Pak Dosen, Kamukah Jodohku?

Pak Dosen, Kamukah Jodohku?

book_age16+
570
IKUTI
2.3K
BACA
goodgirl
student
sweet
campus
school
lecturer
like
intro-logo
Uraian

BLURB

"Pak Alfa, dapat salam dari Bu Marina."

"Bu Marina siapa Ri?" tanyanya polos entah pura-pura atau memang tidak tahu nama lengkap dosen cantik itu.

"Dosen fisika yang baru dan cantik, masak Bapak nggak kenal?"

"Oh Bu Nana. Kapan kamu ketemu dia?"

Apa mereka sudah sedekat itu, buktinya Pak Alfa memanggilnya dengan nama khusus. 

Aku hanya merenung membayangkan hal yang seharusnya tidak aku pikirkan.

"Tadi pagi. Bu Rina cantik ya Pak?" 

Aku mencoba memancing reaksi Pak Alfa.

Namun laki-laki di depanku hanya tersenyum singkat lalu bersikap santai.

"Iya cantik. Masih single juga," balasnya membuatku salah tingkah.

"Pak Alfa dan Bu Rina pasangan yang serasi," ucapku spontan.

"Hmm, menurutmu begitu ya?" 

Pak Alfa sudah duduk di kursi yang seharusnya nanti ditempati Niko privatku. Dia mencoba menatapku tajam. Apa dia marah atas ucapanku.

"Kamu rela aku dekat dengan Bu Rina, Ri?"

tanyanya serius membuatku tersentak. Degup jantung ini mendadak semakin terpacu. Aku terjebak sebuah pertanyaan yang membuatku akan terpuruk sendiri.

ic_default
chap-preview
Pratinjau gratis
JPD 1 Awal Pertemuan yang Memalukan
Pov Riyanti Namaku Riyanti, sering dipanggil Yanti tapi bukan artis Kridayanti lho. Siang hari selepas Zuhur, aku bersama Amel seperti biasa ke warung nasi rames yang berjarak sekitar 300m tidak jauh dari kos. Kalau ditanya kenapa kami suka beli makan di situ jawabnya karena penjualnya sangat ramah. Pemiliknya suka dipanggil Mbok Nem asli dari Bandung. Entah nama asli atau bukan tapi itulah panggilan akrab para pel*ngg*n terbanyaknya yang tak lain adalah anak-anak kos. Aku dan Amel termasuk pel*ngg*n setianya karena beli makan di sini tergolong ramah di kantong. Aku dan Amel kuliah di jurusan matematika salah satu universitas di Yogyakarta. Kami memang senasib masuk dengan tanpa tes, yakni mengandalkan nilai raport. Alhamdulillah beruntungnya kami dulu dari SMA swasta di daerah pelosok, aku dari lereng gunung Sumbing Magelang Jateng dan Amel dari lereng Lawu Jatim. Kami termasuk berprestasi dari sekian gelintir murid yang ada dan mendapat kesempatan kuliah di kota pelajar. "Mau makan apa hari ini, Ti?" tanya Amel yang sejujurnya nggak perlu dijawab pasti dia sudah tau makanan favoritku saat dompet masih lumayan tebal. Lama tak kujawab, hanya senyum yang kulontarkan. "Pasti pindang?" "Tau aja kamu, Mel." "Kamu kan habis dapat honor privat haha." Ya dia hafal benar denganku yang memilih menu makanan disesuaikan budget. Kalau dompet lagi tebal maka kami pilih menu makanan yang sedkit mewah dan bergizi macam pindang. Sedangkan saat dompet menipis maka kami memilih nasi sayur lauk tempe tepung. Beginilah nasib anak kos yang ingin berusaha menjaga status gizi dengan pengeluaran sengirit-ngiritnya. "Neng Yanti dan Amel, ni pindang tinggal satu," seru Mbok Nem saat kami mendekati lemari kaca tempat menu makan dihidangkan. Di warung ini swalayan alias mengambil sendiri- sendiri. Amel yang tahu aku suka sekali dengan pindang segera mengibaskan tangan ke Mbok Nem dan beralih memilih menu lain. Karena siang hari, wajar pel*ngg*n warung berdatangan. Aku segera mengambil piring dialasi kertas minyak karena kami terbiasa beli nasi dibungkus untuk dimakan di kos. Aku mengisinya dengan Nasi, oseng kangkung dan terakhir pindang yang sudah menggoda mata. Segera kutusukkan garpu pada pindang yang hanya tersisa satu di wadahnya. Tapi hal tak terduga terjadi, ada satu garpu lagi yang sudah tertancap tepat disisi garpuku. "Maaf, ini saya dulu yang ambil," ucapku "Jelas saya yang menancapkan garpu duluan," katanya tak mau kalah. Sekilas terdengar suaranya seorang laki-laki tapi aku belum berani menatapnya. Kalau boleh aku ingin egois karena pindang ini membuat selera makanku naik yang berefek moodku bagus. Tentu hal ini mendongkrak aktivitas keseharianku yang tak putus dari kesibukan kuliah, organisasi serta mengajar privat. "Ladies first," ucapku yang masih kekeh. "Budayakan antri, FCFS (first come first served/pertama datang pertama dilayani)." Seketika aku teringat mata kuliah teori antrian. Aku dan Amel yang kini menginjak semester 6 harusnya lebih dewasa, bukan seperti anak kecil yang berebut antrian. Tapi tunggu dia kan juga kelihatan seperti bukan mahasiswa baru. Kuberanikan menatap wajahnya. Duh malunya aku, segera kutolehkan wajahku ke samping tak berani lama-lama menatapnya. 'Kenapa wajahnya harus seadem ini?' gumanku yang segera disenggol Amel. Sahabatku rupanya ikut malu melihatku berebut sambal pindang yang tinggal satu dengan seorang laki-laki tampan sekitar 26tahun usianya kalau aku tak salah tebak. Dia mempesona, berkulit kuning rambut lurus disisir rapi. Badannya atletis terlihat dari kaos slim yang dikenakannya, pasti dia rajin berolahraga. Satu kata lagi fix dia tampan, tapi sikapnya tidak mencerminkan fisiknya. Rasa kagumku langsung menguap entah kemana. "Maaf Mas, ini sambal pindang kesukaan Neng Yanti. Gimana kalau Mas pilih yang lain?" Aku tersenyum penuh kemenangan mendapati Mbok Nem membelaku. Tapi tidak dengan laki-laki itu. Dia masih menatapku dengan tatapan dingin. "Mbok lain kali budayakan antri, yang lebih dulu ya dapat duluan," ucapnya menyarankan. Ada sedikit rasa nyeri di dadaku tepatnya sakit hati kenapa laki-laki ini tak mau mengalah pada perempuan. Teori antrian yang telah kupelajari sudah tidak aku praktekkan karena mengincar sambal pindang. Sudah bisa kupastikan dia tercoret dari list kriteria calon pasanganku meski dia tampan. Mungkin aku kepedean mengklaimnya di list calon pasanganku. Akhirnya dia mengalah dan membiarkanku tersenyum bahagia sementara dia menggerutu. "Ti, kamu kenapa ngotot sih. Malu-maluin tahu," bisik Amel padaku. "Hmm, nggak tau juga Mel. Aku cuma mau menunjukkan ladies first, apa dia golongan yang menggaungkan slogan itu. Ternyata enggak. Amel hanya menggelengkan kepalanya. Akhirnya kesampaian juga aku makan siang dengan sambal pindang setelah berdebat dengan laki-laki yang asing bagi aku dan Amel karena dia baru kali ini terlihat di warung Mbok Nem. "Hey, makannya jangan sambil senyum-senyum sendiri. Mbayangin laki-laki yang tadi, huh?" Aku hanya tersenyum simpul. "Sebenarnya aku malu, Mel. Aku berharap kita nggak akan ketemu lagi sama orang itu." "Ya mana kita tahu. Barangkali dia satu kampus dengan kita hayo?" "Ah, jangan nakut-nakuti aku Mel." Seketika Aku merasa takut dan bersalah pada laki-laki itu. Takut kalau benar adanya kami akan ketemu di kampus yang sama dan bersalah telah merebut pindang karena jelas dia yang menusuk garpunya duluan. 'Oh tidak, aku tidak mau pusing memikirkanmya. Banyak yang harus aku pikirkan daripada mikirin laki-laki itu.' Aku harus mikir kuliah, menjabat sekretaris di organisasi serta mengajar privat beberapa murid. Terkadang ada job ngajar kelas di luar kota saat akhir pekan tapi hanya tertentu saja. Semua kulakukan demi mengembalikan senyum bapak ibu yang sudah 7 tahun sirna bersamaan dengan bangkrutnya bisnis Bapak. --- Pagi-pagi sekali aku sudah berdandan dengan kemeja motif floral sepanjang lutut dan celana hitam serta jilbab marun senada baju. Tak lupa kupoles tipis bedak tabur dan lipstik harga murah untuk melembabkan bibir yang kering karena sring terpapar sinar mentari. Sementara Amel lebih pintar berdandan, dia lebih fashion tapi masih sopan. Dia sama berhijabnya denganku. Kami sudah sampai di ruang kuliah setelah berjalan dari kos. Sedikit terengah-engah saat duduk karena ruangnya di lantai 3 gedung C. Kali ini kami ada jadwal kuliah analisis riil, oh mata kuliah apa ini. Tiba-tiba ada tepukan di bahuku dari Amel yang mengisyaratkan aku untuk melihat arah pintu. "Astaghfirullah, doaku ternyata tidak terkabul." Pagi ini muncul secara tiba-tiba mahasiswa baru di kelas kami. Eh bukan, ternyata dia duduk di kursi dosen. "Astaga, laki-laki itu yang kemarin bukan?" ucap Amel berbisik di telingaku. Aku hanya terbengong dan menyambar buku yang di pegang Putri sahabatku selain Amel untuk menutupi wajahku. 'Ya Rabb, dari sekian banyak orang kenapa harus ketemu laki-laki itu di sini. Ingin rasanya kutenggelamkan saja wajahku di bantal kamar kosku.'

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.0K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
161.1K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
289.4K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
3.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
210.5K
bc

TERNODA

read
192.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
224.2K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook