‘’Eh gak usah, apaan. Tunggu aku habis makan.’’ Kata Juno yang baru datang dan duduk di kursinya dan memberikan piring tadi ke Will.
‘’Keburu malam Jun, Aku sama Emah seharian belum mandi dan lainnya. Gakpapa kok.’’ Kata Dira sambil memesan gojek dari hpnya.
‘’Bentar aja Dir, tunggu. Diluar mendung loh.’’ Kata Juno sambil mengambil lauk di meja.
Dira duduk disamping Juno reflek Emah menoel lengan Juno yang sedang makan.
‘’Eh Emah tunggu abang makan baru pulang kan.’’ Juno menaikan alisnya sambil melihat Emah.
‘’Gak mau.’’ Jawab Emah genit. Dira tertawa dan meleletkan lidahnya ke Juno.
‘’Bweee.’’
Juno dan Dira tertawa begitupun dengan Emmah. William hanya menatap mereka sambil fokus menyuap makan. Lelaki itu hanya diam tidak berkata apapun hanya menikmati kelezatan masakan Dira.
‘’Jun, kakakmu gak bisa Bahasa Indonesia ya? Diem mulu.’’ Kata Dira polos, kalimat itu terdengar di telinga William. Juno yang sedang mengeluarkan kulit udang dari mulutnya mengangguk dan tersenyum.
‘’Dia bodoh Bahasa kita, makanya terus diam. Dia juga penyuka sesame jenis makanya pas ketemu kamu dia biasa aja. Kan kalau cowok ketemu cewek negur ya.’’ Usil Juno. Dira langsung melirik Will dan memundurkan kursinya pelan.
‘’Ngeri ya Jun.’’ kata Dira pelan. ‘’Aku pulang aja takut sama kakakmu, ih.’’
William meletakan sendok dan garpu di piring sedikit keras lalu minum air minum yang tersedia setelah itu meletakannya dengan sama dan mengambil serbet itu mengelap mulutnya sambil menatap Juno tajam dan dingin. William berdiri dan meraih kunci mobilnya.
‘’Aku yang antarkan kamu pulang! Biarkan Juno dirumah untuk cuci piring. Berkemaslah.’’ Kata William sambil melewati Dira untuk ke garasi. Dira langsung syok dan terduduk sambil melihat ke Juno.
‘’Ih Juno! Kamu usil sama aku. Isssshh gimana ini, takut aku Jun.’’ kata Dira sambil menjambak rambut Juno. Juno hanya tertawa dan melepaskan tangan Dira dari rambutnya.
‘’Habisnya kamu lucu sih, Bang William itu campuran Dir, Dia Indo- Korea-Jepang- Turkey. Tapi Namanya orang Indonesia sebutnya bule ckck.
‘’Campuran empat negara Jun, gila. Pantasan ganteng. Tapi kok galau gitu ya.’’
‘’Gak tau Dir, udah sana pulang. Selamat menikmati waktu bersama wk.’’
‘’Jun anterin please, takut.’’ Dira memegang lengan Juno dengan memelas. Juno selesai makan ia kemudian berdiri dan membawa barang Dira dan menarik pelan tangan gadis itu untuk keluar.
Deru mobil sedan terdengar diluar pagar. Dira menahan langkahny namun Juno membawanya hingga sampai di dekat mobil. Juno membuka pintu belakang untuk memasukan barang Dira kemudian menutupnya. Juno lalu membuka pintu depan dan mendorong pelan Dira untuk duduk disamping William.
‘’Dadah Emah, kalau sudah dirumah kirim surat.’’ Juno membungkuk dan melampaikan tangannya di kaca yang terbuka. Dira melirik Juno dari dalam mobil.
‘’Cuci piring.’’ Pesan William tak lama ia menjalankan mobilnya. William menyetir dengan satu tangan kanan dengan santai, saat berbelok ia memutar stirnya pelan, hal itu memuat Indira takjub
‘’Mirip cowok w*****d ih, ya ampun.’’ Gumam Indira dalam hati sambil matanya melirik tangan William.
‘’Rumahmu dimana?’’ tanya William.
‘’Sepinggan kak belakang SMK 1.’’ Jawab Dira.
‘’Mobil bisa masuk gak sampai kerumahmu?’’ tanya William lagi.
‘’Ma—susah sih kak kalo mobil masuk. Gak usah kak, saya turun di depan gang nanti bisa jalan kaki.’’ Jawab Dira. Jalan menuju kosan Indira berupa jalan kecil dan bersetapak, walaupun mobil bisa masuk tapi gimana ya.
‘’Oh Gakpapa. Kamu pacarnya Juno?’’
Dira menggeleng ‘’Bukan Kak, kita dulu tinggal sepanti di Samarinda terus dia keluar duluan karena di ambil Mamahnya, gak lama setelah dia baru aku yang keluar kak, karena sudah lulus sekolah dan pindah ke Balikpapan.’’ Jelasnya.
‘’Kalau ini.’’ William menyentuh pipi Emah yang mengantuk.
‘’Ini anakku kak, aku… yah dia anakku.’’ Indira memeluk Emah penuh kasih sayang.
‘’Papahnya mana emang? Kamu sudah bersuami apa janda?’’ tanya William yang tiba- tiba penasaran.
‘’Saya single parent, akibat pergaulan bebas makanya jadi Emah hehe.’’ Jawab Dira. William menganggukan kepalanya rasanya ia tidak puas dengan jawaban itu, Indira tidak seperti ibu- ibu muda.
Indira melihat dari jendela pemandangan perumahan- perumahan besar yang berdiri kokoh. Indira berangan kapan ya ia bisa hidup selayaknya Juno, bisa dapatkan apapun apalagi kasih sayang keluarga. Indira menarik nafasnya sambil mengelus belakang Emah yang sudah tidur. Langit malam terselimuti awan gelap dan rintikan air jatuh mebasahi kota.
‘’Kamu belum maka ya? Mau makan apa?’’ tanya William. Indira menggeleng pelan.
‘’Enggak kak, dirumah ada Indomie sama telur. Aku dan Emah bisa makan itu kok.’’
‘’Apa anakmu makan mie instan?’’ tanya William. Indira mengangguk.
‘’Tapi Cuma kuahnya aja kok dicampur nasi yang lembut atau bubur.’’
William melihat jam di tangannya, 20:19 Wita. Ia membelokan mobilnya saat sampai di bundaran monyet Balikpapan baru untuk menuju kota melaui jalan sungai ampal, disana ada restoran Namanya Panda Bamboo.
‘’Eh Kak, kita kemana? Kan lewat jalan tadi.’’
‘’Aku masih lapar, masakanmu hanya sedikit dan harus berbagi dengan Juno.’’
‘’Y—ya maaf kak, jadi mau makan dulu ya. Yaudah nanti saya turun aja nanti naik gojek.’’ Kata Dira. Dira ingin pulang kerumah untuk mencoba laptop barunya.
‘’Saya tau kamu mau main laptop baru kan, sabar. Saya juga tau kok kamu kepengen nulis n****+ tapi sebaiknya kamu makan dulu.’’
‘’Yaudah deh kak.’’ Pasrah Indira. William tersenyum tipis kemenangan ada di tangannya ckck.
***
Namanya juga rumah makan panda bamboo jadi nuansanya serba bamboo yang di rakit sedimikian rupa agar jadi tempat makan yang nyaman. Gayanya seperti rumah pohon tapi dari bamboo, kalau kita masuk ke dalam kita di suguhkan pemandangan yang gelap dan di cahayai lampu- lampu rumah sekitar seperti bintang di langit malam. Belakang rumah makan ini ada jurang.
Emah lagi- lagi terbangun ia kemudian sedikit menangis karena terganggu. Indira melepaskan gendongannya dan membaringkan Emah di lengannya memberikannya guling.
‘’Stttt sayang ini Buna nak.’’ Kata Indira menenangkan.
‘Susu.’’ Pinta Emah. Indira kebingungan pasalnya susunya habis dan hanya tadi siang saja.
‘’Minum air putih mau gak? Nanti sampai dirumah Buna buatkan susu.’’ Bujuk Indira. Emah kemudian bangun dan ingin menangis wajahnya sudah cemberut dan memerah. William yang baru datang habis memesan langsung menggendong Emah dan membujuknya.
‘’Dia mau minum s**u tapi ditas sudah habis. Makanya tadi aku minta pulang.’’ Kata Indira tapi William tak mendengarkannya malah sibuk membujuk Emah sambil membelakanginya.
‘’Lihat disana sayang, itu ada lampu kelap kelip.’’ Tunjuk William ke langit. ‘’Itu Namanya bintang.’’
‘’Intang.’’ Kata Emah sambil menggaruk kupingnya dan menahan nangis kepalanya mendongak ke Buna. ‘’s**u Buna.’’ Pinta Emah.
‘’Mau minum Es gak?’’ William mengalihkan Emah. Emah mengangguk.
‘’Es cokelat.’’
‘’Oke, tunggu sebentar. Sabar ya.’’ William mengusap air mata Emah dan mendekati Indira. William duduk di depan Dira sambil menggendong Emah.
Tak lama pesanan William datang, cah kangkong, gurami tiga rasa, kepiting asam manis, lada hitam, tomyam dan banyak lagi. minumnya ada es jeruk, jus manga, teh es, dan air mineral. William mengambil milkshake cokelat dan meberikan ke Emah. Emah menyedotnya melalui sedotan dan gelasnya di pegang William.
Indira nampak takjub melihat Kak William cekatan seperti ini.
***
Emah berada disamping Dira sekarang, dengan memegang Gekas milkshake cokelat ia sambil makan nasi yang di ulen pakai tangan Dira hingga lembut dan memakai lauk kepiting yang di keluarkan dagingnya sama William. Sesekali William juga makan dengan Dira.
Kalau ditanya bagaimana perasaan William mungkin hanya dia yang tau tapi yang jelas ia merasa sedikit bahagia karena bisa melupakan sejenak masa lalunya.