Manusia Aneh

1152 Kata
Waktu masih menunjukkan pukul 07.00 pagi, namun Jenny sudah sibuk hilir mudik mempersiapkan dirinya. Dia sudah selesai berpakaian rapi dan juga berdandan ala kadarnya. Sang mama yang sedang menyiapkan sarapan menatap bingung. Wanita yang memiliki mata yang mirip dengan Jenny itu melirik ke arah jam dinding, lalu mematikan kompor yang sedang menyala. “Kamu cari apa?” tanya sang mama. Jenny yang masih sibuk memeriksa lemari sepatu melongokkan kepalanya. “Aku cari snicker yang warna putih itu lho, Ma,” jawab Jenny. Sang mama mendesah pendek. “Bukannya kemarin habis kamu cuci?” Jenny menjentikkan jarinya. “Oh iya, aku lupa.” “Memangnya kamu mau ke mana pagi-pagi begini?” tanya sang mama. “Buka butik dong, Ma ... mau ke mana lagi.” “Lho ... bukannya ini masih terlalu pagi?” Jenny tersenyum. “Aku ada janji sama beberapa pelanggan VVIP. Ya sudah, aku berangkat dulu, ya Ma.” “Kamu nggak sarapan dulu?” Jenny menggeleng sembari melangkah pergi. Sang mama pun hanya tersenyum melihat antusias putrinya itu. Sejak memulai bisnisnya, Jenny memmang terlihat begitu bersemangat. Dia bangun di pagi hari dan pulang saat larut malam. Jenny begitu bekerja keras. Kali ini dia benar-benar berseungguh-sungguh dengan apa yang sudah dipilihnya itu. “Kak Jenny sudah berangkat, Ma?” seorang remaja laki-laki muncul sambil mengucek-ucek matanya. “Iya ... katanya harus buka lebih awal pagi ini. Kamu buruan mandi sana,” sergah sang mama. “Tapi semalam Jeyhan pakai motor Kak Jenny, Ma dan ban motor sepertinya bocor,” ucap Jeyhan. Sang mama terkesiap dan langsung memukul b****g remaja itu. “Kenapa kamu nggak bilang? terus sekarang gimana itu Kakak kamu?” Jeyhan merengut sembari mengusap-usap bokongnya. “Ya ... aku niatnya mau bilang, Ma. Tapi Kak Jenny sudah pergi aja.” Sang mama menatap tajam pada anak keduanya itu. Jeyhan adalah adiknya Jenny yang berusia 16 tahun. Saat ini dia sedang memasuki masa pubertas tingkat tinggi dan sering membuat ulah. Tapi meskipun begitu, Jenny dan mamanya sangat menyayangi Jeyhan dan selalu memanjakannya. ****  “Lho... kenapa jalannya jadi oleng begini?” Jenny berusaha mengendalikan setang motornya yang meliuk-liuk. Tiit... tiit... Rentetan suara klakson kendaraan lain di belakang Jenny langsung terdengar beruntun ketika Jenny menghentikan motornya. Dia turun dari motor itu, lalu menggiringnya ke pinggir jalan raya. Jenny pun meringis ketika mendapati ban depan motornya yang sudah amblas. “Sial ... kenapa pakai acara bocor ban segala, sih?” Jenny meniup wajahnya yang terasa panas. “Semua ini pasti gara-gara si Jeyhan!” Jenny beralih menatap jam yang melingkar di tangannya. Seketika dia menjadi bingung harus berbuat apa. Tidak ada tukang tambal yang terlihat sejauh matanya memandang. Jenny mendesah pelan. Hari yang sudah dipersiapkan serapi mungkin sekarang menjadi berantakan gara-gara peristiwa tidak terduga itu. Di tengah kepanikannya, tiba-tiba sebuah motor menepi dan berhenti di dekat Jenny. Gadis itu pun menatap heran. Dia menduga-duga siapakah itu. Jenny tidak mengenal motor itu. Siapa dia? kenapa dia berhenti di sini? Apa dia kenal dengan Jenny?” berbagai pertanyaan kini bergelayut di benaknya. “Hei ... motornya kenapa?” sosok itu bertanya seraya melepas helm-nya. “Oh ... ini sepertinya bocor ban,” jawab Jenny. Pria itu turun dan mengecek kondisi ban motor Jenny. “Iya nih, sepertinya memang begitu,” ujarnya. Jenny mendesah pelan. Dia tidak ingin mengecewakan pelanggannya yang sudah membuat janji. Dia bisa saja melanjutkan perjalanan dengan naik kendaraan umum, tapi bagaimana dengan motornya? “Sepertinya kamu lagi terburu-buru? Oh iya apa sebaiknya kita berkenalan dulu?” tanya pria itu yang tak lain adalah Ikhsan. Jenny menatap uluran tangan itu dengan sangsi. Dalam situasi genting seperti ini dia merasa bukan saat yang tepat untuk berkenalan dengan seseorang. “Apa kamu mau berangkat bareng saya aja?” Ikhsan melirik ke salah satu ruko yang ada di ujung jalan. “Kita bisa titip motor kamu di sana, kebetulan aku kenal sama pemiliknya,” ucap Ikhsan lagi. Jenny menelan ludah. Dia menatap lelaki itu lekat-lekat. Ada curiga dan rasa tidak percaya menyelinap di hatinya. “Jangan-jangan kamu mau mencuri motor saya, ya?” tuding Jenny. Ikhsan tergelak. Dia tidak menyangka niat baiknya akan dituduh seperti itu. Dia menatap Jenny lekat-lekat, lalu tersenyum. “Kalau kamu nggak mau ya sudah,” Ikhsan beranjak hendak naik ke motornya lagi, namun Jenny langsung menghardiknya kembali. “T-tunggu ...!” Ikhsan pun berbalik. “Apa?” “K-kamu yakin motor aku baik-baik aja kalau dititip di sana?” tanya Jenny. Ikhsan mengangguk cepat. “Yakin dong ... lagian itu ruko beroperasi setiap hari lho. Mana mungkin jadi tempat penampungan barang curian seperti yang kamu bilang.” “Ya sudah, deh, Aku terima tawaran kamu aja,” ucap Jenny. Ikhsan tersenyum. Mereka pun mendorong motor itu ke tempat yang Ikhsan maksud. Jenny bahkan sempat berkenalan dengan pemilik ruko itu. Segala keraguan di hatinya pun sirna saat berinteraksi dengan orang-orang yang ada di sana. Setelah menitipkan motornya, mereka pun kembali berjalan ke lokasi motor Ikhsan diparkir. “Nama kamu siapa?” tanya Ikhsan seiring lengah kakinya. “Jenny.” “Jutek amat,” tukas Ikhsan. “Jenny mendengkus pelan. “Nanti aku bayarin uang bensin kamu. Tapi, kamu harus ngebut bawa motornya. Ikhsan mengernyit bingung. “Kalau begitu kenapa kamu nggak naik ojek online saja?” Langkah Jenny terhenti. “Oke, aku naik ojek online aja.” Ikhsan tertawa. Dia tidak menyangka gadis bernama Jenny itu begitu sensitif. “Memangnya kamu mau ke mana?” tanya Ikhsan. “Jalan Cokro Ardoyo,” jawab Jenny. Ikhsan mengangguk. “Oke ... aku juga lewat sana, jadi kita bareng aja. Kamu sepertinya terburu-buru. Memesan ojek online pasti akan membutuhkan waktu lagi.” Jenny mengusap wajahnya dengan telapak tangan. “Kalau begitu ayo buruan berangkat.” Motor pun mulai melaju. Ikhsan memacu motornya dengan santai seperti biasanya. Jenny yang duduk di belakangnya menjadi semakin gelisah. Dia merasa laju motor itu seperti siput yang berjalan pelan. “Bisa lebih cepat nggak, sih?” sergah Jenny. “Apa?” Ikhsan tidak bisa mendengar suara Jenny yang berpadu dengan suara desau angin. “Lebih cepat dong jalannya!” teriak Jenny. “Apa ...?” Jenny mendesah kesal. Dia menatap punggung Ikhsan dengan tatapan sengit. Sedetik kemudian dia mendaratkan sebuah cubitan maha dahsyat di pinggang lelaki itu. “AAA ...!!!” Ikhsan berteriak bersamaan dengan laju motor yang oleng. Motor itu pun menepi. Ikhsan turun dari motornya dengan gusar, lalu menatap Jenny yang masih duduk di atas motor. “Kamu itu apa-apaan, sih?” bentak Ikhsan. Jenny menatap sengit. “Kamu itu bawa motornya lelet amat kayak siput!” ucapnya tak kalah keras. Ikhsan terkesiap. “Saya ini bantu kamu, lho!” Jenny turun dari motor itu, lalu membanting helm milik Ikhsan ke aspal. “Okey ... aku nggak butuh bantuan kamu!” Jenny langsung melangkah pergi, sedangkan Ikhsan masih di sana. menatap nanar pada helm-nya yang masih menggelinding di aspal. Dia pun kembali menatap gadis itu, lalu menyebut namanya dengan setengah berbisik. “Jenny....” **** 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN