Seminggu telah berlalu, Kayna dan Velly pun cukup disibukan oleh organisasi yang kian memadat serta ketidakhadiran Faray pun menjadi banyaknya pekerjaan kedua gadis itu. Apalagi ada pentas seni yang akan diadakan oleh kampusnya semakin menambah pekerjaan Kayna sebagai anggota BEM. Hari-hari Kayna pun dihabiskan di ruang bernuansa biru itu dengan kertas-kertas menumpuk di genggaman. “Kay, proposal pensi udah lo kerjain?” tanya salah satu rekan Kayna. Kayna mengangkat kepalanya sambil mengangguk, lalu kembali mengetikan sesuatu di laptop birunya dengan sesekali melirik ke arah kertas undangan yang akan disebar di beberapa universitas. “Gue ambil, ya. Di meja Faray, ‘kan? Soalnya Prof Andri udah nanyain,” pinta gadis berkuncir kuda itu lagi. Tanpa menatap rekannya lagi, Kayna pun menjawab