Chapter 12

1481 Kata
Setelah percakapan yang agak canggung menurut Askan, dia tak lagi bertanya pada Mendaline. Takutnya, apa yang akan dia tanyakan mungkin bisa saja menyakiti hati Mendaline. Seperti apa yang dia tanyakan sebelumnya mengenai Mendaline yang tinggal bersama kedua orang tuanya. "Berhenti di situ!" perintah Mendaline, dia menunjuk ke arah sebuah gerbang rumah besar yang tinggi dan kokoh. Mobil yang dikendarai oleh Askan berhenti tak jauh dari gerbang rumah mewah itu. "Aku turun di sini, itu rumahku Askan." Mendaline menunjuk ke rumah mewah dua lantai. "Terima kasih karena telah mengantarku pulang, tapi maaf aku tidak bisa membawamu masuk atau menjamu kamu masuk ke rumahku." Meskipun Mendaline mengucapkan kalimat ini dengan nada yang cukup normal namun raut wajahnya terlihat agak tegang dan seperti ketakutan. Askan melihat bahwa Mendaline berusaha untuk menguatkan ekspresi wajahnya agar tidak terlalu kentara apa yang sedang dirasakan oleh gadis itu saat ini. Askan mengangguk mengerti. "Baik, aku mengerti situasimu. lagipula ini sudah malam, tidak baik bagi seorang laki-laki untuk masuk rumah seorang perempuan," balas Askan. Mendaline hanya mengganggu pelan. Syukurlah jika Askan mengerti situasinya saat ini meskipun dia sama sekali tidak menceritakan mengenai situasi atau hubungan antara dia dan kedua orang tuanya. Setidaknya Asman bisa membaca situasi. Namun, Mendaline sama sekali tidak tahu bahwa Askan telah mengetahui mengenai beberapa hal tentang keluarganya yaitu mengenai dirinya sendiri, ibunya maupun Ayah tirinya. "Aku harus melihatmu masuk lebih dulu," ujar Askan. Mendeline menggelengkan kepala, dia membalas, "Tidak perlu, aku melihatmu pergi lebih dulu baru aku akan masuk ke rumah." Askan bertanya, "Apakah kau takut aku juga ikut mengikutimu masuk rumahmu malam ini?" Mendaline buru-buru menggelengkan kepalanya. "Bukan seperti itu maksudku, lebih baik kamu lebih dulu pergi, maksudku kamu lebih dulu pulang, aku ingin melihatmu untuk beberapa detik ini lebih dulu, besok mungkin kami tidak akan bertemu untuk dua minggu kedepan," ujar Mendaline. Mendaline terlihat agak gugup, entah dia sedang menyembunyikan apa namun Askan tahu bahwa Mendaline pasti menyembunyikan sesuatu. Karena Askan tidak mau berdebat dia mengangguk setuju. "Baik, aku akan duluan. Menda, jaga dirimu untuk dua minggu ke depan, kita akan bertemu lagi setelah aku latihan dua minggu ini," ujar Askan. Mensaline mengangguk. "Ya, hati-hati di jalan. Aku menunggumu dua minggu lagi," balas Mendaline. Mendaline keluar dari mobil dan melihat mobil Askan mulai menjauh darinya. Suara deru mesin mobil dari agak keras hingga mengecil dari depan gerbang rumah miliknya ke berlawanan arah. Setelah benar-benar menjauh mobil yang tadi ditumpangi olehnya, Mendaline masuk ke dalam rumahnya. Saat masuk ke pintu rumah dia terkejut melihat wajah kepala pelayan di rumahnya yang rupanya sudah menunggu dirinya di depan pintu. "Mr. Brian,".ujar Mendaline. Mr. Brian mengangguk pelan, dia berkata kepada mandaline. "Tuan Barnett mengatakan agar Anda tidak boleh lagi pulang lewat jam malam yang telah ditentukan." Mendaline mengerutkan keningnya. "Sejak kapan dia mengatur kapan aku bisa pulang? aku adalah seorang mahasiswa. Aku mempunyai pekerjaan di luar untuk menyusun tesisku balas Mendaline. Mr. Brian membalas, "Sebaiknya Nona Mendaline mengikuti apa yang telah Tuan Barnett putuskan." Mendalime merasa jengkel dengan kepala pelayan di rumah ini. Perlakuan yang diterima dari Kepala pelayan padanya hampir sama persis seperti apa yang dilakukan Ayah tirinya pada dirinya, namun bedanya mereka hanya diam membisu seperti pada saat melihat dia dihina oleh ayah tirinya. Mendaline berjalan hendak memasuki kamar, dia berkata sebelum melangkah lebih jauh. "Dimana Catherin?" tanya Mendaline. Mr. Brian menjawab, "Nyonya dan Tuan Barnett sedang berada di kantor Tuan." Medalin memasuki kamar lalu mengunci pintu itu, dia melemparkan pelan tasnya di atas ranjang dan langsung tidur berbaring di atas ranjang miliknya. "Aneh sekali hari ini, meskipun aku berjalan-jalan menghabiskan waktu bersamanya tapi dia dan aku seperti merasa tidak lelah sedikitpun," gumam Mendaline. Dia merasa sangat mengantuk, perlahan tertidur. * Pada hari berikutnya Askan dan teman-teman lain telah naik ke kapal dan mengikuti latihan bersama negara sahabat. Sementara itu, aktivitas Mendaline selama beberapa hari ini terlihat sangat normal yaitu pergi untuk bimbingan kepada profesor yang membimbingnya untuk menyusun tesis. Grace berkata kepada Mendaline. "Selama dua hari beberapa hari yang lalu, tumben kamu tidak mengajakku untuk menghabiskan waktu bersama." Mendaline membalas, "Aku sedang sibuk." Grace tertawa pelan namun dia seperti terlihat tahu bahwa Mendaline sibuk karena apa. "Yeah, aku tahu kau sibuk karena apa, aku mendukung kesibukanmu," ujar Grace. "Kalau kau sudah tahu kenapa kau bertanya lagi? apakah kau ingin memancingku?" tanya Mendaline menaikkan sebelah alisnya. Grace terbahak. "Aku tidak ingin memancingmu, aku hanya ingin mengorek beberapa informasi saja darimu misalnya apa yang telah kau lakukan dengan Tuan pahlawan selama dua hari kalian bersama. Apakah kalian sudah melakukan hal yang aku dan step lakukan?" tanya Grace dengan nada suara yang agak lambat. Mendaline melotot ke arah temannya. "Kamu asal bicara!" Grace terbahak-bahak sambil memegang perutnya. "Jangan dibawa serius, aku hanya bercanda. Oke, Sekarang mari katakan padaku, ceritakan apa yang terjadi antara kau dan Tuan pahlawan selama dua hari ini aku tidak berada di sampingmu." "Tidak ada apa-apa yang terjadi di antara kita selama dua hari ini," jawab Mendaline. Grace mengerutkan keningnya. "Mengapa bisa seperti itu? aku tidak percaya Untuk apa kamu katakan." Grace menunjuk hidung Mendaline. "Kenapa kamu harus percaya apa yang aku katakan?" balas Mendaline. "Aku tidak percaya bahwa tidak terjadi apa-apa antara kamu dan Tuan pahlawan selama dua hari ini kalian bersama. Ayo jujur! katakan padaku apa yang terjadi pada kalian berdua, mau mengkhianati aku sebagai temanmu. Hei Mendaline! disaat semua orang tidak ingin berteman denganmu, akulah orang pertama yang ingin berteman denganmu. Ayolah!" Mata Mendaline memandang ke arah sang teman. Dia berkata, "Aku dan dia memang tidak ada hubungan apapun, maksudku tidak ada yang terjadi apapun, kami hanya berjalan bersama menikmati hari liburnya yang diberikan oleh komandannya, em maksudku seperti ini kami pergi mengunjungi kafe dan restoran, makan siang makan, malam lalu menikmati pemandangan dan mengobrol seputar apa yang dia kerjakan di dalam kapal dan apa yang aku kerjakan pada saat thesisku itu saja." "Terus?" Grace menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa aku tidak percaya seratus persen dengan apa yang kamu katakan." "Lalu kamu ingin aku harus mengatakan apa supaya kamu bisa percaya apa yang aku katakan?" tanya Mendaline, dia bahkan memutar bola matanya jengah dengan sang teman. "Maksudku dia tidak memegang tanganmu atau mencium keningmu mungkin? minimal yaj mencium keningmu. Apakah ada kemajuan yang signifikan? yah meskipun aku ingin ada kemajuan yang cukup signifikan," ujar Grace. "Oh, jadi kamu pikir pria itu dan aku sangat dekat hingga dia harus mencium ku?" tanya Mendaline. "Maksudku, kau adalah perempuan yang telah dewasa, Tua Pahlawan adalah pria dewasa, maksudku kau dan dia mungkin punya sedikit perasaan yang-" ucapan Grace terpotong. "Ya! ya! aku mengerti!" potong Mendaline, dia bahkan mengangkat tangannya agar Grace berhenti berbicara atau mendesaknya untuk bicara jujur apa yang telah terjadi antara dia dan Askan. "Oke, aku akan jelaskan," ujar Mendaline. "Dia minta untuk kami saling mengenal lebih dekat," ujar Mendaline. "Benarkah?" senyum terlintas di bibir Grace. "Itu adalah awal yang bagus untuk kalian, aku sangat mendukung pemikiran Tuqn Pahlawan, pemikiran Tuan Pahlawan sama denganku, kalian berdua itu harus saling dekat lalu kalian akan saling lengket lalu setelah itu kalian akan memiliki sebuah hubungan yang real sama seperti aku dan Steve," ujar Grace. "Dia ingin mengenalku lebih dekat," ujar Mendaline agar berwajah datar. "Llalu apa yang menjadi masalahnya? Kenapa ekspresi wajahmu seperti itu?" tanya Grace. "Grace kau tahu apa yang terjadi padaku di masa lalu, kau tahu dia itu adalah perwira militer angkatan laut, dia punya banyak prestasi dari sekilas aku lihat dia adalah orang yang berprestasi. Apakah kau tahu jika dia ingin lebih mendekat dan mengetahui apa tentangku dan dia mencari tahu semua tentangku, apakah kau berpikir dia mash akan tetap mau menerima diriku?" tanya Mendaline. Wajah Grace langsung terlihat datar, dia langsung terlihat diam saat memandangi wajah gelisah dari sang teman. Beberapa detik kemudian Grace berkata, "Menurutku, dia tidak akan perlu menyelidikimu sebegitu dalam jika dia nyaman padamu, untuk apa dia harus meninggalkanmu atau menolakmu?" ucapan Grace juga kurang terdengar yakin, sebab dia juga terdengar ragu-ragu dalam mengucapkan kalimatnya. "Semua ini karena laki-laki tua itu, jika saja ibuku tidak menikah dengan dia mungkin kehidupanku akan lebih baik. Kupikir dengan kami tinggal di sini akan membuat kehidupanku lebih baik, tapi apalah daya." Mendaline terlihat cemberut. Wajah Grace terlihat agak iba ketika memandangi temannya. "Hei, semua adalah masa lalu, kamu tidak perlu sesalkan apa yang terjadi padamu, yang telah berlalu biarkanlah berlalu, sekarang yang harus kamu lihat adalah masa depan. Hei, aku katakan padamu ya, Tuan pahlawan adalah masa depanmu, aku tidak pernah salah menilai seorang pria contohnya, aku menilai Steve dia laki-laki yang baik, dia menerima aku apa adanya. Aku melihat Tuan pahlawan sepertinya tulus padamu. Mendaline, beri kesempatan jika memang kamu dan dia benar-benar saling berjodoh atau tidak benar-benar bisa saling menerima satu sama lain maka kalian bisa saling memisahkan diri, sudah cukup tidak perlu terjerumus lebih dalam hubungan kalian jika kalian tidak merasa cocok jangan terlalu berlarut-larut. Kamu dengar apa yang aku katakan Mendaline, dia mungkin bisa menjadi pintu yang akan membawamu keluar dari neraka yang selama ini kamu diami." *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN