Ikut

1568 Kata
                “Karena besok gak jadi makan malam sama keluarga, mau makan berdua saja gak, kebetulan teman saya punya restaurant pinggir pantai, saya sudah pernah kesana pas opening nya, kalau kamu mau kita bisa kesana besok.” Ucap Al. mendengar hal itu Celine langsung mengangguk dengan semangat, ia sudah lama tidak ke pantai, dan sepulang kerja adalah waktu yang pas untuk menghilangkan rasa penat di tempat itu.                 “Boleh deh mas kalau gitu, nanti jemput aja.” Ucap Celine, Al senang karena setidaknya mereka semakin hari semakin dekat, sekilas matanya melirik ke sebuah map cokelat berisi surat perjanjian yang di buat Celine untuk mereka jika menikah nanti, membuat Al merasakan sesuatu dalam dirinya, aneh rasanya dan ia tidak nyaman akan hal itu, rasanya ia ingin mendiskusikan hal tersebut kepada Celine, namun Al masih mengulur waktu, ragu-ragu jika Celine tiba-tiba berubah seperti kemarin.                 “Besok mau pulang dulu buat ganti baju atau langsung ke sana aja pas pulang kerja?” Tanya Al, lagi.                 “Langsung aja kali ya? Kasian kamu nya malah bolak- balik gitu, pasti capek juga.” Balas Celine, Al kemudian mengangguk. Setelahnya mereka berdua kembali diam, menikmati macet nya Jakarta yang pasti akan semakin terasa lama karena sudah jam pulang kerja, ratusan mobil memadati jalanan, pengamen-pengamen cilik mulai bergantian mendekati kendaraan yang stuck di tempatnya selama bermenit-menit, mereka berharap satu atau dua orang memberi mereka belas kasihan agar bisa makan. Sejak kecil, Celine selalu senang memperhatikan anak-anak itu, mereka kecil dan pekerja keras, Celine bahkan terkadang sedih melihat anak-anak itu harus berpanas-panasan sembari mengamen hanya untuk makan, padahal di umur mereka yang seperti itu harusnya mereka hanya tahu main dan belajar saja.                 “Kamu kenapa?” Tanya Al, Celine nampak diam sejak tadi, matanya menatap ke arah luar, menunggu salah satu dari pengamen cilik itu menghampiri mobil mereka.                 “Aku nunggu mereka kesini, pengen ku kasih jajan, kasihan banget, udah masih kecil, terus harus cari uang sambil jagain adek nya, aah sedih.” Ucap Celine sembari mengusap air mata yang tiba-tiba membasahi pipi nya, Al melirik gadis di sebelahnya, tidak menyangka bahwa Celine memiliki hati yang begitu lembut, padahal selama ini yang Al tau adalah, Celine dengan pembawaannya yang sedikit barbar dan seakan cuek kepada orang-orang di sekitarnya. *****                 Celine melambaikan tangannya kepada pria yang telah mengantarnya pulang, Al hanya mengacungkan jempol sebagai bentuk balasannya kepada pria itu, Celine menarik napas panjang, bertemu dengan keluarganya adalah hal yang paling menyenangkan kemarin, namun untuk hari itu tentu tidak, sebab Celine masih di bayang-bayangi dengan perkataan ibu nya semalam, ia masih cukup kecewa dan belum bisa melupakan apa yang wanita paruh baya itu katakan semalam. Perlahan Celine berjalan masuk ke dalam rumah nya, ada Cena, dan juga kedua orang tua mereka yang sedang duduk di ruang keluarga sembari menonton televisi, pemandangan yang cukup langka sebab kedua orang tua mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Celine jadi teringat dengan alasan mengapa ibu nya membatalkan acara makan malam dengan keluarga Al yaitu Ada acara, sementara saat itu baru pukul delapan lewat delapan belas menit, tidak terlihat bahwa ia sedang bersiap atau sudah pulang dari acara tertentu. Haru yang langsung sadar akan kehadiran Celine langsung mengalihkan pandangannya dari layar televisi, ia tersenyum senang akhirnya Celine pulang juga.                 “Dek, makan dulu gih habis itu sini nonton bareng.” Ucap Haru. Celine tersenyum lalu menolak dengan sopan. “Udah pa, tadi sama Mas Al. mau tidur aja deh ngantuk banget soalnya.” Balas Celine, ia hanya menatap papa nya, mata nya bahkan enggan beralih kepada ibu nya sendiri, karena masih kesal.                 “Oh ya? Yasudah sayang kamu tidur aja, selamat istirahat.” Ucap Haru dan Celine hanya tersenyum sembari mengangguk. Celine melangkah menaiki satu per satu anak tangga sementara Mia terus menatap putri nya itu dengan tatapan yang penuh dengan rasa bersalah, ia juga tidak tahu harus bersikap apa kepada Celine dan juga Cena. Di satu sisi ia ingin membantu Cena, dan di sisi lain ia juga tidak bisa bersikap seenaknya kepada Celine.                 “Dia aneh gak sih? Celine ada cerita apa gitu sama kamu, barangkali dia ada masalah? Ekspresi nya gak seperti biasa.” Tanya Haru kepada Mia.                 “Mungkin dia lagi datang bulan, biasalah perempuan, kamu kayak gak tau anak kamu aja.” Balas Mia, tentu saja ia berusaha menutupi apa yang terjadi dengan dirinya dan juga Celine, kalau saja Haru tau, mungkin ia sudah habis di marahi oleh suami nya itu karena telah membuat Celine sakit hati. *****                 “Eh kamu sudah pulang Mas, baru juga ibu mau telfon, udah jam berapa tapi kok gak sampai-sampai juga.” Ucap Wika ketika melihat putra nya berjalan melewati ruang makan. Herman, dan juga Fariz sedang duduk di meja makan, mereka sedang menyantap makan malam mereka, sementara kursi di samping Herman yang merupakan kursi milik Fathur terlihat kosong, yang berarti pria itu tidak akan pulang juga malam ini.                 “Makan Mas, sini sama Bapak sama adek, tuh enak banget.” Ucap Herman.                 “Masih kenyang pak, tadi Al sama Celine juga makan di luar kebetulan belum makan dari pagi karena hari ini padat sekali, jadi pas pulang tadi kami berdua mampir makan dulu.” Balas Al. Wika tersenyum senang menyadari ada perkembangan di antara Al dan juga Celine. “Akhir-akhir ini kalian jadi makin akrab ya? Ibu senang banget. kalau habis nikah, Ibu bisa langsung punya cucu nih. Oh iya mas, tapi walaupun ibu senang kalian semakin dekat, itu gak bagus juga jangan sampai kalian mendekati Zina, kalau bisa bilang ke Celine, untuk mengurus persiapan pernikahan kalian secepat mungkin, kan lebih cepat lebih baik.” Balas Wika dengan senyum jahil di wajah nya.                 Al dengan cepat menggeleng “Ibu aneh-aneh saja. Iya sudah, besok Al bilang ke Celine, sekarang Al mau istirahat dulu ya pak, bu.” Ucap Al sembari berjalan menaiki anak tangga.                 “MAS JANGAN LUPA SHOLAT ISHA!” Ucap Wika di saat Al sudah mulai menghilang dari pandangannya, ia tentu saja masih mengingatkan anaknya itu untuk sholat, walau ia tahu, Al tidak akan meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim. *****                 Pagi-pagi buta, Celine sudah bersiap untuk berangkat menuju kantor, lagi-lagi ia tidak sarapan, mendekati meja makan saja tidak, hal tersebut semakin membuat Haru penasaran dengan apa yang terjadi dengan putrinya dua hari terakhir ini. Celine duduk di ruang televisi sembari merapihkan baju nya, di saat yang sama terdengar suara klakson mobil dari depan, bunyi klakson yang bahkan sudah Celine hapal, siapa lagi kalau bukan calon suaminya sendiri.                 “Dek, kamu gak mau sarapan dulu?” Tanya Haru.                 “Nggak pa, Celine berangkat ya. Itu udah di tungguin sama Mas Al.” Balas Celine sembari meraih tangan papa nya untuk ia cium. Haru lagi-lagi menyadari sesuatu yang ganjal, Celine hanya mencium tangannya, tanpa mencari ibu nya, padahal gadis itu paling tidak bisa berangkat kemana-mana tanpa melihat ibu nya dulu.                 “Celine, tunggu Cena. Dia juga mau ikut sama Al, sekalian aja, kan mereka sekantor.” Ucapan Mia sukses membuat Celine menghentikan langkah nya, ia menatap ibu nya dengan tatapan kesal sekaligus tidak suka, tatapan itu berganti kepada Cena, Celine tahu jelas apa yang dua orang itu lakukan.                 “Lo mau ngapain?” Tanya Celine dengan tatapan sinis nya kepada Cena, nada bicara nya terdengar sarkas sekaligus kasar.                 “Gapapa atuh sayang , biarin aja kakak kamu ikut, toh kan mereka sekantor, lagi pula hari ini ibu mau pinjam mobilnya Cena buat ke kantor, soalnya mobil ibu ban nya kempes depan belakang, tadi baru ibu lihat. Gih kalian berangkat aja, nanti telat. Hati-hati ya kalian.” Ucap Mia. Celine hanya mendengus kesal, ia berjalan mendahului Cena dengan cepat, rasanya ia ingin mengamuk saja, bagaimana mungkin ia di perlakukan secara tidak adil oleh keluarganya sendiri.                 “Mia, kita perlu bicara.” Ucap Haru setelah melihat Celine dan juga Cena naik ke mobil pria yang akan menjadi calon menantunya itu.                 “Ya ngomong aja mas.” Balas Mia, wanita paruh baya itu, berjalan memasuki rumah nya setelah melihat kedua anak nya telah berangkat, kini sudah waktunya juga Mia berangkat menuju kantor.                 “Ada apa sama Celine akhir-akhir ini? Kenapa dia tidak sarapan? Kenapa dia tidak mau bicara sama kamu? Kenapa dia kesal terus sama Cena? Pasti ada sesuatu di antara kalian yang kamu sembunyikan dari saya.” Ucap Haru.                 “Apa mas? Tidak ada.”                 “Kalau kamu masih tetap ngotot untuk tidak mengaku, saya akan tanya langsung ke Celine nanti malam.” Balas Haru, Mia langsung berhenti sejenak, ia telah berjanji tidak akan melibatkan Haru akan hal ini, namun kalau saja Haru tau pokok masalah nya dari mulut Celine sendiri, Mia pastikan, rumah tangga nya bisa berakhir dengan tidak baik-baik saja.                 “Tidak ada yang aneh, Cuma masalah biasa, Celine pikir Cena suka sama Al, dan Al juga tertarik sedikit dengan Cena, kalau Mas lihat Celine sensi kayak nya dia Cuma panas aja. Kamu tau kan Celine sama Cena gimana? They hate each others. Tenang, gak kenapa-kenapa, Celine cuma salah paham dan kalau marah cuma bakal marah sebentar, dia kayak marah sama aku karena aku sempat nasihatin dia. Kamu gak usah ngungkit masalah ini sama Celine kalau kamu gak mau liat dia makin marah lagi.” Balas Mia. Haru diam sesaat berusaha memahami inti masalah anak-anak nya itu.                 “Berarti Celine cuma cemburu?” Mia mengangguk “Makanya tadi mukanya Bete pas Cena minta ikut mobil Al. biasalah lagi kasmaran, kamu kayak gak pernah aja mas. kamu tenang aja, gak usah berlebihan nanti Celine juga normal sendiri kok.” Balas Mia dengan senyum nya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN