“Apa? Akh, sekarang aku mengerti alasanmu mendatangiku. Hanya saja yang tidak kumengerti mengapa sampai kau bertengkar dengan pria asing tadi?” Tanya sahabat Laura dengan kening berkerut.
Laura menegakan tubuh duduk dengan kaki ia naikan pada sofa. Bibirnya terlihat cemberut dengan mata menyorot marah. “Jangan ingatkan aku dengan lelaki kasar itu!”
Sahabat Laura mengedikan pundak, ia bangkit dari duduk dengan santai mengatakan kepada Laura kalau dirinya boleh tidur di kamar tamu seperti biasa. Setelah mengucapkan hal itu sahabat Laura meninggalkan dirinya di ruang tamu apartemen tersebut.
Laura memandangi kepergian sahabatnya dalam diam. Ia membaringkan badan di sofa tersebut. Dipejamkannya mata mencoba melupakan kejadian yang kurang menyenangkan baginya pada hari ini.
“Akh! Baiklah kau tidak mau menjawab pertanyaan dariku. Aku akan membiarkanmu untuk beristirahat kita bicara kembali besok.” Sahabat Laura berjalan memasuki kamar.
Sementara itu, Laura yang lelah berjalan tertidur di atas sofa tersebut. Namun, tengah malam ia terbangun karena mimpi yang terasa begitu nyata baginya.
‘Sial! Mengapa wajah pria itu muncul dalam mimpiku?’ gumam Laura.
Bangkit dari duduk Laura berjalan menuju kamar tamu yang biasa ia tempati saat menginap di apartemen tersebut. Ia langsung saja menuju kamar mandi dan berdiri di depan cermin wastafel. Dipandanginya wajah yang terlihat lelah dengan lingkaran hitam di bawah mata.
‘Ini pasti karena wanita yang ayah nikahi! Ia telah membujuk ayah agar menikahkanku dengan pria yang tidak kukenal dan sukai,’ batin Laura.
Dibasuhnya wajah dengan air dingin dari keran kemudian ia ambil handuk kecil untuk mengeringkan wajah. Setelahnya Laura keluar dari kamar mandi menuju tempat tidur yang terlihat mengundang. Dibaringkannya badan di sana mencoba kembali tidur.
“Laura, cepat bangun! Ayahmu dan pengawalnya ada di depan pintu apartemenku,” seru sahabat Laura.
Laura mengerjapkan mata mendengar suara tersebut. Ia baru saja berhasil memejamkan mata dan sekarang harus dibangunkan oleh suara teriakan sahabatnya.
“Suruh mereka untuk pergi! Aku tidak mau bertemu,” sahut Laura dengan suara serak.
Dijejakkannya kaki ke lantai, ia berjalan dengan santai menuju kamar mandi. Tidak dihiraukan seruan tersebut.
Selang beberapa saat kemudian Laura keluar kamar mandi dengan kepala di balut handuk dan hanya mengenakan jubah mandi.
“Kamu pulang secara suka rela atau anak buah Ayah mengangkutmu seperti sekarung beras?” tanya ayah Laura.
Laura memberikan pelototan kepada ayahnya, ia tidak bisa diintimidasi dengan ancaman atau tatapan galak. Namun, dirinya tidak sudi diperlakukan dengan tidak hormat.
Diangkatnya dagu tinggi-tinggi. “Aku pulang sendiri! Jauhkan tangan anak buah Ayah dariku.”
Laura berjalan melewati ayahnya menuju kamar untuk mengambil tas yang terletak di atas meja. Kemudian ia melepas handuk yang membelit kepala. Dengan santai dan percaya diri ia berjalan keluar kamar tidak peduli dirinya masih memakai jubah mandi dan sendal datar.
“Ras, terima kasih sudah menerimaku di apartemenmu. Aku akan memberikan kabar lagi kepadamu begitu sampai rumah,” kata Laura kepada Rasti sahabatnya.
“Aku akan menunggu kabar darimu! Kalau kau perlu tempat untuk menginap apartemenku selalu terbuka untukmu.” Rasti merentangkan tangan memberikan pelukan hangat kepada Laura.
Setelah berpamitan kepada sahabatnya di bawah tatapan dingin ayahnya. Laura berjalan keluar apartemen tersebut beriringan dengan ayahnya.
***
Orang kepercayaan Daffa menggerutu kesal karena tidurnya terganggu. Dan itu karena wanita yang tadi ditemui bosnya itu.
‘Sial! Bagaimana aku tahu identitas wanita itu? Akh! Kenapa juga bos harus penasaran dengan wanita itu?’ gumam orang kepercayaan Daffa.
Meski demikian, ia memutuskan untuk tidur kembali dan besok baru mencari tahu keberadaan wanita itu. Lagi pula ia menganggap hal itu bukanlah sesuatu yang darurat hingga ia harus segera mencari identitasnya.
Di lain tempat
Keesokan pagi Daffa sudah bersiap untuk ke apartemen teman kencannya. Dengan rambut yang masih basah dan wajah terlihat segar, ia masuk mobil lalu mengemudikannya dengan kecepatan tinggi.
Bibirnya terkatup rapat dengan tatapan dingin, ia yakin akan menemukan keberadaan wanita yang telah membuatnya penasaran.
Sesampai di basement apartemen mewah tempat tinggal teman kencannya. Daffa berjalan memasuki gedung apartemen tersebut dengan langkah panjang. Dan ketika itulah ia menangkap kehadiran wanita yang mengusik hati.
Laura menghentikan langkah secara mendadak hingga hampir saja ia ditabrak oleh ayahnya.
“Apa yang kamu lakukan? Kenapa berhenti? Cepat jalan kembali kamu harus segera sampai rumah. Ayah tidak memiliki banyak waktu untuk drama yang kau buat.” Ayah Laura mencekal lengan putrinya itu.
Ia setengah menyeret Laura berrjalan menuju arah basement di mana mobilnya terparkir. Tidak dihiraukannya gerutuan dari Laura yang meminta ia melepaskan cekalan.
Laura yang merasa dirinya diamati menoleh ke sekeliling dan ketika itulah matanya bertemu dengan tatapan pria yang tidak ia harap bertemu kembali.
Jantung Laura terasa hendak copot wajah pria itu terlihat begitu tampan. Dan anehnya pria itu menyunggingkan senyuman singkat yang membuat ia tersipu malu. Namun, senyuman itu dengan cepat berubah menjadi seringai mengejek.
Laura yang tidak terima mengacungkan satu jari tengahnnya yang bebas ke arah pria itu. “Dasar lelaki angkuh!”
Ayah Laura merasa heran dengan ulah dari Laura. Ia mengikuti arah tatapan dari putrinya. Akan tetapi, dirinya tidak menemukan siapa pun juga yang ada di sana.
“Kenapa kau bertingkah aneh? Kau tidak berpura-pura menjadi gila agar Ayah tidak menjodohkanmu, bukan? Ayah akan memanggil seorang psikolog untuk memeriksa kesehatan mentalmu!” gerutu ayah Laura.
Laura menoleh ke arah ayahnya dengan wajah cemberut. “Ayah memberikan ide bagus kepadaku. Namun, aku tegaskan kepada Ayah kalau diriku masih waras. Sekali pun untuk sekedar berpura-pura aku tidak akan mau menjadi gila. Yang mana hal itu akan disukai oleh istri muda Ayah!”
Setelah mengatakan hal itu Laura mengatup bibir rapat dengan wajah datar. Ia mempercepat langkah memasuki mobil ayahnya. Walaupun ia merasa dirinya terus diawasi, tetapi ia berhasil menahan diri untuk tidak menoleh mencari keberadaan pria yang tadi ia lihat.
Di tempatnya berdiri yang terhalang tiang hingga tidak terlihat. Daffa menyunggingkan senyuman yang terlihat menakutkan.
‘Hmm, ternyata wanita itu putri dari Handoko. Kenyataan yang sangat menarik,’ batin Daffa.
Daffa berbalik kembali menuju mobilnya yang terparkir. Ia urung menemui mantan teman kencan ga. Setelah ia melihat wanita yang ia cari.
***
“Wah! Anak manja ini akhirnya berhasil juga ditemukan. Mengapa kamu kurang jauh menghilangnya? Apa kamu sudah kehabisan uang dan sadar kalau tanpa uang dari ayahmu kau tidak bisa melakukan apa pun,” sindir ibu tiri Laura begitu ia sampai rumah.
Laura yang memang tidak menyukai ibu tirinya itu memberikan tatapan galak. “Tentu saja aku akan kembali ke sini! Karena ini adalah rumahku kalau ada yang harus pergi secara permanen dari rumah ini adalah kau.”