Dan akhirnya malam penuh keringat pun dimulai, Setelah Horison memarkirkan mobilnya di sebuah hotel, Horison yang sudah memesan lebih dulu pun segera masuk ke dalam kamar setelah mengambil kunci kamar mereka dari resepsionis.
Desahan dan lenguhan pun tak bisa di hindari.
Keduanya kini saling memacu dalam menggapai kenikmatan.
Horison membelai wajah cantik Sofia, dan Sofia hanya bisa terpana melihat pria tua namun gagah di atasnya. Pria tua itu masih terus bergerak memacu, menghujamnya dengan gerakan teratur dan tegas.
"Kau luar biasa." Tatapan Horison tak lepas dari Sofia, merasai kenikmatan yang tengah dia rasa, sedangkan Sofia hanya bisa mendesah tak berdaya.
Satu jam kemudian ...
'Pria tua yang menggairahkan, aku rasa kau terlalu cepat tua.' Sofia membatin saat ini mereka baru saja selesai dengan kegiatan panas mereka, dan jauh dari bayangan Sofia, pria tua ini sangat kuat hingga Sofia merasakan puncaknya berkali- kali.
"Apa yang kau lihat?" tanya Horison menoleh dan menatap Sofia yang terus melihat ke arahnya.
Sofia tersenyum dan merangkak naik ke tubuh Horison yang masih telanjang "Kau luar biasa Pak Tua."
Horison hanya terkekeh.
"Aku rasa kau terlalu cepat tua, aku tidak percaya dengan yang kau katakan tentang usiamu." Tangan Sofia membelai rahang Horison
"Mengapa bicara seperti itu?" Horison memejamkan matanya menikmati tangan mungil Sofia membelainya.
"Karena kau terlalu hebat dan menggairahkan." Horison melenguh saat Sofia mengecup dadanya lembut.
"Haruskah kita memulainya kembali?" tanya Horison.
"Really? Kau masih kuat?" Sofia bertanya dengan raut wajah tak percaya.
"Kau terlalu menyepelekan pria tua ini Baby," Horison membalik posisi mereka hingga kini Sofia berada di bawahnya.
Dan selanjutnya kembali terdengar desahan dan lenguhan dari keduanya.
.
.
Keesokan harinya, Sofia hanya bisa merutuki dirinya di dalam toilet.
"Bagaimana bisa aku lupa memakai pengaman, ini karena pria tua sialan itu terlalu nikmat, b******k," umpat Sofia, tapi dalam bayangannya dia terus mengingat wajah tampan Horison, ketika pria tua itu tersenyum membelai wajahnya dan terus memacunya terus terbayang "Apa aku jatuh cinta padanya," Sofia menggeleng, tidak mungkin dia jatuh cinta pada pria yang sudah tua, namun sedetik kemudian gumaman dari mulutnya kembali terdengar "Tapi rambut putihnya justru membuatku b*******h. Ah sial, dia terlalu menggoda." Sofia menggigit bibirnya merasakan debaran di jantungnya.
Sofia keluar dari kamar mandi setelah menenangkan hatinya.
Melihat Horison mengancing kemeja, membuat Sofia menelan ludahnya kasar, gerakan pria tua itu terlalu seksi untuk ia lewatkan, Sofia bahkan masih bisa mengingat d**a bidang Horison beserta otot perut yang masih sempurna, meski usianya tak muda lagi.
Horison menoleh dan melihat Sofia masih berdiri mematung di tempatnya. "Untukmu," Horison menyerahkan selembar cek.
Sofia tertegun, dan merasakan hatinya tiba- tiba berdenyut perih, kenapa dengan dirinya?
Melihat Sofia hanya diam Horison menghela nafasnya dan berkata, "Jangan salah paham, aku hanya memberikan apa yang harus aku berikan ... atau, apakah ini kurang?" Horison berkata dengan datar seolah perkataannya tak akan menyakiti Sofia.
"Sepertinya kau yang salah paham, Pak Tua." setelah mengatakan itu Sofia melewati Horison dengan acuh, dan mengenakan pakaiannya di depan pria tua itu.
"Aku menciummu karena permainan bersama teman- temanku , dan jika aku melakukan lebih denganmu, itu karena keinginanku, aku bukan p*****r, jadi aku tak perlu bayaran, kita hanya saling memuaskan dan selesai." Sofia menyampirkan tasnya lalu keluar kamar, dia bahkan tak perlu berias bahkan menata rambutnya.
Horison mengerjapkan mata, dengan tertegun menatap pintu kamar hotel yang tertutup menelan Sofia.
Sofia keluar dari hotel dengan wajah masam, bibirnya terus mengumpat dan bergumam, "Dia pikir dia siapa, ah, sial. Aku bahkan tidak melihat jumlah ceknya karena meras terhina, bagaimana jika jumlahnya besar, bukankah aku bisa membeli pakaian baru, tas, sepatu." Sofia menyeka air matanya, "Kenapa tiba- tiba aku menangis, baru kali ini aku menggunakan hati, tapi dia memang tampan dan keren. Pria tua menyebalkan."
Sofia terus menggerutu sepanjang jalan, dia bahkan sampai tak menyadari jika sudah berjalan cukup jauh, saat menyadarinya Sofia pun memukul kepalanya dengan kesal, "Dasar bodoh, kenapa tidak naik taksi saja, mau sampai kapan tiba di rumah," ucapnya kesal.
.
.
.
"Ceritakan padaku yang terjadi kemarin malam?" tanya Agnes dengan menatap penasaran, saat ini Agnes dan Sofia sedang duduk di sebuah cafe, menikmati dua cangkir kopi yang sudah mereka pesan.
Sofia mendengus kesal, "Memang apa lagi, bercinta dan pulang."
Agnes memicingkan matanya "Kau yakin? Tidak ada yang spesial dari seorang hot daddy?" tanyanya lagi.
'Dia sangat spesial, sampai aku terus mengingatnya.' Sofia hanya bisa membatin.
"Tidak." Sofia hanya bisa menyangkal demi agar pikirannya tetap waras, Sofia bahkan terus terbayang kegiatan panas mereka.
"Kau yakin, katanya hot daddy itu lebih menantang dan berpengalaman." mendengar ucapan Agnes Sofia mencebik lalu meminum kopinya.
"Baiklah aku tahu dari wajahmu yang terlihat masam, sejak tadi." Sofia masih diam, hatinya masih bergejolak mengingat perlakuan Horison kemarin malam.
Harusnya Sofia tak boleh terbuai oleh perlakuan Horison yang manis ketika mereka bercinta, dan benar mereka hanya bermain demi merayakan kelulusan mereka di club, dan permainan itu hanya permainan konyol biasa, apalagi bagi Sofia yang terbiasa menghabiskan malam dengan para pria tampan di club malam tentu saja harusnya Horison tidak berarti apapun.
Tapi sebanyak apapun Sofia menyangkal bayangan pria tua itu terus menghantuinya, kegiatan panas mereka yang menggairahkan terus berputar di kepala Sofia.
"Kau tahu apa yang terjadi pada Monica kemarin malam," perkataan Agnes kembali menarik Sofia dari lamunannya.
"Ada apa, dia mabuk bukan, apa yang terjadi?" tanya Sofia penasaran.
"Ya, dan dia hilang. Sampai aku harus mencarinya dengan Alderaldo." Alderaldo adalah kakak Agnes. Sofia dan Monica tentu akrab dengan pria itu terlebih mereka sering menghabiskan waktu di rumah Agnes, dan Alderaldo kerap jadi supir kemana pun mereka pergi.
"Dan kau tahu, ternyata dia pulang di antar teman prianya." Agnes mencari Monica yang hilang saat dirinya mencari taksi, karena Monica yang mabuk kehilangan kunci mobilnya, jadi dengan terpaksa Agnes mencari taksi, namun saat sudah mendapatkan taksi Monica hilang entah kemana, Agnes yang panik akhirnya menghubungi Alderaldo dan meminta bantuan untuk mencarinya, semalaman mereka mencari tapi Monica tetap tak di temukan, terlebih mereka tak tahu alamat Monica selain perkebunan anggur milik Monica.
Hingga di pagi hari, ponsel Monica baru bisa dihubungi, lalu Agnes dan Alderaldo pun segera pergi untuk memastikan Monica baik- baik saja.
"Bukankah itu sebuah kemajuan." Kata Sofia, Agnes mengangguk. "Dan kau tahu aku datang ke rumah Monica yang ternyata sangat besar."
Sofia mengeryit lalu bertanya "Lebih besar dari rumahmu?"
Agnes mengangguk "Lebih besar dari rumahmu."
Sofia mengeryit mengingat jika saat mereka merayakan kelulusan kemarin malam, Monica juga mentraktir mereka pakaian mahal, makan di restoran mewah dengan harga fantastis, apakah mereka tak menyadari jika mereka memiliki teman kaya raya.
Mengingat makan malam mewah mereka, Sofia teringat dengan taruhan mereka dengan Monica, yaitu satu minggu bekerja di perkebunan anggur Monica jika mereka berhasil masuk ke restoran eksklusif itu, dan tanpa mereka duga Monica sungguh bisa membawa mereka masuk bahkan membayar semua tagihan.
"Kita harus bersiap ke perkebunan anggur bukan." Sofia menatap Agnes dengan wajah memelas.
"Ya."
...
Perkebunan anggur Monica ...
"Aku rasa aku akan hitam tanpa berjemur di pantai jika terus begini, ini panas sekali." Sofia mengipasi wajahnya dengan topi besarnya.
"Kau benar, lihat bos kita bahkan terus tersenyum karena memiliki karyawan geratis." timpal Agnes sambil memakan anggur yang sedang mereka panen.
Monica terkekeh "Ayolah, kalian terlalu banyak mengeluh, bukankah ini kesepakatannya. Bekerja di kebunku satu minggu, dan lihat wajahmu bukankah kau sudah bersenang- senang, kenapa terlihat masam, Bagaimana dengan pria tua itu?" tanya Monica.
Sofia mendengus, "Ya, dan aku melihat mu berseri- seri seperti sedang jatuh cinta."
Agnes yang tak menyadarinya pun menatap lekat Monica, dan benar saja wajah Monica terlihat merona.
"Sungguh?" tanya Agnes, gadis itu memiringkan wajahnya meneliti raut wajah Monica yang tiba- tiba memerah.
"Siapa pria itu?"
"Apa yang kalian bicarakan," Monica menepuk pipinya yang terasa panas.
"Apa kau menghabiskan malam dengan seorang pria?" tanya Agnes penasaran.
"Ya, aku dengar dari pegawaimu yang sejak tadi saling berbisik." timpal Sofia, dia memang mendengar para pekerja Monica membicarakan jika mereka menemukan majikan mereka di perkebunan sebelah keluar dari gudang anggur dengan seorang pria.
"Diamlah, dan cepat bekerja kalian datang bukan untuk bergosip." Monica memilih pergi dari hadapan Agnes dan Sofia yang masih menatap dengan penasaran ke arah kepergian Monica.
"Aku rasa dia menyembunyikan sesuatu dari kita."
Sofia mengangguk, lalu tatapannya jatuh pada keranjang anggur "Benarkah kita akan melakukan ini selama satu minggu."
Agnes mengangguk "Ya."
"Ah, aku ingin ke klub," keluh Sofia.
Agnes menggeleng pelan "Tunggulah satu minggu lagi."
'Apa jika aku pergi ke klub,apa aku bisa bertemu kembali dengan pria tua itu?, kenapa aku terus mengingatnya, tua bangka sialan' Sofia bergumam dalam hati.