8. Kemasannya Menarik

1605 Kata
Sementara itu di Metro. Jeanne terbangun oleh suara tangisan bayi yang bersahut-sahutan. Dengan mata masih setengah terpejam, kakinya menendang-nendang ke samping. Begitu menemukan badan hangat suaminya yang masih mendengkur, ia kemudian mendorongkan kakinya beberapa kali ke tubuh pria itu. “Haniii... bangun….” Wanita itu merengek. “Giliranmu mengecek si kembar.” Ricky menggumam pelan, tapi tidak juga beranjak dari posisinya sebelum kembali mendengkur. Tanpa membuka mata, Jeanne menjulurkan tangannya kesamping. Begitu menemukan wajah Ricky, jemari berkuku panjang itu mulai mengacak-acak rambut suaminya yang selalu terasa lengket oleh banyaknya gel rambut yang dikenakan pria itu. “Haaannniiii! Baaanguunnn!!!” Jeanne mulai berteriak. “Aku setuju untuk punya anak lagi karena kau berjanji akan membantuku…Sekarang, lekas bangunnn…!” Pria berumur 37 tahun itu akhirnya menggerakkan tubuhnya yang tertelungkup. Tapi bukannya bangun, ia justru menarik tubuh istrinya lebih dekat dan mendekapnya erat. “Shhh…. Biarkan saja…,” jawab pria itu. “Nanti mereka juga pasti lelah menangis dan tidur lagi.” Jeanne akhirnya membuka matanya dan membuka mulutnya untuk protes. Tapi seolah membaca pikiran ayahnya, tangisan kedua bayi kembar yang tidur di kamar sebelah memelan sebelum kemudian menghilang sepenuhnya. “Nahh kan… Apa kubilang,” Ricky menggumam. “Mereka akan menyerah ketika kau acuhkan.” Jeanne mendengus, “Kali ini kau benar, tapi lain kali tetap saja giliranmu. Kau sudah berjanji untuk membantu menjaga ke lima anak kita…. Hei! Kemana tanganmu meraba!” Jeanne menunduk ke bawah dan menemukan tangan suaminya sedang meremas salah satu dadanya. “Hm…Well... Kau sudah membangunkanku subuh-subuh begini. Sekarang kau harus bertanggung jawab, Baby.” Ricky meraih tangan Jeanne dan meletakkannya diantara pahanya sendiri, meminta istrinya untuk mulai mengusap-usap benda yang sudah tegak berdiri itu. Tangannya yang lain, sementara itu, mulai menyusup masuk ke dalam gaun tidur istrinya dan merayap keatas. Jeanne menutup wajahnya dengan satu tangan berusaha menahan rasa panas yang mulai menjalar di tubuhnya. Walau sudah bertahun-tahun pernikahan mereka, dan dikaruniai bukan hanya 4 tapi 5 orang anak yang sempurna, sentuhan suaminya masih saja bisa membuatnya kalang kabut. Apalagi ketika Ricky adalah satu-satunya pria yang menyentuh dirinya, dan satu-satunya yang ia biarkan melakukan apapun kepadanya. Dengan tubuh tertidur terlentang dan satu tangan menutupi wajah, Jeanne menurut. Ia mulai menggerakkan tangannya sepanjang gagang tongkat yang sudah bertanggung jawab menghamilinya hampir nonstop. Tubuh Ricky memang sudah tidak sekekar dulu, walau masih sering menemani bossnya, Tomas Salazar, di ring tinju, tapi sepertinya kehidupan rumah tangga, dan kesibukan mengurus ke lima anaknya membuat Ricky tidak lagi terlalu ambil pusing dengan bentuk tubuhnya. Sedikit buncit di depan, dan gelambir di pinggir, tidak masalah baginya. Toh istrinya tidak keberatan dan masih menganggapnya sebagai pria terseksi sepanjang masa. Tangan Ricky mulai menemukan apa yang di carinya. Ia memainkan telunjuk dan ibu jarinya diujung da-da istrinya, yang walaupun lembek tapi masih cukup memenuhi telapak tangannya. Apalagi ketika kini istrinya itu masih menyusui kedua bayi kembar mereka, benda itu sepertinya lebih membengkak dari biasanya. Yang bagus bukan hanya untuk kedua anaknya, tapi juga untuk dirinya. Sepertinya ia memainkan benda itu terlalu keras, karena kini sesuatu yang hangat mulai merembes keluar dari ujung d**a Jeanne dan membasahi tangan Ricky. “Hani…,” Jeanne merintih, masih sambil menutupi wajahnnya. “Hentikan… Atau aku perlu mengganti sprei lagi nanti…” Ricky menarik tangannya keluar dari gaun istrinya, tapi bukannya berhenti ia justru bangkit dari tidurnya dan menarik gaun istrinya terlepas. Satu alasan mengapa ia suka sekali menambah anak, selain memang karena ia suka anak kecil, adalah melihat d**a istrinya. Hormon kehamilan dan menyusui sepertinya berpihak pada wanita itu. Setiap rahimnya sudah mulai berisi, sudah bisa dipastikan ukuran d**a wanita itu langsung naik 2 ukuran. Apalagi ketika menyusui seperti ini, bisa di pastikan Ricky tidak bisa lepas dari wanita itu ketika bersama. Bukan rahasia jika pria itu benar-benar memuja tubuh istrinya. Ricky meraih tombol lampu di atas nakas dan menyalakannya. Ia berniat mengamati kedua benda pujaannya itu lebih jelas. Jeanne langsung menjerit dan mendekap kedua dadanya sendiri, “Hentikan… matikan lampunya… kau membuatku malu…” Tangan wanita itu yang menghimpit, malah semakin menekan kedua benda itu merapat dan mengucurkan lebih banyak cairan asi miliknya.. Dengan bibir tertarik lebar, Ricky menjulurkan tangannya dan mengusap air berwarna putih keruh yang menetes keluar dari ujung kecoklatan istrinya. Tidak berhenti disitu, ia kembali meremas benda itu hingga semburat air kembali menyiram ke mana-mana, sebagian membasahi bantalnya, dan sebagian menyemprot hingga ke wajahnya sendiri. “ICE! HENTIKAN!” Jeanne kini menjerit sambil memukul d**a suaminya. “Tapi, Bebii… Kau seksi sekali ketika sedang menyusui. Lihat saja benda ini. Bagaimana kalau kita membuat satu bayi lagi, hah?” Ricky meraih celana dalam Jeanne dan menariknya lepas melewati kedua kaki wanita itu. Kini benar-benar polos, tidak ada yang bisa lagi membuat Ricky menahan keinginannya untuk segera membenamkan tubuhnya ke dalam kehangatan istrinya yang tersembunyi di balik rimbunnya bulu-bulu keriting lembut berwarna kehitaman itu. Ricku baru saja hendak menendang celananya lepas ketika mendadak suara gagang pintu yang ditarik terbuka mengagetkan keduanya. “MOOMMMYY!!! Kalian sedang apa sih? Berisik, tahu!” jerit Elroy, anak ketiga mereka yang baru berusia 8 tahun. Buru-buru Ricky meraih selimut dan mengubur istrinya ke dalam kain itu sementara ia sendiri menarik kembali celana boxernya naik. “OY! Apa katakusoal masuk ke kamar, hah? Ketuk dulu sebelum nyelonong masuk!” Ricky berteriak pada anak laki-lakinya yang masih mengucek mata. Elroy hanya berdiri di depan pintu dengan wajah tanpa ekspresi sebelum bocah itu kemudian mengedik sambil menunjuk ke belakang. “Aku hanya ingin memberi tahu, ada telepon untukmu, Dad. Dari Uncle Tomas.” Selesai berkata, Elroy langsung nggeloyor keluar. “Arg! Bocah menyebalkan! Mengapa kita punya banyak sekali anak?!” Ricky meremas rambutnya kesal. Wajah istrinya menyembul keluar dari balik selimut, tertawa kecil. “Bukannya kau yang terus-terusan ingin menambah anak?” Ricky nyengir sambil menunduk dan mencium bibir istrinya. “Aku angkat telepon dulu dari Tomas. Lalu kita lanjutkan permainan kita, Baby. Kali ini dengan pintu terkunci rapat dan di halangi dengan lemari baju.” Pria itu langsung melompat turun dari ranjang dan berlari kecil ke dapur. Diraihnya gagang telepon yang tergeletak diatas meja makan. “Ya, Boss?” Ricky berkata melalui benda di tangannya. Suara dalam dari pemimpin organisasi Salazar terdengar dari ujung sambungan. “Ice,” Tomas memanggil. “Aku membutuhkan semua kapten untuk berkumpul di markas. Sekarang.” Ricky melirik ke arah jam di dinding. Jam 6 pagi? Sesuatu pasti terjadi sehingga Tomas meminta semua orang berkumpul. Tidak peduli seberapa inginnya ia ‘memerah’ istrinya, sekarang bukan waktu yang tepat. Atau mungkin ia masih sempat? “Baiklah, beri aku waktu 20 menit?” Ricky membalas. “Baiklah. Dua puluh menit. Kabari yang lain.” “Okay.” Ricky menutup telepon rumahnya dan berjalan masuk kembali ke kamar. Ia meraih ponsel yang disimpannya diatas nakas dan mengirimkan pesan beruntun kepada kelima kapten Salazar, Potter, Pyton, Fish, Tiger, dan Kid. Usai melakukan tugasnya, Ricky berlari ke pintu kamar dan menutupnya rapat, tidak lupa menguncinya kali ini. Ia segera menendang boxernya terlepas dari kakinya dan melompat kembali ke atas kasur dimana istrinya kini terduduk dengan berbalut selimut. “Apa yang terjadi?” Jeanne bertanya. “Tomas menginginkan pertemuan pagi ini.” Ricky menarik selimut dari cengkeraman istrinya, hingga tidak ada yang menghalangi pandangannya dari tubuh seksi Jeanne “Jadi... Apa yang kau lakukan kembali naik ke atas kasur? Bukankah Boss mu sedang menunggu? Tidakkah kau sebaiknya segera bersiap?” Jeanne bertanya dengan wajah kebingungan. “Arg! Biarkan dia menunggu,” geram Ricky. “Masih ada tugas penting yang harus kuselesaikan,” cengirnya sambil menarik kedua kaki Jeanne keatas bahunya dan mulai menusuk. “Ah! Hani… Bisakah kau pelan-pelan sedikit?” Jeanne menjerit setiap tubuh suaminya menabrak sela pahanya yang terangkat. Wanita itu berteriak bukan karena tidak menikmati gerakan suaminya, tapi lebih karena setiap pria itu membenamkan dengan kasar, sesuatu meleleh keluar dari dadanya dan menggenangi kasurnya. Apa yang dilakukan suaminya terlalu nikmat, hingga wanita itu tidak mampu mengendalikan semburan yang keluar baik dari dadanya maupun getaran dari bagian bawah tubuhnya yang kini mulai merayap hendak memunculkan taringnya. Hal yang sama terjadi pada Ricky, semburan yang keluar dari dua benda yang ada di d**a istrinya, ditambah bosnya yang sedang menunggu, membuatnya tidak perlu dan tidak bisa menghabiskan waktu terlalu lama sebelum harus menyelesaikan gempurannya. Pria itu menunduk, meletakkan kedua tangannya mengurung tubuh istrinya yang merintih dan melenguh. Wajah wanita itu merah padam. Perut buncit suaminya menabrak dengan suara keras seirama dengan cepatnya gerakan pinggul Ricky yang mendesak jauh ke dalam. Pernikahan mereka yang sudah belasan tahun, membuat keduanya sudah saling paham dengan bahasa tubuh pasangannya. Tak lama, geraman yang bersahut-sahutan terdengar dari bibir Ricky dan Jeanne, menandakan ujung dari permainan keduanya. Tak sampai 10 menit dari awal permainan, Ricky sudah menggulingkan tubuhnya ke samping dengan nafasnya terengah-engah. Pria itu menjilat bibirnya yang kering sambil melirik ke wajah istrinya yang sedang bertaburkan peluh, sama dengannya. “Suami mana yang tidak betah di rumah dengan istri secantik dirimu, coba?” Jeanne mencubit pelan perut bunci suaminya sambil tertawa kecil. “Ah dasar pria tua gombal. Kau hanya romantis setiap ada maunya.” “Apa? Tidak benar itu. Aku selalu romantis. Bahkan nanti begitu aku pulang, bagaimana kalau kita menitipkan anak-anak pada Eve dan Pyton agar kita bisa makan malan diluar?” Ricky mengecup bibir istrinya sekilas sebelum mengarahkan bibirnya ke ujung salah satu gundukan kesayangannya. Disedotnya benda itu kuat-kuat hingga pipinya cekung. Sedikit semburan asi milik Jeanne mengucur ke dalam mulut Ricky yang langsung diteguknya sebelum istrinya mengomel. Asi adalah untuk si kembar, bukan untuk daddynya, begitu Jeanne sering berkata ketika Ricky melakukan hal semacam itu. Mungkin wanita itu benar. Pria dewasa sepertinya sudah tidak lagi butuh meminum s**u. Hanya saja, siapa suruh susunya di kemas dengan kemasan yang sangat menarik?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN