1. Jerat Malam Penuh Hasrat
"Duh, gue bener-bener udah nggak tahan lagi," batin Kimmy yang sejak beberapa menit yang lalu merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan tubuhnya.
Suara dentuman musik yang menggetarkan lantai Sky Lounge & Bar malam itu perlahan mulai mereda. Kimmy, dengan senyum tipis di wajahnya, melepaskan headphone dari telinganya setelah menyelesaikan penampilan DJ-nya yang penuh energi. Napasnya masih tersengal, tubuh mungilnya terasa panas, namun ada sesuatu yang salah malam ini. Seingatnya, ia hanya memesan jus jeruk sebelum tampil, bukan minuman beralkohol, tapi kenapa kepalanya mulai terasa berat? Dan ini bukan pusing biasa, tetapi seperti ada sesuatu yang merambat menguasai tubuhnya, membuat pikirannya perlahan kabur.
"Kenapa ini? Kenapa badan gue rasanya aneh kayak gini?" gumamnya sambil mengelus pelipisnya yang berdenyut. "Kenapa panas banget, ya? Apa gue demam?"
Tatapan Kimmy berusaha fokus, namun pandangannya mulai kabur. Tangan-tangannya terasa lemas. Musik yang tadinya memacu adrenalinnya kini terasa jauh, seolah datang dari tempat yang sangat jauh.
Sebuah tangan tiba-tiba meraih lengannya. “Kak, apa Kakak baik-baik saja? Mari, saya bantu Kaka ke kamar yang sudah disediakan pihak penyelenggara acara ini,” ucap seorang wanita berseragam room service hotel terdengar begitu lembut di dekat telinganya.
Kimmy mengerjap, merasa bingung, dan tak mampu menolak saat wanita itu memapahnya. Langkah mereka terseok menuju lift yang terbuka, lalu berakhir di lorong hotel yang terasa semakin sempit seiring mereka berjalan. Pandangan Kimmy semakin kabur, sehingga ia lebih memilih untuk memejamkan kedua matanya.
"Nggak! Saya ... saya harus ... pulang ... pacar saya ... dia pasti lagi nunggu saya sekarang," gumam Kimmy berusaha bersuara, namun bibirnya terasa berat, karena kondisinya yang sudah mabuk berat.
Badannya terhuyung, dan segala sesuatunya semakin kabur, termasuk suara yang terdengar samar dan berdengung, yang membisikan sesuatu di telinganya.
"Kita sudah sampai, Kak. Kakak bisa beristirahat dulu di sini."
Wanita itu membuka pintu kamar hotel dengan kartu akses yang telah disiapkan, membawanya masuk ke kamar bernomor 1121. Ia membaringkan tubuh Kimmy dengan lembut di atas ranjang king size yang terhampar luas di tengah ruangan.
Samar-samar, Kimmy melihat langit-langit kamar hotel yang mewah di atasnya, namun tubuhnya tak lagi bisa merespons. Setengah sadar, ia merasa tubuhnya semakin panas, seolah sesuatu mendidih dalam dirinya. Tangan wanita itu melepas sepatu dari kaki Kimmy, juga jaket jeans yang dikenakan Kimmy, kemudian pergi meninggalkannya sendirian di kamar itu.
Tidak lama berselang, pintu kamar tersebut terbuka lagi. Zayyan, pria tampan berparas dingin, berjalan dengan langkah gontai. Ia baru saja kembali dari acara reuni bersama teman-teman masa kuliahnya, dengan wajah letih dan sedikit mabuk setelah terlalu banyak menenggak minuman yang disajikan. Dia sangat yakin jika dirinya hanya minum minuman bersoda non alkohol, tapi kenapa tiba-tiba dia merasa pusing seperti orang mabuk?
Tanpa pikir panjang, ia membuka blazernya dan melemparkannya ke kursi. Tubuhnya terasa begitu berat dan lelah.
“Kenapa kamar ini rasanya terlalu panas? Apa AC-nya rusak?” gumamnya lirih sambil membuka beberapa kancing kemejanya. Ia menjatuhkan dirinya ke atas ranjang dengan keras, dengan posisi telungkup, tak menyadari bahwa ada orang lain di ranjang itu.
Ketika mencoba memejamkan matanya, tiba-tiba, sebuah tubuh mungil bergerak di bawah tubuhnya. Zayyan terkejut, lalu merasakan sesuatu yang menindih dadanya. Sebelum ia bisa sepenuhnya sadar dan bertanya-tanya, sepasang tangan kecil tiba-tiba menarik kerah kaos yang dikenakannya, dan bibir seorang gadis dengan aroma jeruk yang samar menyerangnya tanpa peringatan.
"Hei!" Zayyan tersentak, tapi bibir gadis itu telah menekan bibirnya dengan penuh hasrat. Tubuhnya yang panas dan kelelahan seperti ikut terbakar dalam api yang tak bisa ia hentikan.
Bingung dan dalam keadaan setengah mabuk, Zayyan berusaha menyingkirkan gadis itu, namun tubuhnya seolah terkunci oleh sensasi aneh yang datang tiba-tiba.
“Siapa kamu?” desis Zayyan di antara napas terengahnya, tapi gadis itu tidak menjawab, hanya semakin mendekatkan tubuhnya ke Zayyan, tangannya meraba liar di sekeliling tubuh Zayyan yang kini tak bisa menahan gempuran g4irah yang membakar tubuhnya.
Zayyan berusaha mengingat dengan jelas situasi yang dihadapinya, tetapi pikirannya kabur. Dengan kehadiran gadis itu yang semakin mendekat dan aroma lembut dari tubuh gadis itu yang mengelilinginya, rasanya seperti dunia luar menghilang. Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena kelelahan, tetapi juga oleh dorongan yang tak terelakkan yang muncul dalam dirinya.
“Hei, kamu siapa?” ulang Zayyan di tengah ciumannya, suaranya serak dan bingung. Dalam kepalanya, pertanyaan itu terjebak bersama dengan rasa panas yang mengalir di dalam tubuhnya. Namun, tak ada jawaban.
Sebaliknya, gadis itu semakin mendekat, meremas bahunya. “Eumph,” lenguhnya lembut, seolah-olah mencoba menenangkan ketegangan di antara mereka. Ia semakin menekan bibirnya ke bibir Zayyan, kali ini dengan lebih mendalam, seolah-olah ingin menyalurkan semua rasa yang terpendam.
Zayyan terperangah. Setiap detik yang berlalu, hatinya berdebar lebih cepat. Ini adalah pertama kalinya seseorang memberikan sentuhan semacam itu padanya. Ia merasa seolah seluruh dunia berputar, dan hanya ada dia dan gadis itu. Dengan tangan yang bergetar, Zayyan menekan tengkuk gadis itu lebih dekat, membalas ciuman dengan intensitas yang sama, seolah-olah itulah satu-satunya cara untuk mengatasi kebingungan di benaknya.
“s**t! Kenapa aku merasa begitu … berg4irah?” batin Zayyan menggeram di tengah perasaan mual dan menggairahkan yang mengombang-ambing di dalam dirinya. “Apa yang aku lakukan? Kenapa aku tidak bisa berhenti membalasnya.”
“OMG, bibir kamu manis banget,” ucap gadis itu dengan napas terengah-engah di tengah ciuman panas mereka. Suaranya mengalun lembut seperti lagu yang menggoda.
Dan Zayyan, yang masih terjebak di antara kesadaran dan ketidakberdayaan, menyerah pada dorongan yang menggebu dalam dirinya. Ia memeluk tubuh mungil itu lebih erat, merasakan setiap lekuk tubuhnya yang memuaskan saat mereka terjebak dalam ciuman penuh hasrat yang tidak bisa diabaikan.
“Kamu …,” desah Zayyan, meski suara gadis itu terasa seperti tidak asing. Kesehatannya yang memburuk dan pandangannya yang kabur membuatnya merasa ragu, tetapi ada semangat liar dalam dirinya yang membangkitkan g4irah yang tak terelakkan. “Maaf, saya … saya tidak bisa lagi menahannya. Saya berjanji akan bertanggung jawab.”
Gadis itu hanya tersenyum, seolah mendengar keraguan dalam suaranya, tetapi tidak memberikan kesempatan bagi Zayyan untuk menyelesaikan kalimatnya. Karena tubuhnya tidak bisa lagi menahan gejolak panas dalam tubuhnya. Ia mencium Zayyan lagi, lebih dalam, membangkitkan kembali api yang membara di dalam tubuh Zayyan.
Zayyan tak lagi bisa menahan diri. Ia merangkul tubuh Kimmy dengan lebih kuat, merasakan detak jantungnya yang bergetar seirama dengan suasana malam yang mengg4irahkan. Semuanya terasa mengalir dalam ritme yang penuh g4irah, membenamkan mereka dalam suasana yang membuat dunia luar terlupakan.
“Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku benar-benar tidak bisa menahannya?” tanya Zayyan dalam batinnya, tetapi saat kalimat itu terucap, ia sudah tahu jawabannya. Ia tak ingin berhenti, tak ingin melepaskan momen ini, bahkan ketika pikirannya berusaha berontak.
“Badan aku panas banget rasanya, sesak,” jawab Kimmy, bibirnya tidak jauh dari telinga Zayyan. “Tolong ... tolong bantu aku buat ilangin rasa panas ini.”
"Kenapa yang dirasakan perempuan ini sama seperti yang aku rasakan sekarang?" batin Zayyan penuh tanya. "Apa mungkin ... ada seseorang yang sengaja menjebak kami?"
Tangan Kimmy membawa satu tangan Zayyan untuk meremas lembut salah satu buah kehidupannya, yang berhasil membuatnya kembali melenguh dengan kepala yang mendongak merasakan sensasi yang membuat hasratnya semakin bergejolak.
Zayyan yang juga semakin terbakar hasratnya, membalikkan posisi, mengungkung gadis itu dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kimmy, menjelajahi setiap inci kulitnya dengan indra pengecapnya.
Satu-satunya yang bisa Zayyan lakukan adalah terjun lebih dalam ke dalam lautan hasrat yang telah mereka ciptakan. Dalam kabut ketidaksadaran, Zayyan menemukan kedamaian dalam pelukan Kimmy, berpegang pada setiap gerakan dan suara yang keluar dari bibirnya, menyerah pada malam yang membara di salah satu kamar hotel bintang lima tersebut.
Malam itu, keduanya melupakan dunia luar, larut dalam hasrat dan kerinduan, mengabaikan semua konsekuensi yang mungkin mengikuti setelah mereka terbangun di pagi hari. Mereka berada dalam jerat malam yang penuh g4irah, di mana hanya ada mereka berdua, terjebak dalam ketidakpastian, tetapi terikat oleh keinginan yang mendalam.
***
Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui jendela, menyinari ruangan yang kini terasa sepi. Zayyan perlahan membuka matanya, merasakan denyut sakit di kepalanya yang seakan memecah pikirannya menjadi serpihan-serpihan. Tubuhnya terasa lelah, dan ketika ia memalingkan wajahnya ke samping, napasnya tercekat.
Di sampingnya, gadis itu masih berbaring, tubuhnya terbungkus selimut. Rambut hitam panjangnya tersebar sebagian di atas bantal, dan sebagian lainnya menutupi wajahnya. Zayyan langsung terlonjak bangun, tubuhnya menegang, panik mulai merayapi pikirannya. "Ya, Tuhan? Apa yang terjadi?" tanyanya dalam batin sambil mengusap kasar wajahnya dengan frustasi.
Pria itu mencoba menyibakkan rambut yang menutupi wajah gadis itu, untuk melihat siapa perempuan yang sudah menghabiskan malam dengannya. Kedua matanya terbelalak saat menyadari siapa gadis itu.
"Kimberly!" pekiknya dengan suaranya yang cukup lantang yang berhasil membuat gadis itu menggeliat, mulai menunjukkan tanda-tanda kesadaran.