(Davin: Aku cuma bantu jelasin materi tadi di kelas, nggak lebih dari itu.) Tak lama, ponselnya bergetar, dan ia melihat balasan dari Nana. Hanya emoji senyum yang muncul di layar. Davin terdiam, senyum itu terasa penuh makna dan membuatnya semakin gelisah. “Aduh, bagaimana ini?” gumamnya, mulai mondar-mandir di kamarnya. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran akan bagaimana perasaan Nana. Davin merasa tidak tenang. Ia terus memikirkan reaksi Nana dan takut kalau Nana salah paham. Ia meremas rambutnya, bingung harus melakukan apa. "Kenapa aku nggak bisa tenang sih?" ucapnya frustasi. Setelah beberapa saat berlalu, Davin mengambil keputusan. Ia meraih kunci mobilnya di atas meja dan bergegas keluar dari kamar. "Aku harus ke kampus lagi, bicara langsung sama Mbak Nana," tekadnya dalam hat