Ketika Marchel sampai di rumah, ternyata Dimas sedang di ruang tv bersama Dewi dan para orang tua. Mereka semua langsung menoleh ke arah laki-laki itu.
"Kirain kamu lupa punya janji sama mamah papah." Sindir Selena yang ditanggapi dengan kekehan.
"Nggak lah, mana mungkin Marchel buat mamah sama papah kecewa. Udah ingkar satu kali waktu itu, tapi kali ini aku pasti tepati." Memang benar sebelumnya laki-laki itu sempat berjanji akan membawa kekasihnya sebelum pernikahan Dimas, tapi karena Sandara ada masalah mendadak di kantornya maka diundur. Tapi Marhel sangat bersyukur karena janjinya yang pertama gagal, sehingga dia tidak perlu membuat orang tuaya kecewa dengan kelakuan b***t Dara.
"Janji apa? Calon istri yah?" Tanya Dimas penasaran. Marchel hanya melirik sedikit tanpa menjawab, membuat Dimas mendengus kesal. "Gue nanya woy...!" Ulangnya lagi.
"Bukan urusan lo!" Marchel bangkit menuju dapur sambil terkekeh karena sudah membuat Dimas kesal. Dewi sendiri tersenyum geli melihat interaksi kakak adik yang menggemaskan dimatanya itu.
"Janji apa sih mah, Marchel nyebelin." Fransiska terkekeh.
"Iya calon istri, lagian kamu kepo banget sih jadi orang." Dewi tertawa.
"Dimas kan emang gak jauh beda sama Adrian mah. Kepo." Semua orang tertawa.
"Gak boleh gitu loh sayang, inget sama baby gak boleh ngatain aku." Dewi meringis sambil mengelus-elus perutnya yang masih rata.
Mendengar kata baby, Marchel langsung menghentikan aktivitas mengaduk minuman dan menoleh ke arah adiknya. "Baby? Istri lo hamil? Gue mau punya keponakan?" Dimas melirik sebentar dan tidak menjawab. Fransiska dan Gunawan tersenyum geli. Kedua putra mereka memang seperti itu.
"Woy ditanya diem aja!"
"Bukan urusan lo!" Jawab Dimas. Marchel tertawa, adiknya sedang membalas dendam.
"Gue doain anak lo mirip gue." Dimas langsung melotot tidak suka mendengar ucapan Marchel. Dewi tertawa bersama Fransiska. Gunawan hanya geleng-geleng kepala, sudah sangat hapal dengan kelakuan kedua putranya.
"Mana mungkin! dia pasti mirip ayahnya." Dewi menepuk-nepuk lengan Dimas menenangkan masih dengan sisa tawanya.
"Lagian kalau mirip kakak kamu kenapa, orang dia saudara kamu. Kamu juga mirip sama dia." Ucap Fransiska geli.
"Jangan kaget ya Wi, mereka berdua emang gak pernah akur." Ucap Gunawan memeperingati. Pasalnya Dewi adalah anggota baru di keluarga mereka.
"Iya pah udah tahu kok, Dewi juga suka gitu sama Alvin."
"Ngomong-ngomong, calon istri kamu bukan orang luar yang gak bisa ngomong Indonesia kan Chel?" Marchel tersenyum kemudian ikut duduk di ruang tv sambil membawa secangkir kopi.
"Bukan mah, dia orang Indonesia kok." Dimas mengernyit, begitu juga Gunawan.
"Kamu kan di luar negri terus, kapan kenalannya?" Gunawan sudah terlebih dulu bertanya sebelum Dimas.
"Pokoknya rumit kalau di ceritain, intinya Marchel udah cocok sama dia." Fransiska semakin penasaran mendengar penjelasan putra sulungnya yang misterius itu.
"Siapa sih orang tuanya? Siapa tahu kita kenal." Tanya Fransiska. Marchel sedikit ragu untuk mengatakannya tapi tidak bisa menolak pertanyaan Fransiska.
"Sepupunya Dewi mah, anaknya om Erik sama tante Maya." Dewi terlonjak kaget, posisinya bahkan sudah berubah dari bersandar nyaman menjdai tegak, tapi Dimas biasa saja. Laki-laki itu malah tersenyum misterius.
"Caroline?" Tanya Dewi. Marchel mengangguk, kemudian ponsel laki-laki itu berdering dan dia beranjak untuk mengangkat panggilan.
"Tapi setahuku Carol itu tidak memiliki kekasih." Ucap Dewi sedikit cemas. Dimas yang melihat kecemasan di wajah istrinya langsung menenangkan.
"Marchel tidak akan terlibat dengan seseorang jika dia tidak menyukainya. Terlebih ini masalah pernikahan. Apapun alasan dia, percayalah kalau dia menyukai Carol. Dan aku bisa menjamin bahwa kakaku tidak akan menyakiti Carol." Fransiska dan Gunawan mengangguk setuju.
"Kamu tidak perlu kawatir, jika Marchel tidak menginginkannya maka untuk berkenalanpun dia tidak akan mau. Sebenernya papah udah curiga sih waktu mereka mengobrol di pernikahan kalian dulu." Tambah Gunawan. Dewi terlihat begitu lega.
"Setuju pah kita dukung saja. Lagipula Carolin gadis yang baik dan cantik mamah suka. Anaknya juga gak macam-macam mirip sama kamu Wi." Ucapan Fransiska membuat Dewi mengembangkan senyuman.
Dewi sangat menyayangi Carol, dia sedikit lega karena sepupunya itu mendapat keluarga yang sama dengannya. Keluarga baik yang begitu hangat.
"Dewi lega kalau dia akhirnya menikah, anak itu sempat mengalami masa-masa sulit. Tapi kak Marchel dan mamah papah sudah tahu kan kalau Carol sebelumnya pernah menikah?" Fransiska mengernyit begitupula Gunawan, tapi tidak bertahan lama.
"Anak itu pasti mencari tahu segalanya jika menyukai sesuatu apalagi masalah wanita." Reaksi Gunawan tidak semenyeramkan yang Dewi bayangkan. Wanita itu sengaja memberitahu semua orang agar Carol tidak malu nantinya.
"Iyah selama mamah tidak keberatan dia juga tidak akan keberatan. Tidak masalah walaupun sudah pernah menikah selama Marchel tidak merebut istri orang." Tambah Fransiska.
"Syukurlah"
***
Hari ini akhirnya datang. Marchel berdandan sangat rapih dan sudah berada di ruang tamu rumah Carol. Sedang mengobrol Ringan dengan Erik Robinson yang kebetulan berprofesi sama dengannya. Seorang dokter.
Carol sendiri sedang dipaksa berdandan oleh ibunya. Tidak bisa berkutik dan membantah sedikitpun.
"Bagaimana kalau pernikahan Carolin nanti akan bernasib sama seperti dulu?" Tanyanya pada sang mama.
"Mama yakin Marchel orang yang baik." Tetap saja Carolin merasa sangat ketakutan.
"Tapi Carolin takut." Maya mendekat dan memeluk putrinya dengan hangat.
"Jangan takut, kamu selalu punya mamah dan papah oke!" Wanita itu mengangguk.
"Marchel memang baik, aku tahu. Keluarganya juga baik, buktinya Dewi tampak bahagia. Tapi status Carol berbeda dengan Dewi."
"Marchel tidak tahu status kamu?" Carolin menggeleng. Wanita itu sedang mencoba segala macam cara untuk membuat ibunya tidak menyetujui pernikahan itu. Tapi Carol tidak berani menggunakan alasan laki-laki itu akan menikahinya, bisa gawat jika iklan itu benar-benar diberitahu pada kedua orang tuanya.
"Aku belum memberitahu statusku. Mereka pasti membuangku ke jalanan kalau tahu aku ini seorang janda." Muka Carol sudah dibuat memelas. Melihat Maya tampak berpikir, Carolin berharap sekali rencananya akan berhasil.
"Ahh tapi mamah yakin Marchel itu baik. Keluarganya juga baik. Pokoknya gak usah mikirin banyak hal oke! Sekarang ayo kita turun dia udah menunggu lama." Carolin melongo. Ternyata ibunya tidak mempan dengan trik memelas ini. Kepalanya sudah buntu memikirkan cara apa lagi, akhirnya dia hanya bisa pasrah. Pasalnya sejak kemarin Carol sudah menggunakan berbagai macam cara tapi tidak berhasil.
"Nah itu Carolin." Ucap Erik sambil tersenyum sumringah. Marchel langsung berdiri dan memandang takjub melihat perempuan yang biasanya tidak mempedulikan penampilan itu terlihat begitu cantik. Menggunakan drees putih lengan panjang selutut dengan renda cantik di bawahnya. Rambutnya tergerai dengan jepit rambut sederhana.
"Yaudah tante, om Marchel ajak Carolin dulu. Pulangnya gak sampai malem kok." Erik dan Maya tersenyum sambil mengangguk. Memandang kepergian mereka dengan perasaan bahagia. Karena bagaimanapun Marchel adalah calon suami yang potensial. Mangingat sebarapa kaya dan terpandangnya keluarga Prayogo.
"Jadi ini beneran akan nikah kita?" Tanya Carol mencoba mengurangi kecanggungan.
"Kita hanya menikah saja, setelah itu kamu boleh melakukan apapun sesukamu. Termasuk mengelola club bodohmu itu." Ucap Marchel sambil menampilkan seringai yang membuat Carol merinding.
"Oke, no s*x no love. Deal?" Carolin sudah menyodorkan tangannya membuat kesepakatan, tapi Marchel malah terkekeh dengan santai.
"With s*x no love. Deal!" Carol menganga tidak percaya terlebih mendengar bisikan laki-laki itu selanjutnya. "Mana mungkin aku tidak menikmati tubuh calon istriku yang seindah ini." Carol langsung menjauhkan tubuhnya merapat ke pintu.
"Jangan coba-coba menggodaku. Aku pernah menendang burung Rayhan sampai dia kesakitan, aku akan melakukan hal yang sama kalau kau berani mendekatiku." Marchel tertawa.
"Sayangnya aku bukan Rayhan." Jawab Marchel dengan seringai menakutkan membuat Carol semakin merinding. Tapi tunggu dulu...
"Darimana kau tahu aku memiliki Club?"
***