Keesokan harinya, Faray pun seperti biasa, bangun tidur, mandi, membereskan pelaratan kampus, lalu turun ke bawah untuk sarapan. Namun, kali ini berbeda. Entah sudah berapa lama Faray mematut dirinya di depan cermin sehingga melupakan jam yang terus berdenting di hadapannya, siap untuk segera turun sarapan. Akan tetapi, lelaki itu seakan menulikan telinganya sehingga tidak mendengar apapun. Bahkan teriakan dari Liani pun tidak didengarkannya, membuat wanita dewasa itu bukan main. Tanpa pikir panjang, Liani pun mendobrak paksa pintu kamar Faray. Persetan dengan adiknya yang tidak tahu diri itu, sudah mau terlambat saja di dalam kamar. Tatapan Liani menajam kala melihat Faray yang masih asyik menata rambutnya di depan cermin. Dengan langkah gemas, ia pun menghampiri Faray. “Astaga, Faray !