"Ada perlu apa kalian datang ke sini?" tanya pria itu.
Ibunda dari Hassel segera mengatakan apa keinginan beliau hingga sampai datang ke sana. Pria itu pun tertawa terbahak-bahak dan mengiyakan perkataan mereka. Pria itu bangga, sebab ada orang yabg sepemikiran dengannya. Dia adalah salah satu orang yang senang akan kehancuran.
Sejak saat itu, Hassel dan ibudanya menempati rumah milik laki-laki itu. Dia belajar segala hal di saja, namun dominan dengan ilmu hitam untuk mencelakai orang. Sedangkan ayahnya Hassel kebingungan mencari mereka. Sejak kepergian mereka malam itu, Ayah Hassel baru menyadarinya di pagi hari saat mereka semua menunggu untuk sarapan. Hassel dan ibundanya kala itu tak kunjung datang. Suasana yang harusnya bahagia, tetapi malah riuh karena hilangnya Hassel beserta ibundanya.
Mereka pun melakukan pencarian, sebab gakut terjadi apa-apa dengan mereka. Alberic merasa bersalah, sebab dia membuat saudara laki-lakinya itu pergi meninggalkan rumah ini.
"Ayah," panggil Alberic saat ayahnya selesai memerintah para prajuritnya.
"Iya," jawab ayahnya sembari menoleh ke arah dia.
"Yah, jika Hassel nantinya di temukan, aku rela memberikan tahta ini kepadanya. Aku rela kehilangan tahta, dari ada kehilangan saudara dan ibunda," ujar Alberic dengan tulus.
"Nggak akan. Apapun keputusan Ayah, tak bisa diganggu gugat. Jika memang mereka pergi karena keputusan ini, silahkan! Dengan senang hati Ayah merelakan. Ayah memilih yang terbaik dari yang baik. Jika Ayah memilih untuk mengalah tetapi itu salah, maka bukan keluarga kita yabg ditaruhkan tetapi semua penduduk di sini. Kenapa Ayah mencari mereka saat ini? Sebab Ayah ingin tahu alasan mereka saja. Jika suka, baiklah harus terima yang ada. Jika enggak, silahkan berpendapat dan keputusan tetaplah keputusan." Ayah mengatakan itu dengan tegas.
Alberic tak bisa mengelak dengan perkataan ayahnya ini. Dia hanya menatap ayahnya tanpa melakukan penolakan lagi.
"Ini juga pesan buat kamu nantinya. Jika kamu memiliki anak nantinya, kenali mereka, didik mereka. Mereka akan memiliki sifat yang berbeda, ada yang baik tapi arogan. Ada juga yang licik tapi penurut. Ada juga yang baik tapi lemah. Nggak ada yang sempurna. Pilihlah dia yang mampu mengayomi, mampu tegas dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Tak ada pemimpin yang ingin kesejahteraan diri sendiri," tambah ayahnya.
"Baik, yah. Maafkan aku," jawab Alberic.
"Nggak ada yang perlu di salahkan. Kamu di rumah saja, persiapan pernikahanmu sudah semakin dekat. Ayah nggak mau, pernikahanmu gagal karena orang yang tak pernah menyukai kita saja. Jangan hiraukan mereka, jika bisanya hanya mengacaukan saja," tukas ayahnya.
Mereka pun melakukan pencarian hingga beberapa hari, tetapi tak mendapatkan hasil apapun. Mereka semua juga tak pernah kepikiran untuk mencari di dalam hutan. Hingga sudah satu minggu mereka mencari, ayah Alberic meminta semua prajurit dan warga untuk mencari mereka berdua sebab tepat hari ketujuh paska hilangnya Hassel dan ibundanya adalah hari penikahan Alberic dan Lynn.
Mereka berpesta dan mencoba melupakan hilangnya Hassel dan ibundanya. Saat itu, amarah mereka memuncak sebab merasa tak ada yang pernah memperdulikan Hassel dan ibundanya, tetapi malah berpesta di tengah kesedihan mereka.
"Bisa-bisanya mereka menggelar pesta tanpa kehadiran kita," ujar ibundanya Hassel.
"Memang sepertinya kita tidak pernah dianggap oleh mereka. Kita hanya sampah!" jawab Hassel dengan penuh kebencian.
Mereka pergi dari sana dengan hati yang penuh kebencian. Mereka berdua tidak pernah tahu usaha Ayah dan jajarannya untuk mencarinya. Mereka hanya tahu datang di acara pernikahan Alberic yang mereka anggap tak menghiraukannya.
----
Mulai sejak itu, Hassel mendalami ilmu yang ia pelajari dengan penuh kebencian dalam hatinya. Dia semata-mata ingin memusnahkan keluarga dan tahta yang dimiliki Alberic. Hingga saat ini, Alberic memiliki anak yang akan menjadi penggantinya untuk mewarisi segala tahtanya, Hassel yang sudah menua masih memikiki rasa iri dan ingin menduduki tahta itu.
Nyonya Lynn sebagai ibunda Adelio tak ingin anak kesayangannya harus musnah di tangan orang yang seharusnya ia panggil sebagai paman. Nyonya Lynn juga tak habis pikir dengan cara berpikir orang yang egois walaupun sudah menua.
"Adelio, Ibu ingin kamu berlatih sungguh-sungguh. Masalahnya, Ibu dan Ayah tahu, siapa lawanmu saat ini. Dia ahli dalam memanah dan dia bertahun-tahun mempelajari semua hal. Ibu tak ingin, kamu menjadi korban di dalam keegoisannya," ujar Nyonya Lynn saat masuk ke dalam kamar Adelio, sebelum anaknya itu istirahat
"Baik, Ibu. Percayakan semua ini kepada anakmu. Entah apa yang menjadi faktor penyihir hitam membenci kita, tapi tak akan pernah kubiarkan dia menyakiti keluargaku," ujar Adelio dengan suaranya yang tegas.
Nyonya Lynn hanya mengelus kepala anaknya yang sudah beranjak dewasa. Dia nggak akan pernah menyangka beban seberat ini, yang akan dia pikul di pundaknya.
"Baiklah, anakku. Kamu beristirahatlah. Maafkan Ibundamu ini jika suka khawatir dan mengganggilmu," ujar Nyonya Lynn sebelum beliau pergi dari kamar Adelio.
Setelah ibundanya pergi, Adelio berdiri di samping jendelanya sembari menatap orang yang berlalu lalang di istananya. Namun, tiba-tiba wajah cantik wanita yang ia temui tadi kembali melintas dalam pikirannya. Adelio mengusap kasar wajahnya, dia tak tahu rasa apa yang ada dalam hatinya saat ini.
"Apa boleh, aku mengagumi seseorang yang baru pertama kali aku lihat?" gumamnya.
Adelio merasa asing dengan rasa ini. Rasa yang pernah membatu karena masalalu yang begitu kelam. Dia yang menutup rapat hatinya, entah kenapa saat ini terasa perlahan ada yang menggedor hatinya hingga membuat dia gelisah. Dia memutuskan untuk berbaring di atas kasur, lalu mencoba memejamkan mata. Namun, bayangan Grizhelle seakan menghantuinya.
Hingga kembali terdengar suara ketukan pintu kamarnya, dia tak tahu dia berapa lama bengong memikirkan hak yang sama.
Tok! Tok! "Den, di tunggu Tuan dan Nyonya di meja maka."
"Iya," jawab Adelio, sembari duduk di kasurnya. Lalu, dia bergegas beranjak dan berjalan menuju ruang makan.
Terlihat Ibunda dan ayahnya sudah duduk di ruang makan sedang menunggu kedatangannya.
"Maaf Ibu, Ayah jika harus membuat kalian menunggu," ujar Adelio sembari membungkukkan badan.
"Silakan duduk, Nak. Kami juga baru, kok," ujar Tuan Alberic.
"Makasih, Ayah," jawab Adelio, lalu dia duduk.
Mereka menyantap makanannya tanpa ada perkataan di dalamnya. Mereka membiasakan untuk bungkam kala ada makanan di hadapannya.
"Adelio, nanti Ayah dan Ibu tunggu di ruang tengah." Tuan Alberic memberitahukan itu setelah mereka selesai makan.
"Baik, Ayah. Aku akan ke sana saat ini," ujar Adelio.
"Oke, kita bebarengan saja saat ke sana." Tuan Alberic pun beranjak terlebih dahulu dari meja makan, kemudian di susul Nyonya Lynn dan Adelio. Mereka berjalan hampir bersamaan menuju ruangan yang sudah di tuju.
Mereka duduk sembari mengobrol. Hingga pertanyaan Nyonya Lynn membuat Adelio terperangah.
"Adelio, apa kamu tak ingin untuk menjalin hubungan lagi dengan seseorang? Maaf, bukannya Ibunda ingin mengingatkan kamu dengan masa yang sudah usai, tapi sampai kapan kamu akan bertahan seperti ini, Nak?" tanya Nyonya Lynn.
Adelio pun tersenyum, sebelum menjawab pertanyaan ibundanya. "Belum, Bu. Tapi nanti diusahakan, ya. Maaf, jika saat ini belum membahagiakan kalian."
"Apa kamu belum bisa melupakannya dari hidupmu?" tanya Nyonya Lynn lagi.
"Hahaha, sudahlah, Ibunda. Aku tak ingin mengingat lagi perkara itu. Semua yang sudah kuanggap usai, sudah kulupakan dari hidupku. Kuharap, Ibu dan Ayah tak membahas dia lagi, ya. Bukan karena aku mengingat atau tak bisa melupakannya, tetapi karena belum ada keinginan di dalam hatiku untuk membuka lembaran baru dengan seseorang." Adelio mengatakan itu dengan senyuman yang terlihat terpaksa.
Bukan hak mudah bagi Adelio untuk melupakan seseorang yang lama dan bahkan mengambil semua rasa dalam hatinya. Dia saat ini mencoba menyembuhkannya, walaupun tak berniat melupakan orang itu. Bagaimana melupakan seseorang yang memang dia mengenalnya? Bagi Adelio, amnesia aja tak bisa merubah orang melupakan sesuatu sepenuhnya, apalagi dalam keadaan sehat seperti ini.
"Maafkan aku ya, Nak. Terkadang Ibunda juga ingin menimang anak dari keturunanmu. Maafkan keegoisan Ibunda ya, Nak," ujar Nyonya Lynn.
Adelio pun menganggukkan kepalanya. Setelah itu, tak ada pembahasan masalah itu. Mereka membahas tatanan kota yang akan di lemparkan di bawah kepemimpinan Adelio nantinya. Tuan Alberic memberikan penjelasan dan pesan untuk Adelio. Beliau ingin, anaknya menjadi pimpinan yang terbaik setelah dirinya nanti. Tuan Alberic banyak harapan kepada anak satu-satunya itu.
Tuan Alberic hanya tak ingin, kota ini di pimpin oleh orang yang salah. Orang yang murka dan memperlakukan dengan seenaknya sendiri. Apa yang menjadi kebahagiannya, Rakyatnya juga harus bahagia. Beliau tak ingin dia atau anaknya memiliki jiwa yang egois.
"Ingat selalu pesan Ayah ya, Nak. Jangan permalukan ayah dengan tingkahmu. Percayalah, sedikit kesalahanmu akan menjadi bahan cemoohan di kota ini. Ayah tahu, tak ada orang yang sempurna, tetapi berusahalah melakukan yang terbaik agar mendapatkan hal yang terbaik juga.Ayah percaya kepadamu," ujar Tuan Alberic.
"Iya, Yah. Semoga aku bisa menjalankan sebagaimana perintahmu. Maafkan anakmu, jika saat ini masih dalam tahapan belajar. Aku tahu, jika Ayah adalah pimpinan yang terbaik, yang mempunyai jiwa sosial dan segala hal. Entah, terkadang pesimis takut tak bisa seperti ayah nantinya," ujar Adelio.
"Nak, yakinlah. Semua tidak ada yang tak mungkin," sahut Nyonya Lynn.
☆☆☆
Hai...
Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE.
Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB.
Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilan saya?
Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan.
Lina Agustin