7. Look What You Made Me Do°

1708 Kata
MENDENGAR teriakan Sisilia dan perlawanannya, ternyata semakin membuat Ambrosio bernafsu. Pria itu semakin bersemangat. Plak!! Tamparan keras di pipi Ambrosio membuatnya berhenti sejenak. Sisilia menamparnya. Rasa panas dan nyeri mengerubuti pipinya. Ia menatap tajam pada wanita di bawahnya. Tatapan tajam dan penuh kebencian menusuk relung hatinya. Ia menyukainya. Menyukai sensasi baru itu. Ia bersuara menggeram pada Sisilia. “Berteriaklah, sayang!! Berteriak sesuka hatimu! Apa pun yang kau lakukan, aku tidak akan pernah melepaskanmu ... Karena aku tidak akan membiarkan seorang pun mempermainkanku!” Ambrosio lalu kembali menciumi leher dan da.da Sisilia dengan lebih kasar dan intens. Ia sengaja tidak mencium bibir Sisilia, agar ia bisa mendengar suara teriakan dan desahannya karena berusaha melawan. Semakin dia melawan, akan semakin meningkatkan adrenalin si penyerangnya. Sisilia menyadari efek psikologis itu. Makanya, dia berhenti berteriak. Gila! Gila! Gila! makinya dalam hati. Dia masih berusaha mendorong Ambrosio dengan tangan dan kakinya, tetapi laki-laki itu terlalu kuat, mengungkung tubuhnya sedemikian rupa sehingga lututnya tak dapat menendang selangkangannya. Sial! Dia seharusnya belajar bela diri, agar bisa menghajar pria itu. “Kau jahat!” Sisilia setengah membentak. Tangan Ambrosio menyingkap roknya dan menyelip ke dalam lingerie-nya. Bibir pria itu sibuk menciumi leher dan dadanya. Bunyi gesekan baju mereka menambah keseruan tersendiri, suhu meningkat dan napas Sisilia menjadi berat. Mendapat sentuhan seperti itu, membuatnya menjadi bukan dirinya sendiri. Dia mengerang nikmat seolah suara itu berasal dari orang lain. Kancing depan kemeja Sisilia dibuka oleh jemari Ambrosio yang terampil dan menampilkan belahan gundukan dara yang seperti p****t bayi gemuk. “Ah ...!” Mata wanita itu terpejam ketika ia menciumi sembari menghirup aroma belahan dadanya, beraroma stroberi bercampur bunga-bunga. Ia mengeluarkan sebelah bundaran dara Sisilia dari kungkungan dan menghisap puncak mungilnya dengan kelaparan. “Ahhh!!” desahan Sisilia terdengar makin berat dan nyaring, tubuhnya melengkung dan membiarkan pundaknya ditangkup oleh tangan besar Ambrosio. Oh ... ini menyenangkan sekali, batin Ambrosio. Ia menarik penangkup buah da.da yang sebelahnya, untuk membebaskan gundukan dara yang padat dan membelai puncak merah muda itu dengan jarinya. “Sisi ...,” desahnya sesaat sebelum lanjut mengulum lagi. “Hmmh?” Tangan Sisilia melingkari leher Ambrosio dan jemarinya meremas rambut hitamnya yang tebal. Oh..., melakukan ini dengan seseorang lebih baik daripada mengimajinasikannya, benar ‘kan? Sisilia bertanya sendiri dalam hati. Tetapi laki-laki ini serigala berbulu domba, tidak jelas apa maunya. Ia bersikap seolah-olah menjadi korban dalam situasi ini, padahal ia bisa mendominasi semuanya dan mengontrol segalanya. Ia seolah-olah laki-laki yang baik dan bertanggung jawab, tetapi ia menjadi rakus dan ia ... laki-laki yang licik! Apakah Sisilia sekarang menjadi wanita binal? Ketagihan dan mudah sekali terseret nafsu birahi. Inilah makanya pada usia subur, sebaiknya laki-laki dan perempuan tidak menunda-nunda untuk menikah, mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak senonoh! Bunyi getaran telepon secara otomatis membuat Sisilia menegakkan tubuhnya dan mencari-cari teleponnya dalam saku mantel. Ambrosio yang tengah asyik mengisap puncak dara Sisilia, turut menegakkan tubuh dan duduk memangku wanita itu. Setengah sadar, Sisilia menjawab teleponnya. “Hmh, halo?” ujarnya dengan suara lemas. “Sisi ... kenapa kau belum datang juga, sekarang shift-ku sudah berakhir!” keluh Pevita, rekan kerjanya di lab melalui telepon. “Ah?” Mata Sisilia terbuka lebar. Dia melirik jam tangannya, sudah jam 2 siang. “Oh ... hm ... ah ...,” desahnya sambil berusaha menata pikiran, antara rasa terkejut dan terlalu menikmati. Sebelah tangannya di telepon, sebelahnya lagi meremas rambut Ambrosio. “Dokter Tamvan mencarimu,” lanjut Pevita. “Dokter Tamvan???” ulang Sisilia dengan kening berkerut. Mendengar kata dokter tampan, Ambrosio melepaskan emutan mungil Sisilia dari mulutnya, wajahnya merengut, seperti anak kecil yang diambil empengnya. Oooh, Sisilia ingat sekarang. Dokter Tamvan itu gelar mereka untuk si dokter yang tidak tampan sebenarnya. “Mau apa dia?” tanya Sisilia pada rekannya di telepon. Secara tanpa sadar dia menaikkan bra menutupi kembali gundukan daranya. Wajahnya menghadap ke arah lain karena sedang konsentrasi menelepon, mengindahkan Ambrosio yang tengah kesal karena kesenangannya terganggu. “Dia komplain soal hasil pemeriksaan yang kau serahkan.” “Pemeriksaan yang mana?” “Sampel 9234 dan 9239, kemarin siang.” Sisilia mengangkat tubuhnya dari pangkuan Ambrosio. Berdiri sambil asyik menelepon. Ambrosio mendengkus kesal. Wanita ini, kalau soal pekerjaan dia tidak peduli yang lainnya. “Kemarin siang? Samplenya sudah dimusnahkan, ‘kan? Kenapa ia baru komplain sekarang? Dokter itu sepertinya selalu mencari hal denganku, ya?” “Entahlah, mugkin ia ada hati sama kamu?” “Hah?” Sisilia mengeluarkan tawa sinisnya. “Dan satu lagi, sampel karyawan kamp batubara baru saja tiba, ada 500 sampel, mereka minta hasilnya besok siang sudah dikirim. Sisi, sepertinya kau harus lembur malam ini.” “Tidak masalah,” sahut Sisilia. “Lagi pula aku sering mengambil shift siang dan malam sekaligus. Malam ini akan kuselesaikan semuanya, tolong simpankan dulu sampelnya dalam pendingin, ya. Thanks, Pevi ....” Sisilia lalu menutup teleponnya dan baru menyadari penampilannya yang berantakan. Kemeja terbuka, rok tersingkap, rambut acak-acakan. Dia menggaruk-garuk kepala dan tampak salah tingkah sendiri. Dia melirik pada Ambrosio yang tampak sama kacau dengan dirinya. “Uhm..., aku harus pergi” ujarnya. Laki-laki itu bergeming. Sisili merapikan pakaiannya, membereskan bawaannya berupa sebuah tas selempang kecil, lalu keluar meninggalkan Ambrosio begitu saja, seolah bukan apa-apa, dan tak terjadi apa-apa. Ambrosio menelengkan kepalanya memikirkan kepergian Sisilia. Apa wanita itu tidak punya perasaan romantis dan perhatian padanya? Wah, sepertinya ia harus berusaha keras untuk jadi pusat perhatian seorang wanita seperti Sisilia. Banyak cerita dituliskan tentang kakak beradik perempuan, dengan plot si kakak atau salah satunya lebih mendapatkan perhatian, atau mendapatkan segalanya, sedangkan salah satunya tersisih dan jadi protagonis dengan nasib penuh derita dan air mata. Hal itu juga terjadi pada Anastasia dan Sisilia. Hanya saja Sisilia tidak punya lagi air mata tersisa untuk menangis. Dia gadis yang tegar dan pantang menyerah. Dia tidak akan berkubang derita dan air mata. Dia lebih memilih kerja keras dan prestasi. Sejak dulu, jika dia punya teman lelaki, begitu melihat Anastasia, mereka akan mendekatinya untuk minta dikenalkan dengan kakaknya itu, atau kirim salam untuk kakaknya dan minta dijodohkan dengan kakaknya. Itu terjadi setiap saat sampai sekarang. Dan mirisnya lagi, bahkan Ambrosio yang patut masuk kategori pangeran impiannya pun, akhirnya menikahi Anastasia hanya karena namanya. Jadi, siapapun, tidak terkecuali Ambrosio, adalah BIG NO, baginya. Anggaplah ia hanya kudapan yang boleh kau cicipi kadang-kadang jika Anastasia lengah, hehehe .... Menyedihkan! Setelah pertemuan mereka di ruang kerja Ambrosio, keesokan harinya Sisilia pulang kerja setelah shift malam. Sisilia mengetahui kakaknya dan Ambrosio memilih tinggal di rumah bersama orangtuanya, berarti termasuk bersama dirinya. Mereka, makan pagi bersama. Ayah dan ibunya sangat bersemangat melayani Ambrosio dan menyiapkan aneka hidangan di piring pria itu. Ambrosio menanggapinya dengan dingin dan tenang. “Oh, Sisi!” panggil Anastasia ketika melihat adiknya datang ke ruang makan dalam setelan kerjanya seragam Rumah Sakit Cinta Sejati yang berwarna putih. Wajah adiknya tampak lusuh dan kusam. “Mari duduk sini, kita sarapan bersama,” ajaknya ramah. Sisilia hanya mengangkat tangan malas. “No, thanks! Aku lebih perlu tidur saat ini daripada makan,” gumamnya. Dia membuka kulkas, memakan beberapa buah stroberi dan menenggak sekotak s**u putih, menutup kulkas, lalu berbalik hendak menuju ke kamarnya. “Apa kau akan makan itu saja?” tegur Ambrosio “Kau bisa jatuh sakit dan jadi kurus nanti.” Sisilia menggaruk mengacak-acak rambutnya sendiri. “Itu cukup, stroberi buah yang sehat, kaya antioksidan dan vitamin tambah darah. s**u memberiku cukup lemak untuk beberapa bagian tubuhku,.. thanks atas perhatianmu, kakak ipar ...,” tukasnya. “Sekarang aku mau ke kamarku. Aku perlu tidur!” Sisilia berjalan gontai ke kamarnya di lantai dua. Rasanya dia seperti mayat hidup karena saking lelah dan mengantuknya. Sampai di tempat tidur beralaskan sprei polos warna merah muda, Sisilia menjatuhkan tubuhnya dan dia langsung menghilang dalam dunia mimpi. Selesai sarapan, Ambrosio masuk ke dalam kamar Sisilia dan menatap lembut pada tubuh yang terbaring sembarangan di ranjang. Ia merasa iba pada Sisilia. Ia melihat jelas perbedaan perlakuan orang tua Sisilia dengan kakaknya, Anastasia, karenanya ia cenderung tidak menyukai tipe-tipe wanita seperti Anstasia. Ia mendekati Sisilia. Wanita itu tidur tengkurap di ranjangnya. Perlahan-lahan, ia melepaskan jas kerja Sisilia saat wanita itu bergerak sendiri menelentangkan tubuhnya. Matanya terpejam dan napasnya lembut teratur. Ambrosio tersenyum tipis melihatnya. Sisilia pasti sangat kelelahan. Dia wanita yang sangat berdedikasi pada pekerjaannya. Ambrosio kemudian membuka kancing kemeja Sisilia dan melihat beberapa kissmark yang dibuatnya kemarin di leher dan da.da Sisilia. Itu karya seni yang indah, desir hatinya. Ia melepaskan kemeja tersebut dari tubuh Sisilia, lalu melepaskan roknya, dan terakhir kaos kakinya, menyisakan bra dan lingerienya di tubuh gadis itu. Tubuh yang berlekuk bak biola. Indah!! Ia menaiki ranjang dan setengah berbaring di sisi Sisilia. Menatap sepuasnya. Sehabis bercinta di hotel waktu itu, setelah bangun tidur ia berharap menemukan Sisilia seperti ini. Tidur tenang di sampingnya. Ternyata Sisilia meninggalkannya karena pekerjaan. Apa pekerjaannya lebih penting? Memangnya berapa banyak sih uang yang dihasilkan Sisilia dari pekerjaannya? Tidak sebanyak penghasilannya sebagai CEO, ‘kan? Tetapi ia tahu, saat ini perkerjaan bagi Sisilia adalah yang paling utama dalam hidupnya. Sedangkan bagi Ambrosio, setelah ia mengenal Sisilia, Sisilia lah yang utama dalam hidupnya. Inilah yang dinamakan jatuh cinta. Malangnya, ia jatuh cinta di tengah kekacauan yang dibuatnya sendiri. Kalau melihat tabiat orang tua dan kakaknya, Ambrosio sebenarnya khawatir kalau-kalau mereka akan menyakiti Sisilia, karenanya ia masih memegang kontrol terhadap keluarga ini. Lagi pula dengan begini, ia punya kemudahan akses menemui Sisilia, tanpa dihalang-halangi orangtua maupun kakaknya. Ia pun masih bersikap baik pada mereka karena memandang mereka adalah kerabat Sisilia, dan siapa tahu mereka tidak seburuk kelihatannya. Apakah Sisilia bisa memahami niat baiknya? Please, please, look what you made me do, my red woman! Aku banyak melakukan hal bodoh karena kamu, dan kita bersama dalam waktu dan situasi yang tidak tepat, tetapi saat ini, inilah yang terbaik yang bisa kulakukan. Bersamamu, walaupun statusku sebagai kakak iparmu. Jam demi jam berlalu. Ketika terbangun dari tidurnya, jam setengah empat sore, Sisilia mendapati Ambrosio tertidur disampingnya, dengan tangan memeluk pinggulnya, membuat Sisilia menepuk jidatnya sendiri. Ini sungguh konyol! Namun hal itu tidak menjadi masalah lagi bagi Sisilia, karena keesokan harinya, dia ke luar negeri untuk mengikuti pendidikan pelatihan teknisi laboratorium patologi klinik. Selama 2 tahun. Di Jepang. Bye, bye, Ambrosio, you're out of my way and out of my life!! *** Bersambung .... ( ◜‿◝ )♡
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN