"Ting..!"
"Ting..!
"Ting..!
Beberapa notifikasi muncul di layar handphone yang terletak di sebelah tumpukan kertas gambar yang bergulung-gulung.
Pria berkacamata yang terlihat serius dengan pekerjaannya langsung mengambil gawai itu dan membuka satu persatu pesan yang masuk.
Beberapa gambar wanita cantik dengan berbagai gaya muncul, beserta beberapa keterangan berupa tulisan singkat di bawah gambar.
Pria itu hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan, karena dia tahu siapa pengirim pesan itu.
Dan Dia langsung mengabaikan pesan itu, kembali bekerja dan mulai meneliti tumpukan kertas gambar yang ada dihadapannya.
Tak lama gawai itu berbunyi, melihat nama pemanggilnya membuat pria itu menarik napas kasar.
Seandainya saja panggilan ini bisa di abaikan akan dia lakukan.
Kalau perlu dia blokir sekalian, karena ini akan benar-benar mengganggu konsentrasinya dalam bekerja.
Tapi pada akhirnya dia menekan tombol hijau dan menempelkan gawai itu ke telinga.
"Halo Ibu."
[ "Ya ampun cah ganteng, kok lama banget baru diangkat sih?" ]
"Maaf Bu, ini aku lagi banyak kerjaan."
[ "Jangan kerjanya saja yang terus di perhatikan, itu ngak lihat apa Ibu kirim gambar?" ]
"Ini Baru lihat kok Bu."
[ "Kok ngak langsung di respons sih?pri Ibu ini ingin dengar tanggapan kamu itu bagaimana?" ]
"Tanggapan seperti apa?"
[ "Ya soal foto-foto itu." ]
"Memang kenapa dengan foto-foto itu Bu?"
[ "Gadis-gadis cantik itu semua pilihan lho Rama, tinggal kamu saja kira-kira suka yang mana?" ]
Rama terdiam mendengar penjelasan Ibunya itu.
"Belum ada yang dipilih Bu."
[ "Kalau Cuma di lihat sebentar saja, ya ngak mungkin dipilih, Ram." ]
"Nanti saja ya Bu, Rama masih sibuk Sekarang."
[ "Tapi kapan? Ibu mau secepatnya atur janji kencan buat kamu lho." ]
"Nanti Bu "
[ "Nanti itu kapan sih Ram? Harus di pastikan biar enak atur waktunya buat janji ketemu." ]
Rama terdiam kemudian berpikir sebentar.
"Minggu depan sepertinya."
[ "Apa Minggu depan! Kelamaan itu Ram, nanti malam Ibu tunggu kabar dari kamu." ]
"Tapi Bu..."
"Halo... "
Rama melihat pada layar HP-nya yang ternyata sudah dimatikan secara sepihak oleh Ibunya.
Pria itu melepaskan kacamata yang dia gunakan dan memulai memijit pangkal hidungnya, kebiasaan yang dia lakukan bila sedang banyak pikiran.
Rama bangkit dari kursinya dan berdiri di hadapan kaca besar ruangan kerjanya.
Melihat pemandangan taman yang ada di samping gedung kantornya, dia mulai tampak berpikir keras.
Ibunya tak berhenti meneror dirinya untuk segera menikah, Mulai mencarikan wanita-wanita untuk diperkenalkan padanya.
"Kamu itu sudah lebih dari 37 tahun Ram, bukan muda lagi ngak kepikir apa buat cari istri secepatnya?" Ibunya bicara dengan kesal.
Rama hanya diam mendengarkan Ibunya bicara sementara Ayahnya juga diam dan mendengarkan istrinya mengomel putra tunggal mereka.
"Coba lihat teman Ibu itu anaknya sudah pada nikah, sudah punya anak banyak, " Ibunya terus bicara.
"Ibu ini malu setiap bertemu teman atau keluarga selalu ditanya kapan Rama menikah, keburu jadi bujang lapuk ngak laku-laku," tak berhenti ibunya bicara.
"Namanya juga belum ketemu jodohnya Bu," suaminya akhirnya bicara sambil mengusap pundak istrinya.
"Bagaimana mau ketemu jodoh, setiap di kenalkan sama perempuan dia selalu saja punya alasan menolaknya," sungut Ibunya.
"Yang di kenalkan ibu itu semuanya bukan wanita kriteria Rama, Bu," sahut Rama pelan.
"Lho wong kriterianya itu seperti apa? Semua jenis wanita dari gadis sampai janda sudah Ibu kenalkan," kata Ibunya terdengar marah.
"Mungkin kepribadian dan lain-lainnya ada yang kurang, Bu," sahut suaminya.
"Cih.. Pak, yang semua jenis itu semuanya, sampai ke t***k bengeknya semua sudah, tapi dia tolak mentah-mentah," kata istrinya.
"Mungkin Rama memang ngak punya niat buat nikah kali, Bu," jawab suaminya sambil memandang putranya maklum.
Rama hanya terdiam mendengar itu semua, tapi kemudian dia mendengar suara tangis.
"Hu... hu... mungkin sampai ibu mati tidak akan pernah melihat Rama menikah.. hu..." kata ibunya terisak-isak.
"Baiklah Bu, saya mau bertemu dengan wanita yang ibu ajukan," kata Rama.
Ibunya memandang Rama, "Kamu benaran mau ?'
Rama mengangguk tanda setuju, "Tapi ini hanya perkenalan saja ya Bu, tidak lebih."
Ibunya mengangguk senang, "Boleh-boleh, ngak apa kenal dulu siapa tahu ada yang mencantol."
Lamunan Rama buyar ketika terdengar suara gawainya berbunyi, sebuah pesan masuk.
[ Rama, Ibu sudah bikin janji buat kamu sama seorang wanita ]
[ Tempat lokasi pertemuan nanti Ibu kirim ya.☺️ ]
Rama hanya bisa menarik napas berat dan mengusap leher belakangnya yang terasa tertimbun ribuan ton batu berat.
"Ibu kenapa ambil keputusan sendiri sih?" keluh Rama dalam hati.
@@@
Seorang gadis cantik dengan tubuh tinggi semampai keluar dari pintu kedatangan internasional.
Dia melihat sekeliling, seperti mencari sesuatu atau mungkin seseorang.
"Kak Elsa! Kak Elsa!"
"Di sini!"
Gadis itu melihat pada sumber suara yang memanggil namanya, begitu melihat seorang pemuda tampan dengan tubuh tinggi berkulit gelap dan berlesung pipi sedang melambaikan tangan padanya.
Elsa tersenyum dan berjalan cepat ke arah pemuda itu dan begitu sampai gadis itu langsung merasakan tubuhnya melayang di putar-putar.
Gadis itu tertawa senang memeluk erat pemuda itu, "Adit, Kak Elsa pusing kalau di putar terus begini."
Pemuda yang dipanggil Adit itu langsung berhenti dan langsung menurunkan Elsa yang terlihat sedikit oleng.
"Maaf Ka, habis Adit senang bisa ketemu Kak Elsa lagi," kata Adit sambil menahan tubuh Elsa yang terlihat lelah.
"Iya Kak Elsa tahu," jawab Elsa.
"Kalau gitu ayo kita pulang," ajak Adit sambil mengambil troli barang bawaan Elsa.
"Kamu sendirian jemput Kak Elsa, Dit?" tanya Elsa.
Adit mengangguk, "Yang lain menunggu si rumah."
"Begitu ya? Kalau begitu ayo, Kak Elsa udah ngak sabar ketemu mereka semua," kata Elsa.
Adit dan Elsa segera menuju tempat parkir kendaraan, mereka segera langsung meluncur pergi meninggalkan Bandara dengan tujuan pulang ke rumah.
Sampai di depan rumah dengan gaya minimalis, berpagar putih, Elsa segera turun dan wajah yang terlihat lelah langsung berbinar senang.
"Elsa! Elsa!"
Seorang wanita paruh baya berlari keluar rumah dan langsung memeluk gadis itu.
Elsa membalas pelukan itu, "Ibu Sumi."
Terdengar isak kecil dari wanita yang dipanggil Ibu Sumi itu.
"Ibu kangen, Elsa," kata Sumi.
"Elsa juga kangen," sahut Elsa haru.
"Bu, gantian dong pelukannya," terdengar suara seorang pria dari belakang Sumi.
"Masih kangen Ayah," Sumi melepaskan pelukannya pada Elsa.
"Bukan Cuma kamu aja yang kangen Bu, kita berdua juga kangen," kata pria yang dipanggil Ayah.
Elsa mengurai pelukannya, kemudian melihat pada pria yang berdiri di belakang Ibu Sumi.
"Ayah Bandi," kata Elsa kemudian memeluk pria itu.
Bandi memeluk Elsa dan menepuk punggung gadis itu.
"Ehm .." terdengar deheman dari belakang Bandi dan Elsa melihat pada pria paruh baya seumur Ayah Bandi.
Mata Elsa langsung berkaca-kaca melihat pria itu, "Daddy."
Dia langsung segera berjalan ke arah pria itu dan langsung memeluk erat pria yang di panggil Daddy itu.
"Selamat datang kembali ke rumah, anak Daddy sayang," kata pria itu.
Semua terlihat terharu dengan adegan itu.
"Sudah kangen--kangenannya, ini barang mau di taruh di mana?" suara Adit terdengar.
"Plak.." terdengar pukulan dan suara teriakan kecil.
"Aduh Bu! Sakit tahu kepala Adit!'
"Kamu tuh Adit gimana sih? Ya barang-barang itu di bawa masuk ke rumah, masa mau di taruh dijalan sih!" kata Sumi yang ternyata memukul kepala Adit.
"Iya Bu, jadi serasa anak tiri kembali sekarang," gumam Adit pelan.