rencana

1236 Kata
Suasana ruang makan terdengar cukup ramai, mereka asyik saling berbincang. "Kak Elsa rencananya berapa lama tinggal di Jakarta?" tanya Adit sambil menyuap makanan ke mulutnya. "Selamanya," jawab Elsa. Tiba-tiba semua yang mendengar itu berhenti makan dan bicara. Elsa melihat ke semua orang yang ada di meja makan itu. "Yang serius Kak Elsa?" tanya Adit. "Serius Dek," kata Elsa. "Terus kerjaan kamu di Jerman bagaimana?" tanya Sumi. "Aku sudah resign, Bu," jawab Elsa. "Kamu ngak bercandakan Elsa?" tanya Frans sambil memandang Putrinya dengan penasaran. "Ngak Daddy, serius," kata Elsa dengan mengangkat dua jari membentuk huruf v. "Kamu punya masalah di sana, Sa?' tanya Bandi. Elsa menggelengkan kepalanya, "Ngak Yah, Elsa ngak punya masalah apa pun di sana." "Lalu kenapa?" tanya ibu Sumi penasaran. "Jangan bilang ada cowok berengsek seperti si iblis itu di sana?" Adit terdengar geram. Elsa sekali lagi mengelengkan kepalanya dan tersenyum. "Ngak ada Dek, Cuma Kak Elsa hanya ingin kembali menetap kembali di sini," jawab Elsa sambil memandang satu persatu wajah mereka secara bergantian. "Aku ingin kumpul bersama keluargaku di sini, apa pun yang terjadi, bolehkan?" kata Elsa lanjut. Adit yang mendengar perkataan Elsa langsung memeluk pundak gadis itu. "Tentu Kak, lebih dari boleh malah," kata Adit. "Karena kita kan satu keluarga." Sumi, Bandi dan Frans mengangguk setuju. Kemudian setelah selesai makan mereka semua berkumpul di ruang keluarga, meneruskan pembicaraan tadi. "Terus kamu bakal kembali kerja di sini, Sa?" tanya Bandi sambil menghirup kopinya. "Iya Yah, rencananya memang begitu," jawab Elsa. "Mau melamar kerja di tempat semula?" tanya Sumi. "Ngak Bu, aku akan cari tempat lainnya saja," jawab Elsa. "Iya Kak, ngak usah balik kerja di sana tempat lain saja masih banyak," kata Adit. "Nanti kalau balik ke sana bakal ketemu musuh dalam selimut lagi," kata Adit lagi terdengar kesal. Elsa tersenyum kemudian mengangguk, "Aku sudah punya perusahaan yang di rekomendasikan sama bosku di Jerman." "Benarkah?" tanya Sumi. "Apa nama perusahaannya, Sa?" tanya Frans. "Pasti perusahaan top ya Kak?" tanya Adit juga. "Itu pasti, karena perusahaan Elsa di Jerman juga bukan perusahaan kaleng-kaleng," kata Bandi menimpali. "Iya Sa, apa nama perusahaannya?" Ibu Sumi terdengar penasaran. "RD konstruksi," jawab Elsa. "Wah itu memang perusahaan terkenal Kak," kata Adit terdengar semangat. "Daddy juga tahu tentang perusahaan itu," kata Frans. "Memang perusahaan itu termasuk belum lama, tapi pemilik perusahaan itu termasuk yang paling hebat," kata Adit. "Iya, atasan Elsa dan pendiri RD adalah teman baik," kata Elsa. "Kalau begitu kapan melamar kerja di sana Kak? Nanti Adit antar," kata Adit terdengar bersemangat. "Minggu depan," jawab Elsa. "Kok Minggu depan?" tanya Adit lagi. "Karena satu Minggu ini mau dihabiskan buat di manja sama Ibu, Ayah dan Daddy dulu," jawab Elsa. "Manja ngak harus satu Minggu ini saja, sampai kapan pun boleh kan Elsa anak kesayangan ibu," kata Sumi sambil memeluk Elsa. Adit yang melihat itu langsung mencibir perlakuan Ibunya itu, "Wah bakal jadi anak tiri teraniaya nih ceritanya." Semua yang mendengar perkataan Adit langsung tertawa. @@@@ Adit dan Elsa masih berbincang saat kedua orang tua Adit sudah pulang ke rumah mereka yang tepat bersebelahan dengan rumah Frans. "Kak, benar yakin untuk kembali menetap di sini?" Adit mengulang pertanyaannya kembali. "Sudah yakin 100 persen Dit," jawab Elsa. "Berarti sudah move on?" tanya Adit. "Sudah," jawab Elsa yakin. "Kadang bicara tidak sesuai dengan hati Kak," kata Adit. "Maksudmu?" tanya Adit. "Maksudnya kalau sudah ketemu kembali nanti, semua akan berbeda lain di mulut lain di hati," kata Adit. "Tenang Dek, Kak Elsa sudah sangat yakin akan hal itu makanya aku berani kembali ke sini," kata Elsa. Adit memandang Elsa mencoba mencari kebenaran dalam wajah Elsa. "Empat tahun cukup buat Kak Elsa untuk mengobati luka ini, kalau terus menerus terpuruk kasihan Daddy," kata Elsa terlihat merenung. "Bagus itu Kak, karena mereka tak pantas mendapat kesedihan dan air mata dari Kak Elsa," kata Adit, Elsa paham dengan kata mereka yang dimaksud pemuda itu. "Aku rasa apa yang terjadi sudah cukup memberikan aku pelajaran untuk lebih hati-hati dan tidak langsung percaya dengan sebuah hubungan," kata Elsa memandang Adit sambil tersenyum. "Kalau begitu, bagaimana kita jalan-jalan dan bersenang-senang?" tanya Adit pada Elsa. "Lho kamu ngak kerja?'" tanya Elsa balik. "Belum Kak, ini masih off satu Minggu sebelum tugas ke luar kota nanti," jawab Adit. "Kalau begitu ayo, kita keliling seperti dulu lagi," kata Elsa terlihat semangat dan senang. Sementara mereka tak mengetahui kalau sepasang mata tua memperhatikan dan mendengar perbincangan Elsa dan adit diam-diam. "Daddy harap kamu akan selalu berbahagia Sa, karena itu yang Daddy janjikan pada Ratih Ibumu sebelum dia meninggal," kata Frans sambil menuju ke kamarnya. Kemudian Frans duduk di ranjang dan memandang bingkai foto di sana. "Ratih, tolong doakan Elsa putrimu supaya dia bisa memperoleh kebahagiaan yang selama ini dia Inginkan. Karena dia pantas mendapatkan itu semua setelah penderitaannya selama ini," kata Frans lirih sambil mengusap bingkai foto yang berisi dua orang yang saling tertawa lepas. @@@ Rama terlihat sedang serius melakukan pembicaraan dengan pria yang di hadapannya, saat HP-nya bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Saat melihat nama pemanggilnya, Rama Cuma bisa diam. "Sebentar," kata Rama pada pria yang ada di hadapannya. "Halo.." [ "Rama, putraku yang tampan, jangan lupa nanti siang janji kencannya." ] "Bu, apa ngak bisa beberapa hari lagi?" [ "Oh tak bisa, ini semua sudah diatur dan kebetulan cewek itu hanya punya jadwal kosong hari ini." ] "Kalau begitu, cari waktu lain buat ketemu Bu, bagaimana?" [ "Ngak bisa, ngak bisa! Ibu sudah atur semuanya pokoknya harus ketemu hari ini." ] Rama hanya diam, "Ya sudah Bu, nanti Rama datang." [ "Nah begitu dong, Ibu senang dengarnya." ] Rama mengakhiri pembicaraan lewat gawainya. "Kok muka kamu jadi suntuk begitu?" tanya pria yang ada di hadapannya itu. "Biasa Ibu, Danu," jawab Rama. "Memang kenapa dengan Bude Tri?" tanya Danu. "Maksa buat agar aku mau ketemu sama cewek," jawab Rama. "Bagus itu, siapa tahu itu jodoh kamu," kata Danu. "Belum tentu, kalau ngak cocok bagaimana?" tanya Rama. "Belum ketemu sudah ngomong ngak cocok, dicoba kenal dululah Ram," saran Danu. "Sebenarnya aku malas banget buat semua ini," kata Rama. "Jangan begitu, kamu itu memang sudah waktunya memikirkan buat segera berumah tangga," kata Danu, Rama Cuma diam saja. "Apa sih yang kamu tunggu, semua sudah kamu punya dan lagian umurmu itu tidak bisa dibilang muda lagi, Ram," "Buat apa kamu kerja keras dan menghasilkan banyak uang kalau akhirnya ngak ada yang menikmati?" Rama masih diam mendengarkan apa yang di katakan oleh Danu. "Kamu ngak kasihan sama orang tuamu, mereka itu sudah tua dan hanya punya anak tunggal, kapan lagi kamu bisa membahagiakan mereka kalau tidak sekarang?"Kalau memikirkan ngak cocok pasti sampai nanti juga ngak cocok, maka itu gunanya kamu kenal dan juga berusaha untuk dekat sama seseorang." "Mungkin kamu ada benarnya juga," kata Danu pelan. "Tentu saja aku benar, karena aku ini sudah berpengalaman, ngak seperti kamu mau kenal sama cewek saja takut," kata Danu tertawa. Rama memandang tajam pada Danu, "Kamu olok-olok saya?" "Aku bicara kenyataan saja, atau jangan-jangan memang selama ini kamu takut sama perempuan ya Ram?" Danu semakin tertawa melihat wajah serius Rama. Kemudian Rama berdiri, "Kamu mau saya pecat jadi CEO perusahaan ini?" Danu mendengus kasar mendengar perkataan Rama, "Kamu ngak bisa main pecat, saya juga pemilik saham perusahaan ini." Sambil berjalan menuju pintu Rama berkata dengan cukup jelas. "Tetap saja saya pemegang saham terbesar perusahaan ini Danu, dan saya punya hak opsi untuk melengserkan kamu." "Saya Cuma bercanda Rama!" kata Danu. "Saya juga bercanda buat memecat kamu jadi CEO," kata Rama sambil keluar dari ruang kerja Danu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN