“Halo selamat siang,” sapa Adelia ramah ketika pintu rumah yang dia yakini sebagai rumah dari orangtua Farell itu dibuka oleh seorang wanita yang masih muda. Adelia bahkan tanpa sadar sampai ternganga lantaran tidak menyangka bahwa wajah ibu mertuanya sangat muda dibanding dengan ibunya dia tahu selalu perawatan rutin tiap minggu yang katanya sebagai upaya untuk menghilangkan kerutan diwajah meski itu alami bagi setiap manusia.
Wanita yang membuka pintu nampak memandangi dirinya dari atas sampai bawah, kali ini mungkin adalah kali pertama dirinya sedang dipindai oleh seseorang yang sedang menilai dirinya. Sedikit gugup juga.
“Hmmm… seperti bunga camelia,” gumamnya.
“?”
“Cantik sekali! Kyaaa!” ujarnya kemudian sambil melompat untuk memeluk seorang gadis yang berdiri didepan pintunya. Adelia masih melongo untuk mengerti apa yang baru saja terjadi. Apakah ini sebuah penerimaan? “Yaampun, putraku akhirnya berhenti gila wanita seperti om om nya. Dia cukup pintar memilih perempuan. ngomong-ngomong siapa kamu? Aku baru pertama kali bertemu denganmu,”
“A-anu saya tidak tahu apa Farell sudah bilang pada anda atau belum. Tapi yang pasti saya istrinya Farell,”
Kini pandangan Adelia melirik kearah Farell yang berdiri dibelakang bahu sang ibu, dan juga tak lama dari pengakuannya terdapat sosok Farell versi dewasa yang luar biasa mencuci matanya. Ayah mertuanya sangat tampan dan super maskulin sekali.
“Hei, Farell aku tahu kau b******k tapi apa-apaan ini? kau sudah menikah tanpa kami ketahui? setidaknya perlakukan dia dengan baik dan bawa dia kerumah bisa-bisanya kau membiarkan dia kemari tanpa kau ada disisiny. Cepat bantu menantuku mengangkat barang bawaanya ke kamar,” ujar sang ibu pada sang putra yang malah diam membatu.
“Nah Nona mari masuk kedalam,” ujar si ayah mertua dengan cara yang sangat sopan. Berkat sambutan yang hangat yang berbeda jauh dari kondisi keluarganya, Adelia melenggang masuk sambil memberikan cengiran terbaiknya. Mengenyahkan rasa malunya yang sejujurnya sudah menguap entah kemana sejak dia berdiri dan menekan bel pintu rumah pria yang menjadi suaminya di Aruba.
Farell hanya menatap wajah Adelia dengan cara yang sedikit tidak nyaman. Lebih pada seksama seolah sedang memindai. Berkat reaksi putranya sang ibu lalu melirik pelan. Ia terlampau peka untuk menyadari ada yang tidak beres diantara pasangan baru ini. seingatnya dia menyuruh putranya untuk membawakan barang bawaan sang menantu. Bukan untuk menatap dengan cara seolah ingin memakannya bulat-bulat begitu.
“Ehm..” beliau berdehem.
Berkat suara sang ibu, Farell tersadar dari lamunannya. Farell menoleh dan kini kedua orang dewasa yang membesarkannya menatap pada dirinya dengan heran dikombinasikan dengan pelototan sang ibu.
“Kalian berdua menikah karena… saling cinta. Benarkan?” tanya sang ibu mertua bahkan penuh curiga.
Berkat perkataannya Farell seketika mati kutu. Ia tersenyum dengan penuh keterpaksaan. Kalau ayahnya sih tidak terlalu masalah karena dia selalu tampil bijaksana.
Chu~
Mendadak Adelia mendapatkan sebuah ciuman hangat di pipinya. Tentu saja itu adalah hasil karya dari pemuda di sebelahnya yang sedang dipelototi sang ibu. Adelia dibuat membatu sekarang. Sedikit nekat dan juga gila sekali suamianya ini. mendadak dia menciumnya didepan orang tua seperti ini.
Lalu tangan pria itu secara otomatis dan sigap melingkar di pinggang ramping Adelia. Seolah memang sudah terbiasa melakukan itu padanya.
“Tentu saja, Ibu pikir aku menikahinya karena apa? Hubungan kami sangat akrab. Benarkan sayang?” tanya Farell yang sejujurnya ngaco. Tapi tentu saja untuk menyambut sandiwara ini Adelia perlu pula berakting totalitas.
“Sayangku benar ibu mertua. Hubungan kami sangat mesra malah,” ujarnya pula. Adelia bahkan mengerling kearah suaminya pula. Meskipun terlihat mesra didepan, rupanya tangan Adelia sudah bersarang di belakang pria itu dan memberinya cubitan monster. Membuat pria itu sedikit meringis. Tapi melihat reaksi orangtuanya yang mengumbar senyum sepertinya mereka cukup percaya acting mereka berdua.
Selain daripada cubitan Adelia merasa sepertinya dia perlu memberi pria itu sedikit balasan.
Chu~
Lagi, sekali lagi.
Dan kali ini Adelia memberikan perlawanan yang lebih kuat daripada yang Farell berikan padanya secara tiba-tiba. Adelia mencium bibir pria itu. Dengan kondisi mereka yang disaksikan oleh kedua orangtua Farell tentu saja Farell tidak bisa mengelak dan mau tidak mau menerima dengan pasrah apa yang Adelia berikan padanya. Selang beberapa menit, setelah puas. Adelia melepaskan ciumannya dan membuat tubuh Farell membatu untuk sesaat. Melihat kondisi putra mereka yang mengalah untuk pertama kalinya si ibu mertua hanya tersenyum lima jari sambil mengangkat jempolnya sementara ayah mertuanya hanya menggelengkan kepala melihat betapa barbarnya Adelia yang bersikap seperti ini didepan mereka.
“Baiklah.. aku memahami itu, jadi Farell sekarang antar istrimu ke kamar,” Adelia hanya melempar cengiran khasnya sambil membawa dirinya pergi dari ruang tengah dipandu oleh Farell yang menggenggam tangannya.
“Terimakasih Bu, saya permisi dulu sepertinya Farell sedikit tidak sabar,” ujar Adelia ketika tangannya ditarik dengan cukup keras oleh suaminya.
Mereka tiba di lantai dua. Adelia sedikit terhenyak ketika pria itu membuka ruangan yang disinyalir adalah kamar pribadinya. Didalam sana tidak seberantakan yang dia pikirkan. Malah lebih rapi dari bayangannya. Seumur-umur Adelia memang baru pertama kali mengunjungi kamar laki-laki. Karena meskipun dia miss charming, tidak ada seorang pun yang berani mendekatinya karena statusnya yang adalah putri dari konglomerat. Kasarnya begitu.
Adelia lalu masuk kekamar yang Farell tunjukan. Lalu tiba-tiba menutup pintu dan berdiri sambil melipat kedua tangannya didepan d**a. Sebuah sikap yang cukup arogan untuk dijumpai dari orang yang biasa plamboyan dan ramah macam Farell yang dia ketahui pasca liburan di Aruba.
“Untuk apa kau datang kesini?” tanyanya malas.
“Aku kan istrimu, mana bisa kau membuangku begitu saja? dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa?”
“Aku tidak pernah setuju soal ini. Kau pikir ibumu akan membiarkanmu begitu saja?”
“Persetan soal ibuku. Aku mengakui bahwa diawal pertemuan kita kau sangat menyebalkan. Tapi setelah aku nekat dan melakukan ini kurasa aku jatuh cinta padamu. Karena sejak saat itu aku tidak bisa melupakanmu,”
“Kau sudah gila ya! Kau bahkan menciumku didepan orangtuaku!”
“Orangtua kita, karena orangtuamu adalah orangtuaku juga,” timpal Adelia. Perempuan itu memberikan Farell sebuah cengiran khas miliknya. “Lagipula aku hanya membalas apa yang kau lakukan. Kau duluan kan yang menciumku?”
“Kau ini tidak punya malu atau apa hah?” Farell tiba-tiba saja melepas kaos oblong yang dia kenakan dengan sedikit tergesa. Berkat sesuatu yang lumayan agresif tersebut Adelia hanya mampu menahan napasnya saja. apakah kejadian beberapa waktu lalu akan terulang?
“Hei, coba kau lihat ini!” pria itu berbalik dan memperlihatkan punggungnya yang kokoh. Dan dia mendapati bekas cakaran yang melintang dengan posisi acak-acakan disana. Adelia meringis membayangkan bila luka itu terkena air. Pasti akan sangat perih.
“Sekarang kau paham maksudku bahwa aku tidak mengada-ngada?”
Adelia kini mati kutu. Tidak tahu harus mengangguk atau perlu memberikan paling tidak gelengan kepala. Rasanya dia malu sendiri, dan tidak mengerti akan perubahan emosional yang terjadi pada dirinya saat ini. Tapi bila dirinya menjadi Reca, pasti Reca akan berbuat hal serupa kan? Gadis itu akan tegas pada apapun, dan pasti akan meminta pertanggung jawaban mengingat peristiwa gila yang dia buat saat pertemuannya dengan Nyonya Geandra.
“Jadi…” Adelia melirik takut-takut pada Farell. Sedikit gugup lantaran pria itu nampak kurang bersahabat padanya meskipun keluarga pria itu menyambutnya dengan hangat. Ia tanpa malu lantas menarik tangan pria itu dan membawanya keatas ranjang. Dan posisinya sekarang Farell hampir menindihnya. “Aku berjanji tidak akan kasar lagi…” akunya.
Blush.
Entah karena apa tapi Adelia menangkap bahwa dia sudah mengatakan sesuatu yang terlalu berani untuk ukuran perempuan dalam kondisi sadar. Terlebih pria yang ada diatasnya ini tidak mengenakan atasan sama sekali sebab dia membukanya untuk memperlihatkan pada Adelia mengenai luka bekas cakaran yang dia torehkan.
Cklek.
Baik Adelia maupun Farell menoleh ketika pintu kamar mereka dibuka dengan santai. Keduanya membatu saat didepan sana sang ibu mertua mendapati posisi mereka yang sangat meyakinkan untuk melanjutkan pertempuran babak kedua. Sang ibu mertua sesaat tersipu, namun detik berikutnya dia malah memberikan senyuman aneh pada pasangan pengantin baru yang baru saja bertemu itu.
“Ibu tahu kau memang pria berdarah panas Farell. Kau masih muda, dan tidak sabaran, tapi bisakah menunggu sampai istrimu beristirahat dulu baru kau menggagahinya. Pasangan muda jaman sekarang memang tidak tahu waktu,” sindir ibunya.
Farell langsung beringsut dari posisinya. “Bu.. Ibu salah paham… bukannya begitu aku Cuma—”
“Hehe.. begitulah Ibu mertua, terkadang Farell memang tidak sabaran,” potong Adelia senang. Entah mengapa dia jadi punya hoby baru yakni menggoda Farell didepan ibunya. Melihat pemuda itu gugup dan mati kutu benar-benar sesuatu yang baru dan menghibur untuknya.
“Hah.. maafkan aku ya Adel, aku harap kau betah bersamanya. Dia memang sulit diatur, sampai aku kadang pusing. Jika kalian sudah selesai dibawah aku sudah siapkan kudapan makan siang. Dan Farell pastikan kau merapikan barang bawaan istrimu, jangan karena hanya melihat ranjang kau sampai lupa segalanya”
“Tapi bu—”
“Lain kali kalau kalian mau sepuasnya kunci pintu dulu paham?” sang ibu kembali tersenyum. Setelah menutup pintu kamar. Kedua pasangan itu bisa mendengar bahwa ibu mertua mereka tertawa diluar sana.
“Kenapa kau menarikku keatas ranjang? Kau membuat ibu salah paham! Jangan lakukan hal-hal ambigu seperti ini!” Farell menatap kearah Adelia yang masih anteng rebahan di kasurnya.
“Memangnya melakukan apa?”
“Yang tadi! Ahh… aku paling tidak mau terikat dengan perempuan sepertimu!”
“Tapi rasa bibirku enak kan?”
“Apa maksudmu, banyak bibir yang lebih nikmat daripada milikmu!”
“Tapi kalau kau tidak suka, harusnya paling tidak kau menghindarinya kan? Kau pasrah saja tuh tadi,”
“Itu karena kau melakukannya didepan orangtuaku!” kali ini Adelia tidak mengatakan apapun. suasana kemudian berubah menjadi hening. Sampai kemudian pria itu bangkit dari tempatnya dan kembali mengenakan kaos oblongnya lagi.
“Aku akan tidur terpisah.” Adelia kini menoleh ketika pria itu kembali menyambung kalimat sebelumnya meski terdapat jeda waktu yang cukup panjang.
“Kenapa begitu? Kenapa membahasnya?”
“Agar kau tahu kalau aku tidak tertarik padamu,”
“Bukannya yang selalu macam-macam itu kau sendiri? Hal-hal seperti tidur bersama kan bukan hal yang aneh untukmu. Lalu kenapa kau tidak suka bila melakukannya bersamaku?” Farell dibuat diam. Dia tahu bahwa ada banyak perempuan yang datang padanya dan menawarkan tubuh mereka juga cinta. Cukup mudah untuk mengatasi itu semua sebab dia sudah terbiasa menjadi cassanova. Tapi untuk perkara macam Adelia, Farell merasa malas untuk meladeninya. Selain karena sikapnya yang terkadang meledak ledak, lalu menjadi super agresif. Farell merasa tidak memiliki banyak stok kesabaran untuk menghadapi jenis perempuan merepotkan macam Adelia. Tapi sekarang kondisinya dia malah terjebak dengan perempuan itu.
“Kau mengesalkan!” ujar Farell kali ini agak jengkel juga.
“Tenang saja suamiku, tidak ada istilah seorang istri memperkosa suaminya sendiri.” Goda Adelia lagi. Pria itu tidak mengatakan apapun, tapi dari gelagatnya Adelia paham bahwa pria itu sedang berada dalam mood yang kurang baik.
Dia melirik sebentar, seringainya mendadak menghilang. Ia menatap seluruh kamar dan membaui isinya. Benar-benar aroma suaminya.
“Dasar!” gumamnya pelan. Detak jantungnya yang tidak beraturan. Benar-benar membuatnya panas dan gila diwaktu yang bersamaan. Wajahnya mulai diselimuti oleh sesuatu yang menjalar. Adelia rasa pipinya merona sekarang.
“Sial kenapa suamiku manis sekali! Kalau begini ucapanku yang jatuh cinta padanya bisa-bisa jadi kenyataan,” Adelia berguling kesana kemari, meluapkan euphoria yang menghantam hatinya. Menyembunyikan wajahnya yang memerah. Perlahan dia berhenti melakukan hal itu lalu sebelah tangannya merayap ke bibirnya sendiri. Ah, dia berhasil mencium Farell atas kemauannya sendiri. Dan rasanya fantastis.
“Farell…” lalu perlahan dia mengobrak-abrik tasnya. Mencari ponsel untuk kemudian menghubungi seseorang yang lama tak dia sapa. Dia perlu memberikan laporan ini padanya. Reca pasti sudah melakukan hal yang sama dengan apa yang dia lakukan. Benar?
***
“Recaaaa…” untuk pertama kalinya setelah lost contact selama beberapa hari aku mendapatkan sebuah telepon masuk dari nomor yang tidak kukenal. Tapi aku langsung tahu siapa yang menghubungiku meskipun awalnya aku enggan menerima telepon dari nomor yang tidak aku ketahui. Suaranya melengking yang khas itu hanya dimiliki oleh Adelia. Aku tidak perlu repot untuk menerka nerka. Terimkasih untuk ciri khasnya itu. Tapi berkat suaranya aku perlu mengurangi volume standard dari ponselku hingga dititik terendah meskipun itu tidak terlalu cukup membantu karena suara Adelia memang sudah melengking secara alamiah.
Aku melirik kearah Ibu yang masih setia mengobservasi diriku, aku tahu bahwa beliau sepertinya memiliki banyak pertanyaan padaku saat ini.
“Kenapa kau ada disini? siapa yang menelepon? Si Daiki?” ujar Ibu dari dalam. Dia sengaja mengencangkan suaranya untuk menganggu sesi obrolan kami.
“Ini Adel Bu, bisa ibu tinggalkan aku. Aku perlu bicara dengan dia,” begitu mendengar nama Adelia Ibu langsung luluh dan memberikanku waktu untuk bisa lebih bercengkrama dengan sahabatku.
“Ada apa Princess?” ujarku padanya. Tapi belum pula menjawab tanyaku dengan cara yang normal Adel malah merengek darisana. Seperti anak kecil. Persis malah.
“Aku kabur dari rumah, dan sekarang aku berada didepan rumah Farell,” ujarnya. Kali ini tubuhku benar-benar seperti dikejutkan oleh setruman listrik atas statement yang baru saja dikatakan oleh Adelia. Apa yang kudengar tidak salah? Buat apa dia kabur dari rumah ?
“Kenapa kau ada disana?”
“Aku kan istrinya dia,”
“Hah?”
“Tapi yang jelas aku diterima dengan baik disini. bagaimana denganmu kau juga pergi kerumah si dingin itu kan?” katanya kali ini dengan nada ceria khasnya. Seperti sedang memamerkan sesuatu.
“Kenapa kau berpikir begitu?”
“Apartmentmu kosong, kupikir kau pergi ketempat Dira jadi aku melakukan apa yang sama seperti yang kau lakukan,” ujarnya lempeng. Kurasa temanku ini butuh psikiater mengingat caranya mengambil keputusan yang gegabah dan tergantung dari oranglain alih alih sesuai dengan keinginan sendiri. Tapi aku bersyukur karena dia bilang diterima dengan baik oleh keluarga Farell. Kabar yang menarik.
“Hah.. kalau begitu nikmati waktumu semoga segalanya berjalan lancar untukmu. Untuk sekarang berhenti menelponku dan mengatakan banyak hal yang aku tidak mau tahu,” ujarku. Aku menutup saluran telepon itu secara sepihak.