapannya masih tetap tertuju pada pepohonan di depan sana. Dalam jarak puluhan meter, pohon-pohon itu tampak seperti gundukan semak.
"Aku jatuh cinta padamu...."
"Bukan!" potong Melodi cepat. Dia menggelengkan kepala beberapa kali dengan pelan.
Ethan menatapnya dengan mata memicing, berusaha mencari makna kata tidak yang keluar dari mulut Melodi. Ia juga mengamati gerakan kepalanya, rambut brunettenya dicepol tinggi, sebagian anak rambut ada yang jatuh di punggungnya yang tertutup sweater berwarna jingga, sebagian lagi menutupi pipinya yang pucat. Angin yang berembus lembut meniup anak-anak rambut itu. Sebuah pemandangan yang sangat indah bagi Ethan, juga sangat dirindukan. Kebersamaan mereka dulu tidak lama, hanya beberapa minggu saja, itu pun tanpa hubungan yang resmi. Melodi menolaknya saat ia menyatakan perasaannya dengan alasan tak ingin melukai perasaan Amanda yang saat itu juga mencintainya.
Sebuah alasan yang konyol, tapi berhasil membuat mereka saling membunuh. Bukan, bukan saling membunuh, hanya Amanda saja yang bunuh diri karena dirinya yang meminta. Namun, ia tidak sengaja melakukannya. Ia hanya bercanda, tidak tahu jika Amanda menganggapnya serius. Itu di luar perhitungannya, ia tidak tahu jika Amanda mengidap gangguan kejiwaan yang bisa dikatakan cukup berat. Malam itu, tak hanya Amanda yang meregang nyawa, tetapi Melodi juga. Namun, Melodi hanya berpura-pura, buktinya sekarang wanita ini duduk di depannya.
"Kau tidak mencintaiku." Melodi menatap Ethan, tepat di mata karamelnya. Senyumnya mengembang dengan tipis, dia dapat melihat bayangannya di mata Ethan. "Kau hanya mencintai Melodi Martian, bukan diriku secara keseluruhan. Yang duduk bersamamu saat ini adalah Jade, bukan Melodi, dan kau tidak mencintainya. Kau justru membunuhnya."
Ethan menggeleng. "Tidak! Kau tahu itu tidak benar!" sangkalnya, Aku mencintaimu, tidak peduli siapa pun kau. Baik itu Melodi ataupun Jade, kau tetap satu orang yang sama, yang membuatku jatuh cinta."
Air muka Melodi tidak berubah mendengar itu. Senyum tipis yang sejak tadi menghiasi bibirnya juga masih ditampilkannya. Baginya, pernyataan cinta Ethan itu tidak nyata, berbeda dari empat tahun yang lalu sebelum pria ini mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya. Meskipun tak tampak keraguan di mata karamelnya yang bersinar tajam, dia tetap belum yakin.
"Terima kasih." Melodi mengusap pipi Alex yang bersandar di d**a Ethan. "Namun. aku tetap tidak bisa menerimanya," kata Melodi tanpa menatap pria itu. "Maafkan aku."
Ethan menggeleng pelan beberapa kali. Ia sudah menduga akan tetap seperti itu, tak mungkin Melodi mau menerimanya. Apalagi mereka sudah berpisah empat tahun lamanya, dan banyak hal yang sudah berubah selam empat tahun itu.
"Satu lagi, dan ini sangat penting bagi kita berdua."
Ethan tak menjawab, ia hanya menatap Melodi tanpa berkedip. Sepasang alisnya berkerut, pertanda ia sedang mendengarkan.
"Jangan terlalu dekat dengan Alex."
Tautan alis Ethan menajam. Apa maksud Melodi berkata seperti itu? Dia tidak serius, 'kan? Melodi pasti bercanda. Setelah mempertemukan mereka, dia melarang mereka untuk bertemu lagi? Namun. raut wajah Melodi tetap tak berubah, masih serius seperti tadi.
"Aku tidak melarangmu untuk menemuinya, hanya saja jangan terlalu dekat karena bisa membahayakan keselamatan Alex." Melodi mengusap puncak kepala Alex, mengacak rambutnya gemas. "Kau memiliki banyak musuh, aku tidak bisa membiarkan putraku dalam bahaya hanya karena kau." Tatapannya menyapu wajah Ethan. Di antara sinar matahari yang mulai terbenam, wajah itu terlihat semakin tampan. Jujur saja, dia juga menyukai Ethan, tapi tetap tidak bisa menerimanya di dalam kehidupannya. Mereka berseberangan, selama dia masih menjadi Jade.
"Apa?" Hanya pertanyaan itu yang keluar dari mulut Ethan. Sungguh, ia tidak tahu apa yang harus dikatakan, seluruh perbendaharaan kata yang dimilikinya seolah lenyap begitu saja. Apa yang dikatakan Melodi sukses membungkamnya, membuatnya kehilangan kata-kata.
"Maafkan aku. Sungguh, aku tidak bermaksud untuk memisahkanmu dari Alex, hanya saja aku tidak dapat mempertaruhkan keselamatan Alex."
Baiklah, ia mengerti perasaan Melodi. Setiap Ibu pasti mengkhawatirkan keselamatan anaknya, Melodi juga pasti seperti itu. Namun, melarangnya untuk tidak bertemu putranya sendiri? Tidakkah ini sedikit keterlaluan? Maksudnya, mereka baru bertemu, Melodi yang mempertemukan. Lalu, ia harus menjauhi anaknya lagi? Apakah itu artinya Melodi tidak memercayainya? Ia pasti bisa menjaga putranya, tak akan dibiarkan seorang pun menyentuh Alex.
"Jangan melarangku untuk bertemu putraku, Meli." Ethan menekan setiap kata-katanya. Kepalanya menggeleng. "Untuk apa kau mempertemukan kami jika kemudian melarang kami bertemu?" tanyanya dengan suara bergetar menahan emosi.
Melodi hanya menanggapinya dengan kalem dan santai. Ethan masih belum dapat mengendalikan emosi, bahkan terhadapnya. Seseorang yang mencintai pasti akan merendahkan semuanya untuk orang yang dicintainya. "Kau memang tidak mencintaiku, buktinya emosinya terpancing hanya karena aku berkata seperti itu," katanya santai.
"Astaga!" Ethan mengusap wajah kasar. Seandainya tidak ada Alex di pangkuannya, mungkin ia akan melampiaskan kekesalannya dengan menendang bangku taman yang sedang mereka duduki. "Terserah apa katamu, yang penting...."
"Yang penting jangan menemui Alex bila aku tidak bersamanya!" Melodi kembali memotong perkataan Ethan. Kali ini dengan suara yang dingin dan penuh penekanan. "Sudah kukatakan, aku tudak mau putraku kenapa-kenapa hanya karena dekat denganmu. Kau sedang menyelidiki Rodrigo Sanchez, 'kan?"
Mata karamel Ethan menyipit. Dari mana Melodi mengetahui tentang masalah ini? Apakah dia memiliki teman yang bekerja di kepolisian sehingga informasi ini bisa bocor ke tangan orang yang tidak memiliki keterkaitan dengan hukum?
Melodi berdecak. "Kau masih meragukan kemampuanku," kayanya tertawa kecil. "Aku seorang pengacara, Letnan Wolf, dan aku dapat mengetahui apa saja lebih dari yang kau kira."
Ethan menyumpah dalam hati. Bagaimana mungkin ia melupakan fakta yang satu itu? Melodi seorang pengacara handal, selalu memenangkan setiap kasus yang ditanganinya. Tak hanya itu, dia adalah Jade, pembunuh bayaran yang yang sidah menghabisi Simon Loraine, Ayah angkatnya sendiri dengan tanpa perasaan. Untuk yang satu itu, Melodi juga tak pernah gagal. Selama berada dalam keterpurukan, ia sudah menyelidiki semua tentang Jade, dan menemukan fakta bahwa Jade adalah pembunuh bayaran nomor satu dan memiliki bayaran termahal. Dapat dibayangkan betapa profesionalnya wanita yang sudah memberinya satu anak.
"Apalah kau pengacara Rodrigo Sanchez?" tanya Ethan dengan tatapan mata penuh selidik. Melodi adalah seorang pengacara. Wajar ia mencurigainya, dia menyebut nama pria itu yang tengah coba dibuktikan kejahatannya. Jika benar Melodi adalah pengacara Rodrigo Sanchez, ini akan jadi hal yang sulit untuknya.
"Apa kau bercanda?" Melodi balas bertanya. Dia tertawa, kali ini tertawa bebas seolah tanpa beban. "Aku tidak pernah membela penjahat."
Ethan mengangguk. Perkataan Melodi membuatnya yakin dengan tuduhannya, bahwa Rodrigo Sanchez memanglah seorang yang terlibat dalam tindak kriminal kelas berat. Penjualan senjata api ilegal merupakan sebuah perkara besar, dan harus diusut sampai tuntas. Mereka harus dimusnahkan hingga ke akarnya.