Bab 9. Tawaran

1033 Kata
"Wah, kebetulan sekali kita bertemu di sini, ya, Mbak." Salma dan Ayuna yang baru turun dari mobil menoleh ke asal suara. Ayuna mendengkus tak suka kala melihat Prita berjalan ke arahnya dengan menggandeng lengan sang Papa. "Kalian mau makan siang di sini?" Bram menyapa istri pertama dan sang putri. Pria berusia empat puluh delapan tahun itu menepis halus tangan Prita yang bergelayut di lengannya. Tidak nyaman saat matanya berserobok dengan mata Salma. "Iya." Salma menjawab singkat. Tidak ada raut cemburu di wajah wanita berusia empat puluh lima tahun tersebut saat menyaksikan betapa mesranya sang Madu menggandeng lengan suaminya ... lebih tepatnya suami mereka. "Oh ya. Mumpung kita bertemu, aku ingin memastikan. Mbak sama Ayuna pasti datang ke acara pertunangan Anggia, kan? Acaranya jam delapan malam. Tidak hanya keluarga inti saja yang datang, aku juga mengundang kolega bisnis Mas Bram," terang Prita yang sebenarnya tidak penting untuk Salma dengar. "Kamu tidak perlu khawatir. Kami pasti akan datang." Salma yang menjawab. Sedangkan Ayuna memalingkan wajah karena muak akan tingkah istri kedua papanya tersebut yang nampak norak di matanya. "Bagus kalau begitu. Aku dan Mas Bram memang sengaja mengubah rencana. Tadinya memang hanya mau mengundang keluarga inti saja, tapi kami berubah pikiran. Pertunangan Anggia dan Raga harus diketahui banyak orang agar tidak terjadi salah paham. Kami tidak ingin orang-orang menganggap Raga itu masih tunangan Ayuna, padahal hubungan kalian, kan sudah putus." "Prita! Tolong jaga bicaramu," desis Bram penuh penekanan. Sulit sekali mengontrol tingkah sang istri yang terlalu berlebihan. Bram sudah memperingatkan agar Prita menjaga ucapan di hadapan Salma dan Ayuna, tetapi istri keduanya itu sama sekali tak menggubris, malah makin keterlaluan. "Apa sih, Mas! Apa yang aku katakan benar, kan? Bisa saja orang-orang di luar sana masih mengira Raga itu tunangannya Ayuna," bantah Prita. "Kamu tenang saja. Kabar batalnya pertunangan Ayuna dan Raga sudah tersebar. Kamu tidak lupa kalau putri saya ini orang terkenal? Kabar apa pun tentang Ayuna akan menjadi konsumsi publik, termasuk kabar tentang tunangannya yang direbut oleh adiknya sendiri." Salma tersenyum puas menyaksikan perubahan wajah sang madu. "Seharusnya kamu bersiap untuk menghindari hujatan di tengah-tengah pesta mewah kalian. Sanksi sosial itu tidak main-main, Prita. Jagalah mental dan fisik putrimu kalau kamu tidak ingin kondisinya memburuk di hari bahagianya." Wajah Prita memerah bak kepiting rebus. Bram yang sudah menduga Prita tidak akan bisa mengendalikan emosi, bergegas mengajak sang istri pulang. "Kami pulang dulu. Nanti sore Mas pulang ke rumah kita," ujar Bram sebelum menyeret Prita menuju mobil. Salma hanya mengangguk menanggapi ucapan suaminya. Malam ini memang jatah Bram bersamanya, tetapi Salma tidak ada niat sama sekali untuk menyambut kedatangan Bram dengan hangat seperti dulu. "Kamu baik-baik saja?" Salma menoleh ke arah sang putri. "Aku baik-baik saja, Ma. Putri Mama akan selalu baik-baik saja."Ayuna memaksakan senyum Meksi nampak getir di mata Salma. "Kita masuk, yuk! Mama jadi tambah lapar setelah mendengar ocehan Prita." Ayuna menerima uluran tangan sang Mama. Keduanya memasuki Resto dengan bergandengan tangan. Sedangkan Sadewa yang sejak tadi bersandar di badan mobil dan menyaksikan perdebatan itu hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah Prita. Tidak habis pikir akan tingkah wanita itu yang dengan percaya diri membanggakan sesuatu dari hasil merebut milik orang lain. "Ayuna akan bahagia. Itu pasti," gumamnya. ******* "Mas Bara?" Ayuna tersenyum lebar ke arah pria yang menghampirinya. Gadis itu mempersilakan pria yang ia kenal sebagai sahabat Raga itu untuk duduk. "Kamu lagi makan siang?" tanya Bara setelah duduk di depan Ayuna. "Iya." "Kok sendirian?" "Aku sama Mama. Tapi dia lagi ke toilet." Bara manggut-manggut. Pria berkacamata itu memperhatikan wajah cantik Ayuna yang terlihat ceria, tidak menampakkan kesedihan seperti yang ia kira. Mungkinkah Ayuna sudah bisa move on dari Raga? Atau gadis ini yang terlalu pintar menutupi lukanya? Ah, Bara tidak ingin menebak-nebak. Yang pasti, ia senang bisa bertemu dengan gadis yang diam-diam ia kagumi di tempat itu. "Mas Bara habis makan siang juga?" Bara mengerjap. Sedikit gugup, takut ketahuan sedang memandangi wajah cantik gadis di depannya. "Iya. Kebetulan tadi lihat kamu sendirian, jadi Mas mampir ke sini sebentar." Bara sedikit ragu ingin mengatakan sesuatu yang beberapa hari ini terpikirkan olehnya. Namun, pria itu tidak ingin menyiakan kesempatan, mumpung Ayuna sedang berada di depannya. "Yuna. Kamu ... sudah tahu kalau pertunangan Raga dan Anggia akan diadakan besok?" Ayuna tertegun sejenak. "Ya, aku tahu, Mas." Namun, akhirnya ia menjawab pertanyaan tersebut. Bara bisa melihat perubahan raut wajah sang gadis yang menyendu. "Kamu akan datang?" Ayuna mengangguk yakin. "Pasti. Aku pasti akan datang untuk menyaksikan hari bahagia mereka." Bara tersenyum. Ingin sekali ia menggenggam jemari Ayuna dan menguatkan gadis itu. Namun, Bara masih tahu diri dan berusaha menahan keinginannya tersebut. "Kamu baik-baik saja, kan?" tanyanya lagi ingin memastikan. "Kalau aku bilang, aku baik-baik saja, pasti kedengarannya bohong banget ya, Mas?" Ayuna terkekeh. "Tapi aku selalu berusaha untuk terlihat seperti itu di hadapan semua orang," sambungnya mengukir senyum getir. Tatapan Bara menyendu. Ah, ternyata gadis ini memang pandai menutupi lukanya. "Kamu gadis yang kuat. Mas yakin kamu bisa menghadapi semuanya. Raga adalah pria bodoh karena telah menyakiti gadis seperti kamu. Mas yakin, suatu saat dia akan menyesal telah melepas berlian sepertimu." "Aku malah tidak yakin dia akan menyesal," tukas Ayuna. "Mas Raga begitu mencintai Anggia. Di matanya, adikku itu adalah wanita sempurna terlepas dari fisiknya yang lemah." Ingin sekali Bara mengatakan bahwa dugaan Ayuna salah. Bara bisa melihat bagaimana penyesalan itu mulai merasuk ke hati Raga. Sahabatnya itu lebih sering menyendiri dan memandangi foto Ayuna yang masih tersimpan di ponsel Raga. Bara juga menyaksikan bagaimana paniknya Raga saat pria itu mendengar bahwa Ayuna sempat dibawa ke rumah sakit sebab penyakit lambungnya kambuh. Raga menghubunginya untuk mengetahui kondisi Ayuna. Dari suaranya saja, Bara bisa menebak sang sahabat sangat khawatir. Namun, Bara tidak akan mengatakan tentang hal itu di depan Ayuna. Katakanlah ia sedikit licik karena menutupi fakta tentang Raga. Bukan salahnya jika ia ingin mendapatkan hati Ayuna, karena toh Raga sendiri yang telah membuang gadis ini demi wanita seperti Anggia. "Kamu ingin menunjukkan pada mereka bahwa kamu sudah move on dari Raga, kan?" Ayuna mengangguk. Bara menarik napas panjang untuk menutupi kegugupan. Hari ini ia akan memulai misinya mendekati Ayuna. Bara tidak boleh menyiakan kesempatan yang ada sebelum sang gadis didekati pria lain. "Datanglah bersama, Mas. Kita akan menjadi pasangan di acara itu." * * Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN