Sepanjang hari, Al sama sekali tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Celine, sepanjang hari gadis itu terus berada di kepalanya. Celine yang terlalu blak-blakan, bertemu dengan Al yang begitu kaku, tentu saja membuat apapun yang di katakan oleh Celine tersimpan dengan jelas di kepala pria itu. kemarin, Al hanya bercanda, mengatakan kepada Dianti bahwa Celine adalah calon istri nya, semuanya hanya rekayasa, namun dengan gaya nya Celine berkata bahwa ia serius dengan apa yang ia katakan kepada Dianti.
Celine cantik, dia pintar, di kenali oleh banyak orang sebagai sosok wanita karir yang hampir mendekati kata sempurna, Al tahu gadis itu, ia bahkan terkenal di kalangan para dokter yang juga memiliki usaha sampingan, tapi gadis itu juga punya sedikit kesan buruk di mata orang-orang. Si perempuan pemilih, dengan asrama putra di ponsel nya. Siapa yang tidak menginginkan Celine? Wajah nya cantik, dengan kulit putih bening, serta bibir tipis nya yang menjadi daya tarik tersendiri, apalagi ia merupakan gadis yang cerdas, hal itu semakin menambah nilai plus Celine di mata orang-orang.
“Kenapa mas?” Tanya Wika ketika melihat putra nya sedang duduk termenung tanpa di temani buku-buku nya. Biasanya Al tidak pernah terlihat kosong seperti itu, ia pasti sibuk dengan berbagai macam bacaannya, entah itu bacaan mengenai agama, atau bisnis, atau juga yang paling sering ia pegang adalah buku-buku tentang kedokteran.
“Oh, gapapa bu. Saya lagi pengen duduk santai aja.” Jawab Al. Wika mengangguk, dan membiarkan putra nya duduk di sana. Sementara dirinya berjalan menuju dapur, mengambil beberapa cemilan untuk mereka makan, sudah lama sekali rasanya mereka tidak mengobrol berdua semenjak Al sibuk dengan dunia kerja nya, padahal dulu, setiap pulang sekolah atau kuliah, Al akan menghampiri ibu nya lalu bercerita mengenai kesehariannya.
“Ibu bikinin gorengan kesukaan kamu.” Ucap Wika.
“Bu… terimakasih ya, tapi ibu jangan sering-sering bikin kayak gini, kolestrol ibu nanti makin parah.” Jawab Al, ia senang ibu nya membuatkan salah satu makanan kesukaannya, hanya saja, Wika sudah tua, wanita paruh baya itu sudah tidak bisa lagi terlalu sering makan makanan yang berminyak seperti itu.
“Ahh kamu ini, baru sekali ini aja ibu bikinin. Di makan, ibu udah lama banget gak lihat kamu santai kayak gini.” Ucap Wika. Al mengangguk, kemudian ia mulai melahap makanan kesukaannya itu, sementara Wika hanya tersenyum, putra nya sudah betul-betul bukan anak kecil lagi.
“Kemarin saya ketemu sama Celine, di rumah sakit.” Ucap Al dengan penuh kecanggungan, ia sudah gundah dengan pikirannya sendiri, dan ibu nya adalah satu-satu nya penasihat yang mau ia dengar nasihat nya saat ini.
Wika menoleh dengan senyum merekah di wajah nya. “Neng cantik itu, anak nya Mia? Kok bisa? Sakit ya dia? Sakit apa dia mas?” Tanya Wika sembari menatap putra nya.
Al menggeleng “Nggak, dia nggak sakit. dia cuma balikin jaket. Saya lupa cerita ke ibu, kalau beberapa hari yang lalu Celine ketemu saya lagi, di rumah sakit, kebetulan lagi hujan deras dan dia nggak bawa kendaraan, kondisinya parah sekali, jadi saya tawari saja untuk saya antar pulang, awal nya dia gak nyadar kalau saya orang yang di ceritain sama ibu nya, tapi pas saya tawari jaket, dia langsung sadar. Ya sudah saya antar pulang. Dan kemarin dia baru balikin jaket nya.” Jelas pria itu.
“Bagus kalau gitu, gimana Celine menurut kamu? Celine atau Cena. Yang menarik perhatian kamu yang mana?” Tanya Wika to the point. Tentu saja Al kaget dengan pertanyaan yang baru saja di lontarkan oleh ibu nya, ia hanya ingin bercerita bukan mau di suruh pilih calon istri.
“Bu… anak orang bukan barang.” Balas Al dingin.
“Ya emang bukan barang mas, ibu kan Cuma tanya pendapat, yang menarik perhatian kamu yang mana? Cena kah, atau Celine? Cena orang nya penurut, ilmu agama nya udah bagus, kamu tinggal jadi imam nya dia, jadi suami yang baik ya tapi kata ibu nya, Cena itu pendiam banget hampir gak pernah ngobrol sama orang rumah. Nah kalau kata ibu nya, kalau Celine itu beda, dia masih kayak anak-anak, tapi dia pinter, temannya di mana-mana, anaknya sopan terus ramah ke orang-orang, penampilannya aja yang begitu, tapi kalau ngomongin sedekah, dia juara satu. kalau kamu milih Celine berarti kamu harus siap jadi guru sekaligus suami yang baik buat dia, harus sabar-sabar nge hadapinnya. Ibu sih terserah kamu aja mas, ibu yakin mereka orang baik.” Ucap Wika.
“Menurut ibu, siapa yang mau sama saya?” Tanya Al. ia hanya ingin memastikan rasa penasaran di kepalanya. Ucapan Celine benar – benar menghantuinya sejak kemarin.
“Kalau Celine gimana bu?” Tanya Al.
Wika tersenyum. “Udah dari awal, kamu nanyain Celine terus. Kepincut ya sama Celine ya?” Tanya nya.
“Kemarin sempat bercanda ke Dianti, bilang kalau Celine calon istri saya, tapi Celine juga iyaiya saja. Pas dia mau pulang saya tanya kenapa dia iya-iya saja pas saya bilang gitu ke Dianti, jawaban Celine karena dia emang mau jadi istri saya bu. Kira-kira Celine serius atau Cuma bercanda?” Tanya Al. ia terlalu polos untuk ukuran pria dewasa seperti nya, hingga Wika sendiri kebingungan harus menjawab apa.
“Ya sudah, berarti Celine mau. Mas mau sama Celine juga? Kalau mau, yasudah, ibu dukung.” Jawab Wika dengan mantap. Ia memang tidak peduli akan siapa yang akan mendampingi putra nya dari salah satu anak sahabat nya itu, Celine dan Cena sama-sama anak yang baik, hanya saja kepribadian mereka yang berbeda.
Keesokan hari nya, Al bangun lebih awal, hari ini sedang ada jadwal operasi hingga siang, rencana nya, ia akan mengunjungi Celine saat pulang kerja nanti, ia betul-betul ingin tahu, apakah gadis itu serius atau tidak dengan ucapannya kemarin. Tapi kemarin Celine terlihat serius dari cara bicara nya, namun Al ragu setelah melihat senyum yang ia tunjukan, senyum ayng memiliki banyak arti yang sulit sekali di artikan oleh Al sendiri.
Sore nya, Al pulang lebih awal, pria itu berangkat menuju kantor Celine yang jarak nya tidak terlalu jauh dari rumah sakit tempat nya bekerja. Tidak lupa, ia mampir dulu ke masjid untuk sholat, agar Allah memperlancar semua yang ia rencanakan hari itu. ia masuk ke kantor Celine, menunggu gadis itu lewat di lobby kantor nya, seharusnya Celine sudah pulang, namun setelah setengah jam menunggu, Celine tak kunjung terlihat, Akhirnya Al memilih untuk bertanya kepada petugas yang bekerja di sana, barang kali orang itu kenal dengan Celine.
“Permisi pak, saya lagi cari Celine, kira-kira bapak tau Celine di mana? Celine Hartanuwidjaya.” Ucap Al. petugas yang bekerja di kantor itu, lantas menunjuk seorang gadis yang berdiri tepat di belakang pria itu.
“Mbak Celine yang di belakang mas nya?” Ucap orang tersebut sembari menunjuk Celine yang sedang tersenyum menatap Al dari belakang.
“Hai! My future husband!”