Chapter 13

1429 Kata
Setelah percakapan Grace dan Mendaline di cafe dekat kampus, Mendaline pulang dengan perasaannya campur aduk, kini dia sedang duduk di atas ranjangnya sambil bersedekap lutut di dagunya. Wajah Mendeline terlihat seperti dilema antara dia ragu-ragu, gugup dan juga khawatir. Raut wajah gadis ini kentara sekali bahwa dia memang sedang mengkhawatirkan sesuatu entah itu adalah masa lalunya, masa kini ataupun masa depannya yang belum pasti. Tok tok tok! Pintu diketuk dan itu adalah pintu kamar milik Mendaline, Mendaline melirik ke arah pintu kamar dengan ekor matanya, dia merasa bahwa setelah pulang ke rumah itu, dia ingin sekali tidak ingin lagi tinggal di rumah ini. Rumah ini benar-benar seperti neraka yang memenjarakan dirinya, dan sepertinya dia tidak akan bisa keluar dari neraka ini. Namun, saat memikirkan seseorang yang sangat berarti untuknya saat ini, mungkin saja dia mempunyai kesempatan untuk bisa keluar dari neraka ini. "Aku memang dari dulu ingin pergi dari rumah ini," ujar Mendaline dalam bahasa Indonesia. "Namun aku tidak tahu, harus bagaimana. Askan tidak punya perasaan yang pasti padaku. Aku dan dia baru kenal selama beberapa minggu, aku merasa bahwa aku seperti mengharapkan dirinya agar membawaku keluar dari sini," ujarnya pelan. Tokk tok tok! Pintu diketuk lagi. "Nona, Tuan Barnett mengatakan pada saya bahwa besok Anda harus datang ke kantor beliau." Itu adalah suara dari Mr. Brian. Namun, Mendaline mengacuhkan suara itu, dia tidak peduli dengan suara Mr. Brian. Dia kembali bersedekap lutut dan dagunya, memikirkan sesuatu. "Siapa peduli dengan laki-laki tua bangka itu? aku tidak perlu dengan dia," gumam Mendaline. "Catherine begitu mencintai tua bangka itu dan tua bangka itu juga begitu mencintai uang Catherine, mereka adalah sama-sama dibutakan oleh uang dan jabatan." Suara Mendaline terdengar sedih namun dia juga terdengar pasrah. Mendaline berbaring di atas tempat tidurnya, dia melihat langit-langit kamar, dia terlihat seperti merindukan seseorang dan ah, mungkin saja semua tahu bahwa dia merindukan siapa. * Di tengah laut yang terombang-ambing oleh ombak lautan, Askan duduk di kabin kamar yang ditempati olehnya, dia diam-diam ternyata sedang memperhatikan foto yang memperlihatkan wajah Mendaline ketika dia dan Mendaline sedang jalan-jalan menikmati hari libur mereka selama dua hari terakhir. Selain itu, Askan juga mengganti layar teleponnya dengan pesan email yang masuk dari kakak iparnya, setelah membaca apa yang dikirim oleh kakak iparnya, Askan memijat kepalanya agak sakit. "Apa yang harus aku katakan pada ayah dan ibu jika nanti aku ke Indonesia nanti?" gumam Askan. "Aku baru merasakan hal yang sangat membuatku pusing tujuh keliling, seumur hidup aku tidak pernah susah dalam memikirkan situasi ini." Askan menggaruk kepalanya. Di email pesan yang dikirim oleh kakak iparnya itu, Askan membaca bahwa perusahaan yang dipimpin oleh Catherin Airin yang ternyata bukan hanya menghindari pajak tetapi mereka tidak membayar para karyawan yang bekerja di perusahaan itu sudah selama satu tahun terakhir, semua uang atau pendapatan dari perusahaan Itu ditarik atau dikirim ke luar negeri dan uang itu masuk ke rekening dengan atas nama Barnett Edward. "Laki-laki tua bangka itu memang benar-benar ingin menguasai dunia namun, sayangnya dia nggak akan berhasil. Di umur yang sudah enam puluh lima tahun ini aku lebih berdoa lagi agar dia tidak akan pernah berhasil untuk menjadi walikota, gubernur atau apapun itu." Askan mencebik. * Hari-hari berikutnya Mendaline sedang bimbingan bersama pembimbingnya. Setelah keluar dari ruangan Profesor, dia dan Grace janjian untuk pergi makan siang bersama di sebuah restoran, namun setelah pelayan membawakan makanan yang berisi daging yang diasapkan dan beberapa roti bakar dan kentang, Mendaline yang melihat makanan itu langsung mengingat saat di mana dia dan Askan pergi untuk makan di Cafe waktu itu. Mendaline berkata kepada Grace. "Aku ingin mencari makanan turki saja," ujar Mendaline. Grace yang tadinya hendak ingin memakan makanannya terhenti dan menatap Mata sang sahabat. "Hey, kita sudah pesan makanan, makanan sudah di depan mata kenapa kau berubah pikiran?" tanya Grace. Mendaline menjawab, "Aku tiba-tiba ingin makan makanan turki." Ini sebenarnya adalah alasan bagi Mendaline saja. Grace memandangi sang teman dengan penuh kehati-hatian lalu dia melirik ke arah purut Mendaline. Namun, Mendaline malah melotot ke arah sang teman, dia berkata kepada Grace. "Kenapa kamu melihat perutku? Ada apa dengan perutku? Apakah perutku berlemak?" tanya Mendaline. Grace menggelengkan kepalanya. "Bhkan seperti itu, maksudku begini kau ingin makan makanan turki, tiba-tiba kau ingin makan makanan turki?" Mendaline mengangguk. "Apakah kau sudah …." Grace menggantungkan ucapannya, hal ini membuat Mendaline makin malah melotot lebih lebar ke arah Grace. "Kamu jangan berpikir yang aneh-aneh, aku baik-baik saja dan tolong hentikan pemikiran anehmu itu!" ujar Mendaline. "Oke, ayo kita pergi ke restoran lain!" Mendaline langsung berdiri dari kursi dan menarik tangan sang sahabat keluar dari restoran itu, mereka mencari makanan yang diinginkan oleh Mendaline. * Beberapa saat kemudian setelah Mendaline dan Grace telah berada di sebuah restoran turki yang lumayan terkenal dan makanannya cukup enak, mereka berdoa sedang makan makanan. Grace bertanya kepada Mendaline. "Sampai di mana urusanmu? maksudku tesismu." Mendaline mendongak dari posisi makan menunduk ke meja, dia menatap ke arah Grace. "Sisa beberapa halaman lagi akan kuperbarui, minggu depan aku sudah bisa ujian untuk hasil tesis, berdoa saja semoga tidak sampai satu bulan lagi mungkin semuanya telah selesai," jawab Mendaline. "Kapan kamu mulai percaya Tuhan itu ada?" tanya Grace. "Siapa bilang aku mulai percaya Tuhan?" Mendaline menunduk sambil melanjutkan makan. "Kamu baru saja mengatakan berdoa untukmu," jawab Grace. "Lupakan," balas Mendaline. "Bagaimana denganmu?" tanya Mendaline menarik kembali Grace ke topik pembahasan semula, yaitu mengenai tesis mereka. Gracw berkata, "Aku tidak terlalu terburu-buru untuk menyelesaikan tesisku, tapi aku berpikir jika kamu duluan lebih lulus dariku sementara aku mati-matian masuk universitas untuk S2 ini untuk menemanimu, aku pikir itu tidak akan adil. Jadi, aku ingin cepat-cepat selesai dan kami berdua sama-sama wisuda bulan depan." Mendaline tertawa pelan, dia berkata kepada sang teman. "Baiklah, semoga sukses. Aku berpandangan ke depannya bahwa kami berdoa akan wisuda bersama-sama untuk gelar master kita nanti." "Aku menantikan itu," balas Grace *. Satu minggu kemudian, Mendaline keluar dari ruangan Profesor dengan senyum yang lebar dia menunjukkan thesis pada Grace yang telah menunggunya di depan pintu profesor. "Bagaimana?" tanya Grace. Mendaline yang tersenyum lebar itu menjawab, "Sudah bisa ujian lima hari lagi." "Aku sangat senang denganmu! Aku berharap waktu kau ujian nanti aku juga akan hujan di hari yang sama!" balas Grace. "Lalu bagaimana denganmu?" tanya Mendaline. Grace berkata, "Besok aku akan mendengar jawaban dari Profesor, mungkin Prof akan setuju." Mendaline mengangguk. "Semangat ya! semoga kita ujian bersama-sama. Ayo kita cari makan!" * Sesampainya mereka di sebuah restoran, Grace menatap restoran itu. "Ini bukanlah restoran biasa kita makan," ujar Grace. "Kenapa akhir-akhir ini kamu selalu mengajakku pergi ke restoran yang menurutku kita tidak terlalu sering mengunjungi restoran itu, biasanya kita mengunjungi restoran yang kita suka tapi kenapa beberapa hari ini tuh kami tidak lagi ke restoran itu?" tanya Grace. Mendalime menjawab, "Ini adalah restoran Indonesia." Grace mengangguk. "Ya, benar ini adalah restoran Indonesia, lalu?" tanya Grace. Mendaline menjawab, "Aku orang Indonesia." Grace mengangguk pelan. "Ya benar, kamu orang Indonesia, lalu? tanya Grace. Mendaline menjawab, "Aku ingin makan makanan Indonesia. Apakah kamu Keberatan?" tanya Mendaline setelah dia menjawab pertanyaan dari Grace. Grace menggelengkan kepalanya. "Aku tidak keberatan jika kamu ingin makan makanan Indonesia, kalau begitu mari kita makan makanan Indonesia. Kamu ingin makan makanan apa? aku pesan bakso mungkin ?" "Apakah ada referensi lain darimu?" tanya Grace terhadap Mendaline. Mendaline menjawab, "Aku lebih suka mana yang lebih enak yah? soto atau bakso?" "Kalau begitu mari kita makan bakso saja hari ini," ujar Mendaline. "Ok, baik. Mari kita pesan dua porsi bakso. Aku ingin mencoba dengan sambal yang pedas," ujar Mendaline. Grace berkata, "Kau masih suka makan pedas rupanya." "Ya, aku suka makanan pedas," jawab Mendaline. * Beberapa hari kemudian Grace dan Mendaline sangat sibuk mempersiapkan ujian. Askan telah dua minggu melakukan latihan gabungan bersama Angkatan Laut kerajaan Inggris, dia menelpon Mendaline. "Kamu di mana? aku di kampus," jawab Askan. "Askan kamu di mana? Apakah kamu sudah berada di daratan?" tanya Mendaline. Askan menjawab, "Aku di depan kampusmu." Mendaline melotot. "What? lagi?!" tanya Mendaline. Askan menjawab, "kenapa? tidak boleh?" "Bukan aku melarangmu tapi aku hari ini bener-bener sibuk, aku harus berurusan dengan administrasi kemahasiswaan di sini dan aku harus bertemu dengan Profesor dan beberapa pengujiku untuk meminta tanda tangan mereka karena aku akan ujian besok," jawab Mensaline. "Wow! aku temani saja!" balas Akan. Mendaline membalas, "Hohoho, sebaiknya jangan, aku bisa sendiri." "Lalu aku akan menunggumu tetap di depan kampusmu," balas Askan. "Hei! jangan seperti itu! seperti memaksaku untuk memilih pilihan yang sangat sulit," ujar Mendaline. "Kalau begitu selesaikan urusanmu, setelah selesai kita bertemu. Aku tetap menunggumu di depan kampus. Aku memang tidak punya pekerjaan, karena dua hari ke depan adalah hari libur," ujar Askan. "Baiklah," balas Mendaline. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN