Mantan Calon Suami

1148 Kata
Waktu di dalam mobil menunjukkan 20:30. Langit yang membentang terlihat gelap, gedung-gedung di sepanjang jalan menyala terang. Alara malam ini diantar oleh Rega berikut sopirnya. Padahal dia bisa meminta jemput sang kakak atau sopir, tapi dasar lelaki itu pemaksa, lagi-lagi Alara dipaksa masuk ke dalam mobilnya, lalu diantarkan pulang. "Kamu ingin film yang rumah produksimu garap menjadi tranding dan mendapatkan penghargaan film terbaik yang akan diadakan tahun ini tidak?" "Penghargaan film terbaik?" Kedengarannya boleh juga. Itu adalah kesempatan bagi Alara untuk menaikan kesuksesannya. "Setiap tahun biasanya ada pihak penyelenggara, salah satunya adalah adikku terlibat dalam acara tersebut, aku bisa membantu memasukkan film mu ke dalam nominasi kalau kamu bersedia, tapi... kalau kamu mau menikah denganku, aku juga bisa membantumu untuk mendapatkan piala penghargaan itu dengan mudah." Alara melirik curiga, semakin sering Rega mengajaknya menikah, pikirannya mengarah ke hal-hal buruk. Dulu Alara pernah mempermalukan keluarga Rega, bukan tidak mungkin mereka ingin membalas dendam atas apa yang telah dia lakukan. "Aku menginginkan piala penghargaan itu, selain untuk menaikkan popularitas perusahaanku, juga untuk meningkatkan kualitas diriku yang baru saja bergabung di dunia industri perfilman ini." Rega sangat senang mendengarnya. Akhirnya Alara menyetujui tawarannya. “Hem..." "Tapi aku ingin mendapatkan piala penghargaan itu dengan cara dan usahaku sendiri. Karena hal itu akan lebih membanggakan dibanding dengan cara lain." Baru saja Rega akan bicara lebih lanjut tentang pernikahan, Alara sudah menyambung lebih dulu. Kini Rega hanya menyunggingkan bibir. "Sudah sampai, Tuan." Mobil Rega berhenti tepat di depan gerbang rumah Bagaskara. Alara menghela napas lega, sebab akhirnya bisa terbebas dari mobil Rega. Ia bergegas langsung keluar menutup lagi kemudian melambaikan tangan. "Terima kasih sudah diantar, walau sebenarnya aku nggak minta," ucapnya sambil menarik kedua sudut bibir terpaksa. Dia melambaikan tangan supaya Rega tidak mampir ke rumahnya. Namun siapa sangka, justru Rega keluar dari mobil kemudian berdiri di sampingnya sambil memasang wajah dingin. "Kamu menunggu apa lagi? Cepat pergi, sebentar lagi akan turun hujan, di daerah sekitar sini kadang-kadang suka banjir." Rega menaikkan matanya, mengedarkan pandangan melihat langit. "Bahkan bibit siklon saja tidak ada, langit sangat cerah. Bagaimana bisa hujan?" Rega memaksa ingin masuk bersamanya. "Sudah lama aku tidak bertemu dengan Om Bagas, sekarang aku ingin bertemu dengannya." "Tapi papa biasanya sudah tidur jam-jam begini, tidak mungkin kalau harus dibangunkan, kan?" Baru saja Alara mengatakan demikian bahkan bibirnya saja belum tertutup sempurna, ada suara pagar terbuka dari dalam. Ternyata papa dan Wira yang mendorong kursi rodanya yang buka. Mata Bagaskara berbinar melihat Rega di depannya. Sudah lama sekali semenjak perjodohan empat tahu lalu, Bagaskara tidak pernah bertemu dengan Rega. Hubungan Antara Bagaskara dan Fahreza dulunya adalah teman baik, tapi semenjak terjadi kesalahpahaman di antara keduanya membuat tidak saling sapa. Kehadiran Rega seperti perwakilan keluarganya, untuk memulai dari awal lagi ikatan yang lama terputus. Bagaskara tersenyum saat Rega mencium punggung tangannya. "Rega? Kenapa kamu berdiri saja di sini? Dan Alara, ada tamu, tapi kamu tidak mengajaknya masuk?" "Dia hanya mengantarkan aku saja, Papa. Ini sudah malam—" "Ini baru jam delapan malam, Al. Rumah kita masih sangat ramai." Bagaskara terkekeh begitu juga dengan Wira. "Ayo masuk, Rega. Kebetulan kami sedang makan malam. Kamu bisa bergabung dengan kami," ajak Wira memperlebar membuka pagar. Alara yang tidak ingin menerima tamu langsung menggeleng. "Tapi abang, dia baru saja makan malam." "Tidak apa-apa, Alara. Setidaknya Rega mau mampir ke rumah kita, sudah menjadi kebahagiaan tersendiri buat papa." "Silahkan masuk, Rega." "Tawaran yang menarik. Baiklah, kebetulan aku juga tidak memiliki rencana pergi ke mana pun setelah ini. Jadi, ayo, kita bisa minum teh bersama-sama." Rega menggandeng Alara dari samping, lalu mengajaknya masuk ke area rumah. "Tidak disangka, kalau setelah insiden drama rumah tangga yang dialami Alara, akhirnya akan mempersatukan mereka," ucap Bagaskara sambil didorong masuk menyusul mereka. ... Alara duduk di sebelah Rega, yang saling berhadapan dengan Wira dan Bagaskara. Mereka baru saja selesai menghabiskan makan malam. Kini asisten rumah tangga giliran membereskan piring-piring bekas keluarga itu makan. Saat melihat asisten rumah tangga itu, Alara langsung teringat pada saat dia masih menjadi istri Angkasa. Biasanya dialah orang yang menjadi bagian membereskan meja makan setelah Angkasa, Karina dan Gania makan di rumah. Mereka sering mengadakan makan malam bersama di rumah Angkasa, dengar berdalih sangat menyukai masakan Alara. Dengan bodohnya saat itu Alara bahkan selalu mengiyakan, memasak dengan berbagai macam menu hingga malam hari. Berikutnya setelah Alara menyelesaikan pekerjaan, duduk bergabung tapi sama sekali tidak dianggao. Dia seperti orang asing yang tidak mengerti pembicaraan mereka. "Biar aku bantu, Bik." Alara langsung beranjak membantu membawa piring-piring kotor ke dapur. Kemudian dengan sengaja mengelap meja depan Rega yang tangannya masih memegang ponsel di atas meja. "Permisi ya, soalnya kalau tidak langsung lap, bekasnya akan sulit hilang." Rega menggantung kedua tangannya santai. Bahkan dia tidak sadar, kalau sudah diusir secara halus oleh Alara. "Sejak kapan kalian kerjasama? Papa bahkan tidak tahu kalau kalian sudah sangat akrab." Alara melirik Rega. Rega justru tersenyum. "Sebenarnya Om, kedekatan kami selama ini bukan karena kerjasama bisnis saja, tapi... kami berdua juga sudah sangat dekat hingga memiliki hubungan." "Benarkah? Ini berita yang sangat bagus." Bagaskara semakin sumringah setelah mendengarnya. Alara melebarkan mata sambil menggeleng, mengelak pernyataan Rega. "Sudah larut malam, sepertinya kamu mengantuk Pak Rega, jadi bicara kamu sedikit ngelantur, sepertinya kamu harus pulang istirahat." "Mataku masih segar, Alara. Kamu lihat sendiri, kan?" Rega melebarkan mata, melihatkan pada Alara. Membuat muak saja, dasar laki-laki tak tahu diri, bisa-bisanya sudah malam begini bukannya pulang, malah duduk santai. "Kamu belum ngantuk, Rega? Bagaimana kalau kita main catur?" ajak Bagaskara. "Papa baru saja minum obat, sekarang waktunya istirahat. Jangan melakukan hal yang tidak berguna," omel Alara. "Hanya sebentar, Al. Setelah papa ngantuk, papa akan menyudahi permainannya." "Jangan paksa om Bagas terus istirahat, Alara, karena setelah melakukan hal yang sama setiap hari dia akan bosan. Biarkan dia menghibur dirinya dengan bermain catur," ikut campur Rega. "Ayo kita main!" Belum juga Alara menolak, papanya itu sudah membawa papan catur di depannya, entah dari mana tadi datangnya. Alara hanya bisa menggeleng duduk di kursi di antara mereka berdua. Ingin meninggalkan ruang makan, tapi tidak ada yang menjaga Bagaskara. Terpaksa dia duduk melihat permainan mereka yang membosankan. Sedangkan Wira sibuk menelepon rekan bisnisnya hingga tak sempat duduk dengan mereka. "Sebaiknya papa kamu dan om, menyusun ulang rencana pernikahan kalian." Tangan Bagaskara sibuk memindah pion ke papan berwarna hitam. "Papa jangan bicara terlalu jauh. Bahkan aku tidak ingin menikah dengan siapa pun, setelah cerai dengan Angkasa," tolak Alara. Rega yang sejak tadi diem memikirkan strategi, kini menggeser kuda ke sisi kiri. "Sebenarnya aku tidak ingin membiarkan Alara terus direndahkan. Setelah menikah denganku maka dia akan memiliki power untuk melawan keluarga mantan suaminya." "Rega benar, Alara. Kamu sekarang tersiksa dan membalas rasa sakit hati sendirian. Setelah bersama Rega, pasti beban kamu akan berkurang." "Berhenti membicarakan tentang hubungan pernikahan, Papa, Rega. Hubungan kita itu hanya sebatas kerja sama dalam bisnis. Jadi stop membicarakan di luar konteks itu." "Aku akan berhenti membicarakan pernikahan, setelah kita benar-benar menikah." Rega menyeringai menantang Alara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN