Tiga Bulan Dia Bukan Suamiku

1068 Kata
Hingga menjelang magrib, tiba tiba aku dikejutkan dengan tingkah suamiku, dia berdiri didepan pintu dan terlihat dia semacam ketakutan, entah apa yang ditakutkannya. Ku beranikan diri mendekati dan menegur suamiku. “Kenapa Mas??” tanyaku. “Itu … itu Dik dipohon besar depan rumah ada orang besar, dia memandangi Mas terus.” dengan terbata-bata dang gemetaran dia mengucapnya. Terlihat sekali wajah suamiku pucat ketakutan dan tatapannya hampa. Aku langsung memeluk dia dari belakang dan mencoba membawanya masuk ke kamar. Kemudian tengah malamnya sekitar jam 12 lewat, ketika semua sedang tertidur lelap, aku merasakan ada yang memeluk dan mencium sekitar leherku. Sedikit terkejut karena dalam kondisi tidur. Ku tanya “kenapa Mas??” suamiku tidak bersuara, malah terus mencumbui ku. Akhirnya kembali kami berhubungan. Kali ini ada perbedaan lagi dari kejadian kemarin. Badan suamiku saat berhubungan terasa dingin sekali seperti es, selain itu sesekali aku ada mendengar suara auman. Semua itu tak kuhiraukan karena aku sudah larut dalam hubungan itu. Namun sebaik apapun ‘hubungan’ itu, aku merasa ada yang ganjil. Batinku terus bergejolak. Ada sesuatu yang aneh dengan suamiku. Tidak biasanya dia selalu meminta hampir setiap hari untuk ‘berhubungan’ badan. Meski aku lagi ‘dapet’ pun tetap ia tak pernah alpa. Ah gila, ini harus dihentikan! Aku ga boleh larut begini. Selain itu ada juga perubahan pada karakter suamiku. Dia tidak seperti dulu lagi. Cenderung  pendiam dan lebih mudah emosional. Dia bukan suamiku yang dulu. Suasana dirumah juga ikut berubah. Banyak hal yang berubah. Aku dan suamiku juga sudah jarang solat jamah bersama-sama. Jangankan ke masjid, bahkan solat dirumah sendiripun suamiku bisa dikatakan tidak pernah lagi. Padahal rumah kami tepat berada di depan mushola. Yang ada kami berdua malah sering ribut. Setiap ku pinta solat selalu marah-marah. Setiap dengar adzan ia seperti gelisah. Wajahnya seketika berubah. Aku tak berani berada dekat dengannya. Tidak ada lagi kenyamanan di rumahku. Suamiku benar-benar sudah berubah. Kejadian ini terus berulang-ulang. Hari berganti hari, minggu berganti mingu. Sampai 3 bulan, selama itu juga aku berusaha sabar mengikuti kemauan suamiku, termasuk berhubungan s*x. Aku tidak lagi bisa menikmati, hanya pasrah menangis. Aku tahu jika itu bukan suamiku. Tapi aku tak berdaya. Aku berusaha tidak menceritakan pada siapapun tentang kondisi rumah tanggaku. Karena aku berpikir mungkin ini ujianku atau bisa juga karmaku. Hanya Allah yang Maha Tahu Segalanya. Hingga akhirnya kesabaranku mencapai batasnya. satu bulan sudah aku menjalani kehidupan seperti ini. Setelah suami berangkat kerja, sejam kemudian aku pergi ke rumah mertuaku, karena beliau yang jaraknya terdekat daripada rumah orang tuaku. Setibanya disana langsung menemui ibu mertua, saat itu juga memeluk beliau dan menangis sejadi-jadinya. Mertua terheran-heran ada apa dengan diriku. Ku ceritakan semua kejadian yang kualami  selama 4 bulan terakhir ini. Betapa terkejutnya beliau. Saat itu juga ia menelpon seseorang yang belum aku ketahui siapa. Kamipun membuat janji dengan orang yang ditelpon mertuaku. Disepakati seminggu kemudian orang itu memiliki waktu untuk di temui. Namanya Pak Ulil, teman dari ibu mertua yang sudah dianggap tokoh di kampungnya. Setelah menceritakan semua keluh kesah diriku, Pak Ulil pun langsung beraksi dengan keahliannya. Akhirnya ia hanya memberikan sebotol air yang telah di bacanya. Aku manut saja apa yang dikatakan Pak Ulil dan Ibu mertuaku. Keesokan harinya air ramuan tersebut aku campur dalam air teh kesukaan suamiku. Selain itu pada air mandinya juga turut ku masukkan ramuan itu. Sambil berharap cemas apa yang akan terjadi pada suamiku. Untuk beberapa hari ada perubahan pada suamiku. Ia kembali seperti semula namun itu tidak berlangsung lama. Seminggu kemudian perubahan pada suamiku semakin tak jelas. Ia lebih banyak bengong termenung sendiri. Terkadang malah bicara sendirian. Aku tetap tak putus asa. Aku coba kembali menghubungi ibu mertuaku. Beliaupun meminta agar aku segera mendatangi Pak Ulil teman beliau. Setelah bertemu, Pak Ulil minta waktu untuk persiapan ke rumah ku. Segala keperluan Pak Ulil periksa untuk dibawa ke rumahku. Aku merasa asing melihat barang-barang yang akan dibawa Pak Ulil. Tiba hari yang telah di tentukan. Tanpa sepengetahuan suami, Pak Ulil dan Ibu mertua datang ke rumahku. Kebetulan suami lagi libur hari itu. Anak-anak juga sudah ku ungsikan ke tempat adikku. Meski itu sangat berat tapi ini demi keluargaku ke depannya. Suami yang melihat kehadiran Pak Ulil dan ibunya tidak terlalu antusias malah terkesan cuek bebek. Aku mencoba menjelaskan dengan suamiku. Sedikitpun ia tak bergeming. Seolah kami tak ada disisinya. Pak Ulil langsung mendekati suamiku. Ia diminta agar membuka bajunya. Aku pun membantu membuka bajunya, karena suami tidak bereaksi apapun dengan apa yang dikatakan sepupunya. Setelah itu beliau tadi mengambil sebuah kunyit dan memotong sedikit ujungnya. Kemudian dengan kunyit itu beliau tadi menulis sesuatu di badan suamiku, semacam rajahan. Seketika itu juga suami langsung muntah-muntah tidak karuan. Aku yang tadinya hanya melongo menyaksikan kejadian itu ternyata ikut bereaksi juga. Akupun muntah muntah juga. Jadi seruangan tempat kami diobati itu penuh dengan muntah. Hampir setengah jam reaksi kami berbarengan dengan suamiku. Selesai pengobatan itu, suamiku dan aku mulai sadar. Hanya masih terlihat linglung karena efek pengobatan tadi. Pak Ulil tadi menjelaskan bahwa demit yang ada didalam tubuh suamiku adalah sesosok Gendruwo. Makhluk itu sudah mendarah daging karena sudah cukup lama di raga suami. Aku shock mendengar cerita sepupu tadi. Apalagi demit itu sangat menyukai diriku. Dan semua itu ada yang memberi perintah gendruwo tersebut dalam kata lain keluarga mendapat kiriman teluh atau santet. Sasaran utamanya adalah suamiku. Namun satu sisi yang patut disyukuri aku tidak hamil dari ‘hubungan’ itu. Sementara suami masih saja terlihat limbung. Setelah beberapa kali berobat dengan Pak Ulil, akhirnya suami ku benar benar dinyatakan bersih dari gangguan Gendruwo. Beliau lalu memberikan pagar gaib buat suamiku dan aku. Sambil beliau memberi amanat, “harus tetap diingat, SEBERSIH APAPUN aku dan suami, SETINGGI atau SETEBAL APAPUN PAGAR GAIB DIRI INI, JIKA YANG PUNYA BADAN TIDAK BERIMAN DAN BERTAQWA, MAKA SEMUANYA AKAN SIA SIA, karena BENTENG TERBAIK  adalah IMAN & TAQWA” pelan namun sangat merasuk ke dalam relung hati ku. Entah pada suamiku apakah ia mengerti dan akan menjalankan pesan tersebut, aku tidak begitu yakin. Selang beberapa minggu terjadi lagi kejadian yang sama, namun kali ini sosok itu bisa aku deteksi. Itu pun tidak sengaja ketahuan yaitu ketika terlihat di cermin. Astaghfirullah, dalam hatiku.  Sosok mirip Ridho suamiku tidak terlihat sama sekali. Seketika aku langsung focus dan tenang membaca shalawat dan Ayat 4. Baru mulai dengan bismillah, keluar suara asli si ‘dia’. Mulai meraung pelan. Terus kulanjutkan bacaan itu tanpa henti. ‘dia’ terus mengerang. Entah itu kepanasan atau kesakitan. Tetap k*****a terus. Nafasnya semakin tak beraturan. Perlahan pelukan tangannya mulai mengendur. Aku tetap memejamkan mataku sambil melanjutkan bacaanku. Jeritannya semakin lama semakin keras. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN