7 | Tes Menjadi Nanny

1015 Kata
Sasi mengenakan salah satu dress terbaiknya. Setelah mengenakan make up tipis dan mematut penampilan di depan kaca rias, Sasi langsung tersenyum puas dan mengangguk-angguk. Sebagai langkah terakhir, Sasi menyemprotkan parfum victoria’s secret bombshell ke kedua tangannya kemudian menyapukan parfume tersebut ke leher. Tas merk LIEBESKIND Berlin MixeDBag Crossbody M langsung dikenakan Sasi, lalu setelah itu Sasi pergi dengan memesan ojek online. Ya, Sasi akui penampilannya terlalu sempurna untuk jemputan sekelas motor. Tapi untuk saat ini apa boleh buat, masih bisa mengenakan pakaian bermerk saja Sasi sudah sangat bersyukur. Hampir tiga puluh menit kemudian Sasi sudah tiba di depan rumah Yudistira. Segera Sasi mempercepat langkahnya menuju teras kemudian menekan bel saat tiba. Mungkin sekitar lima menitan barulah pintu terbuka. Yang pertama kali menyambut Sasi adalah gonggongan anjing, berikut dengan anjing tiba-tiba keluar kemudian melompat ke arah Sasi, membuat Sasi terjungkal. “Kairo!” teriak Liam kaget. Namun alih-alih mendapati Kairo menggigit Sasi, Liam justru melihat kalau Kairo menjilati wajah Sasi dan Liam langsung menghela napas lega. “Maaf, Tante. Liam sama sepertiku, sensitif dengan orang baru tapi rupanya Kairo juga menyukai Tante.” Sasi menggerutu. “Dasar anjing nakal, sekarang riasanku jadi berantakan.” Sasi berusaha untuk duduk, kemudian mengangkat Kairo menjadi duduk di pangkuannya. “Ngomong-ngomong, Liam, aku baru melihatnya. Apa dia anggota baru?” “Tidak. Dia anjing peliharaan daddy, tapi beberapa minggu menginap di klinik dokter hewan karena sakit. Namanya Kairo, Tante. Siberian Husky yang pintar dan penurut.” Tatapan Sasi dan Kairo bertemu. Keduanya berpandangan seolah saling mengenal dan berusaha mengingat wajah satu sama lain. Terakhir sebelum beranjak, Sasi tersenyum lebar kemudian menggaruk-garuk leher Kairo. “Salam kenal, ganteng. Aku anggota baru di sini.” Guk! Sahut Kairo semangat. Liam yang melihat itu tersenyum. “Ayo, Tante, kita masuk. Daddy lagi di perjalanan, sebentar lagi akan sampai.” “Oh, Oke,” jawab Sasi, kemudian Sasi berdiri dengan dibantu oleh Liam. Sasi sempat memperbaiki dressnya yang lecek. “Hm, sambil menunggu, mari ajak aku berkenalan dengan rumahmu terlebih dahulu.” “Tentu saja boleh,” kata Liam antusias. “Ayo, Tante Sasi.” *** Luar biasa sekali daddy Liam ini, pikir Sasi. Bagaimana tidak, soal tes yang dibicarakan itu ternyata adalah bagaimana cara mengatasi anjing yang muntah berkali-kali. Yudistira menjelaskan kalau faktor yang menyebabkan ajing muntah itu adalah, infeksi bakteri/virus/uterus, perubahan pola dan jenis makanan, parasit pada usus, radang pankreas/empedu dan mual setelah operasi. Dijelaskan panjang lebar seperti itu tentu saja membuat Sasi melongo-longo. Alih-alih bagaimana mengobati Liam saat sakit, Sasi justru disuruh mengobati Kairo yang kemungkinan nanti akan muntah-muntah. Benar-benar luar biasa. “Kalau Liam yang sakit, saya bisa mengobatinya karena saya dokter anak. Kalau anjing itu bukan ranah saya dan saya berharap kamu bisa melakukan perawatan itu. Kairo baru tahap penyembuhan seteleh operasi dan kemungkinan saja muntah-muntah itu akan terjadi.” Itu penjelasan Yudistira saat Sasi bertanya kenapa tadi. Karena selanjutnya Sasi disuruh memikirkan tindakan apa yang akan Sasi lakukan pada Kairo dan Sasi hanya diberikan waktu setengah jam. Tiba-tiba Sasi jadi teringat guru killernya waktu SMA. Yudistira saat ini persis seperti guru killer Sasi itu. Bossy dan menyebalkan. Perbedaan garis besarnya adalah, Yudistira tampan dan keren, sementara gurunya tua, gendut dan sama sekali tidak enak dilihat. Sementara Sasi sibuk dengan cara apa yang dilakukannya, Yudistira, Liam dan Kairo justru menjadi penonton yang amat santai sekali. Mereka seolah menikmati melihat ekspresi kalut Sasi saat berpikir, juga gerak-gerik gelisah yang Sasi tampilkan karena Sasi merasa panik. “Dua puluh lima menit lagi,” peringat Yudistira sambil menunjukkan jam tangannya. “Semakin lama Anda berpikir, maka semakin cepat juga waktu terbuang percuma. Ingat syaratnya, Anda diterima setelah lulus tes. Kalau gagal, dengan berat hati saya menolak Anda.” “Gimana, sih! Situ yang nawarin, situ juga yang tidak pasti mengenai diterima atau tidaknya. Orang aneh, untung ganteng,” gerutu Sasi pelan, yang sudah pasti ditangkap jelas oleh Yudistira. “Dua puluh menit lagi.” “Iya, iya,” cibir Sasi kesal. Kairo menggonggong, begitu juga Liam yang berseru, “Semangat, Tante Sasi. Kami yakin Tante Sasi pasti bisa.” Makin-makin Sasi bertambah kesal, tapi tak urung Sasi memikirkannya juga. Sayang juga kalau Sasi tidak lulus. Pasalnya yang dilepas ini bukan hanya uang, tapi juga pria tampan, mapan dan menawan. Kalau Sasi bisa menaklukkan Yudistira, artinya Sasi bisa mendapatkan keinginannya, yaitu menjadi kaya. “Lima belas menit lagi.” “Astaga! Secepat itu?” Sasi melotot kemudian menegakkan tubuhnya. “Oke, oke, aku jawab sekarang.” “Silahkan,” ujar Yudistira, yang kini duduk dengan posisi menyilangkan kaki sementara kedua tangannya terlipat di depan d**a. So hot. “Pertama-tama,” ujar Sasi, kemudian menjawab dengan ragu. “Aku akan membuat Kairo nyaman. Aku akan membelai dan memeluk Kairo. Aku juga akan menghiburnya dengan mengajak Kairo berbicara. Memberi Kairo tulang atau mainan kesukaannya, juga memberikan selimut hangat favoritnya untuk tidur.” Melihat wajah Yudistira yang mengernyit, Sasi langsung bungkam dengan menggigit bibir bawah. Oke, Sasi akui ini cara yang manusiawi. Sangat manusiawi sekali untuk ukuran anjing, pasti Yudistira menilai jawaban Sasi aneh. “Terima kasih sudah menjawab,” kata Yudistira. “Kami akan mendiskusikan jawabannya. Sementara itu, Anda berhak ke mana pun. Ke dapur untuk mendapatkan minuman apa saja juga bisa.” “Benarkah?” tanya Sasi cepat. “Ya.” “Oke, terima kasih. Pikirkan baik-baik jawabanku tadi, aku akan membasahi tenggorokan dengan air minum. Karena kalian sudah memberikan soal tes di luar nalar.” *** Mobil Yudistira baru saja pergi. Sasi menatap arah di mana mobil itu menghilang kemudian setelah itu Sasi berbalik memasuki komplek rumahnya. Awalnya Sasi hanya senyum-senyum sendiri, terus lama kelamaan Sasi terbahak-bahak juga melompat-lompat. Sampai beberapa orang yang kebetulan berjalan kaki di sekitaran sana langsung menoleh dan melemparkan tatapan aneh. Sasi mempercepat langkahnya agar sampai ke rumah. Setelah Sasi memasukkan kunci dan memutarnya, Sasi langsung mendorong pintu dengan kencang kemudian menutupnya keras setelah masuk. “Yes! Yes! Yes!” teriak Sasi. Setelah melemparkan sepatunya sembarangan, Sasi juga melemparkan tas bermerknya di sofa. Dalam keadaan bahagia seperti ini Sasi lupa dengan anak-anak kesayangannya, sampai dengan tega melempar mereka dengan sembarang dan tak berperasaan. “Gila! Jawaban asal keluar tapi malah diterima. Keren, sih, gue,” aku Sasi dengan pedenya. “Mulai besok kataya, gue sudah jadi Nyonya Yudistira. Eh, salah, salah,” ralat Sasi terbahak. “Mulai besok gue jadi nanny-nya Liam. Sebenarnya gue nggak tau detail kerjaan itu, yang gue tau cuma ngurus anak-anak doang. Tapi, nggak pa-pa, lah, Liam itu anak pintar dan yang pasti nggak ngerepotin.” Sasi duduk dengan tegak, kemudian menepuk-nepuk d**a bangga. “Pertama kalinya gue sesenang ini dapat pekerjaan. Faktor uang memang nomor satu, tapi ada yang lebih kuat lagi.” Sasi berkedip lambat, kemudian tersenyum lebar. “Yudistira Bamantara. Oke, hot daddy, mari kita mulai petualangannya.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN