Bab 11 : Tolong Saya!

1278 Kata
Bab 11 : Tolong Saya! Setelah kepergian Cydney dari halaman belakang milik Marco. Gadis itu berjalan kembali ke dalam mansion, perlahan mendekati Louis, lelaki yang dua bulan lalu ia temui. Pada tamu sudah mulai banyak yang datang, dari pria tua, hingga muda. Bahkan, seorang dengan masih memakai atribut seragam lengkap. Dari berbagai profesi, siswa, guru, bahkan kepolisian pun ada dalam satu tempat itu. Entah orang seperti apa Marco, yang mau maunya membuat, dan mendirikan bisnis, tetapi di kediamannya sendiri. Bukankah itu sangat berisiko besar pada dirinya? "Hai, kamu mengingatku? Aku yakin kamu ingat." Cydney menepuk bahu Louis dan lelaki itu menoleh. Kemudian kembali pada posisi awal. Melihat orang yang memanggilnya bukanlah Marco. Tidak ada satu jawaban keluar dari mulut lelaki itu. Wajahnya dingin, dan juga berdiri dengan kaku. Cydney meletakkan lengannya pada bahu Louis, sok dekat dan sok kenal. "Kenapa kamu tidak mau membantuku dulu? Apakah dulu kamu juga cuma berakting?" tanya Cydney, dengan berbisik. Tingginya hanya sampai di bahu Louis. Jadi untuk merangkulkan tangannya, gadis itu perlu pijakan. Dia menaiki kaki Loius, menginjaknya untuk menambah beberapa senti tingginya. Dengan satu kaki yang menggantung. Masih sama seperti sebelumnya. Pria dingin itu tetap diam membisu. Namun pikirannya mengingat di mana dia di pukul dan di siksa oleh bawahan Johanes. 'bayar hutangmu atau kepalamu akan menjadi pengganti bola lampu' 'bayar hutangmu, atau kamu akan membusukk dalam ruangan bawah tanahku' 'bayar hutangmu! Bayar hutangmu' Kata kata itu terngiang terus dari pendengarannya. Sampai sampai dia tidak mendengar apa yang diucapkan oleh Cydney saat ini. Hingga Loius bertemu dengan Marco di salah satu hotel dengan gadis lain. Gadis yang sama sekali tidak terikat dengannya. Entah bisnis apa yang membawa Marco untuk menemuinya. Disitulah, Loius akhirnya mendapatkan uang, dan menceritakan semuanya tentang pesan Cydney juga kesulitannya. Pada akhirnya bantuan itu yang membuat Louis bisa berada di rumah itu. Namun mulai dari datang sampai sebelum hari ini. Dia tidak pernah melihat Cydney. Baru kali ini Cydney menampakkan diri. Louis pun tidak tahu menahu tentang apa yang terjadi dengan gadis itu. Dia hanya tahu, ada seorang gadis yang dikurung dan tida izinkan keluar sebelum Marco bosan padanya. "Apa kamu mulai tuli, bisu dan bahkan buta? Kamu tidak lihat aku berdiri disini sejak tiga puluh menit yang lalu?" tanya Cydney. Dia mendengus kesal. Melepaskan tangannya dan sedikit menjauh dari Louis. Karena banyaknya pengunjung, sudah seperti suasana pasar di pagi hari. Membuat Cydney, tanpa sengaja tertabrak lelaki yang mulai mabuk. Bahkan lelaki itu, dengan cepat hendak menyerbu Cydney, mencium bibir sensual Cydney. Namun, gadis itu mendorong kuat wajah lelaki mabuk itu. "Jauh jauh dariku! Dasar pemabuk!" Dengan sekuat tenaga Cydney memberontak, sekalipun itu dilarang untuk semua wanita yang ada di sana. Akan tetapi, itu tetap tidak berlaku bagi Cydney. Dia tidak ingin ada lelaki yang menyentuh dirinya. Tanpa mendapatkan persetujuan dari sang empu tubuh. Louis yang melihat itu, ingin menolong. Namun itu melanggar aturan. Semua pengawal hanya di bolehkan melindungi para wanita jika terjadi keributan antara wanita lain. Memperebutkan seorang customer. "Menurutlah, aku akan memberikanmu uang yang banyak," ucapnya dengan melantur. Bibirnya mengerucut, seperti seorang kakek kakek yang ingin mencium cucunya. Plak! Satu tamparan pun, berhasil mendarat pada pipi pria itu. Tamparan keras, dari seorang Joanne. Gadis yang terkenal ramah dan melayanii para tamunya dengan baik. "Go, Cydney!" teriak Joanne. Mungkin ini adalah kesempatan bagi Cydney untuk kabur. Lelaki yang mendapatkan tamparan Joanne, mulai mengeluarkan taring dan tanduknya siap untuk membalas Joanne. "Tapi– Jo, ikutlah ayo kita pergi bersama!" ajak Cydney dengan panik. Namun, Joanne terus mendorong tubuh Cydney. Hingga mengenai Louis. Pengawal demi pengawal mulai berdatangan ketika, Joanne mendapatkan pukulan dari David. Lelaki yang mendapatkan tamparan Joanne. "Go! Jangan hiraukan aku! Cepat!" Joanne tersungkur di bawah kaki satu orang pengawal. Dia hendak menolong Joanne, tetapi David memukulnya, karena salah sasaran. Joanne lah sebenarnya yang ingin dia pukul. Sementara keributan terjadi. Louis, laki laki itu menarik tangan Cydney, dan membawanya keluar dari kerumunan. Pemandangan di sana sungguh sedang kacau. Namun, tidak sedikit dari mereka yang cuek dan melanjutkan aksinya di mana pun mereka mau. Bersenggamaa dan mendesahh keras tanpa malu juga tanpa risih dengan mata mata yang menatap kearah mereka. "Gila! Apakah urat malu mereka konslet? Kenapa tidak terbakar saja sekalian?" ungkap Cydney, sembari dengan langkah larinya. Louis tidak menjawab apapun. Yang ada hanya ketakutan, serta jantungnya yang terpacu. Seperti sedang dikejar banteng dan dia memakai baju berwarna merah yang menantang si banteng. "Diam di sini, dan bersembuyilah!" hardik Louis pada Cydney. Ketika mereka tiba di depan pintu utama, masih jauh perjalanan mereka untuk melewati pada penjaga di depan sana. Louis harus memikirkan cara agar bisa melarikan diri. "Bos memanggil. Terjadi keributan yang tidak bisa kami tangani. Kenapa tidak menyahut? Bukankah sedari tadi dengar keributan kan ditelinga kalian?!" Louis mencoba memprovokasi mereka, agar terlihat begitu meyakinkan. Ke enam orang itu pun masuk kedalam, Louis, berpura pura berlari di belakang mereka. Namun dia berhenti ketika tiba di ambang pintu. Dia kembali menarik tangan Cydney, yang bersembunyi di balik pilar besar yang berhasil menyembunyikan dirinya. "Cepat! Lepaskan saja itu yang dikakimu!" ucap Loius. Ingin agar Cydney bisa berlari dengan cepat tanpa bunyi atau terjatuh. Butuh waktu tiga menit, untuk mereka melewati gerbang utama, agar bisa keluar dari mansion itu. Mereka masih harus terus berlari, di kegelapan malam, menerjang apapun yang tidak terlihat. Bahkan berulang kali Cydney, Terjatuh dan bangkit lagi. Tangan Louis, masih setia menggenggam pergelangan tangan Cydney. Setengah menariknya agar gadis itu bisa berlari terus tanpa henti. Napasnya keduanya telah memburu, tersenggal dan bahkan sesak didadaa. Namun, mereka tidak bisa bernapas dengan lega sebelum bisa keluar dari tanah milik Marco. Benar saja. Lima menit dari kepergian mereka. Suara mobil menderu dan seakan mengelilingi, mengitari hutan dan jalanan. Louis telah melepaskan semua atribut yang ada di dalam dirinya. Earphone, dan perlengkapan koneksi lainnya. Namun masih setia dengan topi dan kaca mata hitam yang dia pakai. "Aku– lelah– bisa– kita istirahat–" suara Cydney terpotong potong. Karena dia begitu lelah. Dia ingin minum dan juga beristirahat sejenak. Tubuhnya masih begitu lemas, sejak pagi tadi dia bahkan tidak memakan satu butir nasi, atau selembar roti. "Tidak untuk saat ini! Bertahanlah jika kamu mau bebas darinya!" Masih dengan langkah cepat mereka. Louis dan Cydney, berhasil sampai pada jalan utama kota Maxtron. Satu langkah yang harus diambil oleh mereka. Mencari angkutan yang bisa membawa mereka pergi dari kota itu. Kota dengan bebagai kekerasan yang dibiarkan begitu saja. Louis membawa Cydney, untuk menuju ke arah kereta bawah tanah. Hanya itu yang bisa memutus jaringan mereka. Tidak akan ada jaringan yang tersambung jika mereka berada dibawah tanah. Hanya sambungan dan jalur kereta api lah yang berfungsi. Sudah menjadi kebijakan pemerintah kota untuk menonaktifkan signal di dalam transportasi bawah tanah. "Duduklah, satu hingga tiga menit lagi kereta akan datang." Dengan gusar dan ngos ngosan. Dia duduk di atas kursi besi. Membungkuk dan menumpukan sikunya pada lututnya sendiri. "Aku takut, dan haus," keluh Cydney. Dia menatap Louis. "Tunggulah, aku akan Carikan air untukmu. Masalah takut, aku pun takut. Tapi, bukankah ini yang kamu mau?" Tanpa menunggu jawaban dari Cydney Louis berjalan menuju mesin penjual minuman kemasan. Dia hanya memasukkan satu buah uang kertas yang masih di pegang ujungnya dan menendang bagian bawah mesin lalu keluarlah satu kaleng minuman dingin. Louis membawanya dan memberikan pada Cydney, membukakannya sekaligus agar Cydney tinggal meminumnya. "Kamu mencurinya?" ucap Cydney, sembari meraih kaleng itu dan meneguknya. "Aku membelinya, kamu lihat aku memasukkan uang," jawab Louis dan menerima kaleng dari Cydney. Bergantian meminumnya. "Terserah kamu saja. Itukah keretanya?" Suara informan wanita yang merdu memberitahukan bahwa kereta akan tiba di jalur itu. Louis mengangguk dan membuang kaleng pada tempat sampah di sampingnya. Namun tiba tiba, "Hei! Berhenti–" Siapa yang memanggil mereka? Pengawal Marco kah? To be continued ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN