19. Ide Gila Red

2085 Kata
Tomas baru sampai di rumahnya sekitar pukul 1 malam. Lucia meminta ijin untuk pulang terlebih dahulu karena merasa sedikit sakit kepala dan sepertinya seakrang sudah tertidur di kamar. Tanpa bersuara, Tomas meraih gelas di dapur dan menuangkan sedikit cairan berwarna coklat bening ke dalam gelasnya. Ia meraih gelas dan membawanya ke kebun belakang. Didudukkannya tubuhnya yang penat di atas kursi dan sambil menatap ke kejauhan. Perlahan, Tomas mulai menyesap minuman di tangannya. Tak berapa lama, dirasakannya usapan halus di pundak, diikuti oleh aroma wangi dari rambut wanita yang kini mengecupkan bibirnya ke ujung kepala Tomas. “Hm...Red…,” Tomas mengelus tangan yang mengalung ke bahunya. “Kau belum tidur?” Wanita itu meraih gelas dari tangan Tomas dan meletakkannya ke atas meja. Tanpa alas kaki dan hanya berbalut gaun tidur, Lucia kemudian mendudukkan tubuhnya ke pangkuan suaminya. “Aku tidak bisa tidur tanpamu, Husband. Kau tahu itu,” wanita itu menjawab dengan suara mendayu rendah sambil menyandarkan kepalanya ke bahu Tomas. “Bagaimana kepalamu? Masih pusing?” Tomas meraih tubuh istrinya ke dalam dekapannya dan memeluk erat. “Sedikit,” Lucia menjawab. “Kurasa aku hanya terlalu memikirkan Missy. Ada kabar tentang Black Dragon?” “Tidak ada yang baru. Oh… barusaja Tiger menyampaikan bahwa rupanya ada mata-mata di sekolah Missy.” Lucia mengangkat kepalanya dari bahu Tomas dan menatap wajah suaminya dengan pandangan kaget. “Mata-mata?” “Ya. Mungkin staff atau guru di sekolah itu” Wanita itu mengerutkan keningnya. “Hm… aku mengenal semua karyawan sekolah Missy, tidak mungkin ada salah satu dari mereka yang bekerja pada Black Dragon. Tapi… akan kucari tahu besok untuk memastikan.” “Ya… lakukan. Dan pastikan siapapun orangnya akan mendapatkan balasannya, Red. Berani memata-matain putri tunggalku di tempat yang seharusnya dianggap aman. Tidak bisa kumaafkan.” Tomas mengelus pinggang istrinya yang hanya mengenakan gaun tidur tipisnya. Ia mendekatkan wajahnya ke da-da Lucia dan membenamkan nya dalam-dalam, menghirup aroma wanita itu ke dalam paru-parunya. Berusaha menenangkan amarahnya yang mulai mendidih. Lucia meraih sisi wajah Tomas dan membelainya. “Maafkan aku tidak bisa memberimu anak selain Missy, Tom,” celetuk Lucia tiba-tiba. Tomas langsung menarik wajahnya dan mendongak dengan dahi berkerut. “Mengapa kau mendadak mengungkit hal ini lagi, Red? Sudah kubilang kau dan Missy, kalian berdua cukup bagiku.” “Aku tahu… tapi jika kau ingin, aku tahu Ada-mae—” “Hentikan!” bentak Tomas mendadak. Ia sudah tahu kearah mana pembicaraan istrinya. Selama beberapa minggu terakhir ini, Lucia terus-terusan mengungkit adik tirinya, Ada-Mae. Benar Tomas dulu memiliki hubungan dengan Ada-Mae. Jauh sebelum kelahiran Missy, bahkan sebelum pernikahannya dengan Lucia. Dan benar Ada-Mae hingga sekarang masih hidup sendirian tanpa seorang suami. Lucia mengatakan hal itu disebabkan karena Ada-mae masih mencintai Tomas. Tapi sudah 17 tahun berlalu dan tidak pernah sekalipun Tomas memikirkan Ada-Mae selain sebagai adik iparnya. Cinta yang dimilikinya, sepenuhnya hanya untuk Red dan Missy. Tidak ada yang lainnya. Jadi saran Lucia yang memintanya untuk menghamili Ada-Mae guna memperoleh keturunan, dianggap Tomas sebagai sesuatu yang konyol dan benar-benar aneh. “Tapi, Tom. Ada-Mae setuju dengan ideku yang—” “Ide gila, Red! Hentikan.” Tomas mendorong tubuh Lucia dari pangkuannya dan mulai berjalan masuk ke dalam. Pikirannya mulai tidak tenang dengan desakan aneh dari Lucia. Sejak dulu wanita itu tidak pernah berniat membaginya dengan siapapun, bahkan tidak segan untuk mengancamnya jika sampai ia berselingkuh. Kini ia mengusulkannya untuk meniduri adik tirinya? Apakah ancaman dari Black Dragon terhadap keluarganya sudah membuat Lucia kehilangan akal sehatnya? “T-tomas! Tunggu!” Tomas mengabaikan panggilan Lucia yang kini berlari dibelakangnya. “Tom! Maafkan aku… baiklah… aku tidak akan menyinggung hal ini lagi.” Lucia meraih tangan suaminya dan menariknya agar berhenti. “Please, look at me...” Pria itu akhirnya berhenti dan menoleh. Wajah Lucia yang pucat meluruhkan kekesalannya. Ia merengkuh kepala wanita itu dan membawanya kembali ke dalam pelukan. “Jangan pernah meminta hal seperti itu lagi, ok? Aku tidak memerlukan anak lain dari siapapun juga.” Lucia mengangguk dalam pelukan suaminya, “Aku tahu.” Ia membenamkan wajahnya semakin dalam berusaha untuk menghalau kekacauan dalam benaknya sendiri. Belaian Tomas pada punggungnya membuatnya sedikit tenang. Lucia meraih leher pria itu dan menarik nya ke bawah, mendekatkan wajah Tomas yang kasar ke wajahnya sendiri. Bibir Tomas terasa lembut ketika wanita itu menekannya ciumannya. Perlahan di lumatnya bibir Tomas yang tebal. Didorongkannya lidahnya ke dalam mulut pria itu. Aroma whisky berbaur dengan rasa khas milik Tomas yang sangat disukainya. “Hmmm....” Tomas mengerang. Lumatan bibir wanita itu dijawab olehnya dengan remasan tangan lebar ke pinggul Lucia. Jemari Tomas menyelinap ke bawah gaun wanita itu dan meraba masuk ke dalam pakaian dalam berenda yang dikenakan Lucia. Masih dalam posisi berdiri, pria itu membelai permukaan hangat diujung jemarinya, yang perlahan membasah, seiring dengan gesekan telunjuknya. Bisa dirasakannya nafas Lucia yang terengah diikuti desahan dari bibir wanita itu. Tomas meraih pinggang Lucia dan mengangkat wanita itu naik keatas meja makan. Dengan gerakan tidak sabar, Tomas meraih tali gaun tidur Lucia, dan menurunkannya dari pundaknya, yang langsung melorot ke perut wanita itu. Seakan sedang kelaparan, Tomas langsung membenamkan mulutnya ke ujung da-da istrinya, yang walaupun sudah tidak sepadat dulu tapi tetap saja masih mampu membuat nya menegang. Sementara lidahnya memainkan permukaan kasar di da-da Lucia, tangannya meraih ke bawah dan menarik cela-na dalam wanita itu terlepas. Lucia bisa merasakan pinggulnya yang dingin melawan meja marmer yang sedang didudukinya. Tomas menarik keatas gaun yang dipakainya hingga kini melingkar di perutnya tanpa mampu menutupi bagian atas ataupun bagian bawah tubuhnya yang sepenuhnya terpampang. Tomas melepaskan hisapannya dan melangkah sejengkah mundur. Mengamati tubuh Lucia yang duduk dalam keremangan ruang makan membuat panas tubuhnya semakin membara. Ia bisa merasakan desakan diantara kedua kakinya yang semakin menyiksa, meronta untuk segera di lepaskan agar bisa berkeliaran. “Sudah lama kita tidak hanya berduaan di rumah, hmm... Red?” Tomas berbisik sambil menyeringai. Mata pria itu menatap lekat ke milik Lucia, mencari bayangannya sendiri di dalamnya. Kilauannya yang berwarna kecoklatan menyala hampir terlihat keemasan ketika wanita itu kegirangan. Benar-benar indah. “Memangnya apa yang hendak kau lakukan, Boss?” Lucia balik bertanya sambil tertawa kecil. Tomas bisa melihat sedikit kerutan terlihat di ujung mata wanita itu ketika tersenyum, bukti bahwa sudah tidak mudanya lagi usia mereka. Tapi tidak masalah, justru wanita itu terlihat jauh lebih anggun dan lebih cantik dibanding dulu. Bagaikan sebotol wine yang semakin enak semakin lama disimpan, begitupun dengan kecantikan istrinya. Lucia melebarkan pa-hanya ke samping dan memainkan ujung da-danya dengan satu tangannya, membuat benda diantara kaki Tomas berdenyut. “Mungkin aku perlu menghukummu karena sudah menyarankan hal yang tidak-tidak, hm Red?” Tomas menggoda. Lucia tertawa kecil mendengar ucapan suaminya. “Oh ya? Hukuman apa, Boss?” “Hm… Aku ada ide,” Tomas berkata sambil melepaskan dasinya. Lucia bisa merasakan dadanya berdesir melihat ucapan suaminya. Ia menjilat bibirnya penuh antisipasi ketika pria itu kembali mendekat dan melilitkan dasi yang di bawanya menutupi matanya. Sepanjang pernikahan mereka, diakui Lucia percintaan mereka jauh dari kata membosankan. Mungkin itulah yang terjadi ketika kau menikahi seorang ketua gangster. Atau mungkin itulah yang terjadi ketika kau menikahi sahabat baikmu sendiri yang juga adalah adik angkatmu. Ya, Tomas dan Lucia memang dibesarkan sebagai kakak beradik. Kedua orang tua Lucia mengadopsi Tomas ketika pria itu masih sangat muda. Jadi bisa dibilang, kunci keberhasilan pernikahan mereka selama ini adalah karena mereka memahami satu sama lain. Lucia kini tidak bisa melihat apa-apa, tapi hal itu justru kini membuat inderanya yang lain semakin terbangun. Ia bisa merasakan sapuan telunjuk Tomas ke pipinya. Kemudian diikuti dengan ciuman dari bibir pria itu. Hanya sekilas, sebelum kemudian pria itu kembali menjalankan telunjuknya, kali ini menyapu leher Lucia. Diikuti oleh kecupan dan jilatan ke tempat yang sama. Setiap telunjuk Tomas menyentuh, pria itu akan mengulangi belaiannya dengan bibirnya. Berawal ke pipi, leher, lalu turun ke pundaknya, tulang selangka, sebelum kemudian ke da-danya. Menuju ujungnya yang sudah menanti. “Oooh....,” Lucia tidak lagi bisa menahan desahannya. Ia bisa merasakan jilatan lidah suaminya di bagian sensitif dari tubuhnya itu. Tomas memainkan pucuk nya yang kaku. Menggigit ringan dan menyesapnya. Semua rayuan Tomas membuat Lucia semakin membuka. Sesapan mulut hangat suaminya membuat da-da Lucia semakin membusung ke depan. Seolah meminta untuk di perhatikan selamanya. Tapi Tomas melanjutkan ciumannya. Ia melompati tubuh Lucia dan mendaratkan ciuman berikutnya ke lutut Lucia. Berbalik arah, kali ini ia belaian tangan dan kecupannya bergerak naik. Ke pa-ha bagian dalam wanita itu. Bisa dirasakannya kaki Lucia yang membuka semakin lebar di depan wajah Tomas. Gerakan nafasnya yang terengah-engah membuat suaminya tahu bahwa wanita itu sedang menikmati apa yang dilakukannya, dan mungkin menantikan permainan lidahnya menuju pusat tubuhnya. Tapi Tomas berhenti. Tepat di pinggir lipatan hangat Lucia, ia berhenti. “Mengapa kau berhenti?” Lucia merengek. Tangannya masih mencengkeram pinggiran meja sementara pahanya terbuka lebar. Tomas menegakkan badannya dan dengan senyuman lebar ia memerintah. “Sentuh dirimu sendiri, Red. Aku ingin menonton.” Tomas menarik kursi meja makan dan menempatkannya di depan tubuh istrinya. Perlahan ia mendudukkan badannya keatas kursi, dimana pandangan matanya menatap lurus ke celah yang membuka di depannya. Paham apa yang diingginkan oleh suaminya, Lucia menggerakkan tangan kanannya ke da-danya dan meremas tubuhnya sendiri. Telunjuk dan jempolnya mencubit ujung tubuhnya dan melenguh menikmati belaiannya sendiri. Tomas membuka kedua kakinya sendiri lebih lebar. Bisa dirasakannya batangnya yang mulai mendesak, bak seorang penentang yang tidak sabar untuk menyampaikan pendapatnya. Tomas meraih tonjolan di balik celananya sendiri dan mulai menggenggamnya. Matanya, sementara itu, tidak bisa terlepas dari apa yang dilakukan istrinya. Masih memilin ujung d**a kanannya, Lucia menjilat dua jari kirinya, memastikan kedua jarinya benar-benar basah, sebelum kemudian menyelipkannya ke dalam celahnya sendiri. “Oh ya....” Tomas menggeram. Nafasnya mulai memberat. “Benar, Red. Seperti itu. Gerakkan jemarimu. Aku ingin melihat tanganmu basah dilumuri oleh cairanmu sendiri.” Lucia melenguh. Wanita itu mulai menggerakkan kedua jemarinya perlahan di antara himpitan tubuhnya sendiri yang terasa hangat. Begitu menemukan daerah yang dicarinya, ia pun mulai menekan, menggerakkan telunjuknya memutari daerah itu sambil terus menarik dan menusuk. Didengarnya geraman rendah dari tenggorokan Tomas, memberitahunya bahwa suaminya menikmati apa yang dilakukannya. Dipercepatnya kocokan tangannya. Suara gesekan jemarinya ke celahnya yang basah oleh lendir, terdengar basah dan nyaring. Walau tidak bisa menggantikan benda suaminya, tapi Lucia menikmati belaiannya sendiri. Setidaknya untuk saat ini, hingga tomas memutuskan bahwa ia menyerah. Tidak tahan lagi, Tomas melepaskan sabuk dan mengeluarkan benda yang sudah dalam keadaan marah karena terlalu lama di permainkan itu. Tanpa melepaskan kemejanya, pria itu menarik tangan Lucia keluar dan menggesekkan ujung batangnya ke permukaan bibir bawah Lucia. “Apakah kau menginginkannya, Red?” tanya Tomas masih belum memasukkan benda itu. “Oh..ya… Sangat, Boss…. Pleasee…. Aku membutuhkan kematian kecilku…” Rengekan Lucia tidak bisa lagi menahan Monster Tomas yang semakin berdenyut. Ia membenamkan benda itu dalam-dalam ke tubuh Lucia yang sudah licin dan terbuka. Kehangatan wanita itu langsung memeluknya, membuatnya tidak ingin keluar lagi. Tapi sadar tidak bisa tinggal di dalam kolam istrinya selamanya, Tomas menarik tubuhnya perlahan keluar. Ujung kepala monsternya menyentuh langit-langit celah tubuh Lucia membuat tubuh wanita itu gemetaran. “Mmh…yeah....” Lucia menggigit bibirnya. Tomas kembali menyentak masuk. Gerakannya yang kasar membuat da-da Lucia tersentak, menggoyangkan kedua gundukan wanita itu keatas sebelum kembali ketempatnya semula. Ingin kembali menatap benda itu tergoncang, Tomas kembali menarik dan menyentak tubuhnya dengan kasar. Kedua benda itu bergerak seiring dengan hantaman tubuhnya. Suara kulit Tomas yang menabrak kulit Lucia terdengar, mengiringi erangan dan desahan dari bibir wanita itu. Seirama dengan ujung benda panas yang tidak berhenti menggaruk langit-langit rongga tubuh Lucia. Ukuran tubuh Tomas yang besar meregang dan memenuhi Lucia. Gesekan benda itu semakin lama terasa semakin panas, memanggil dewa kematian untuk mendekat. Hanya butuh beberapa hentakan lagi sebelum akhirnya Lucia bisa merasakan sabetan dari sang dewa kematian ke bagian bawah tubuhnya. Wanita itu mengejang dan menggeliat. Tangannya mencengkeram pinggiran meja semakin erat, bersamaan dengan teriakan di bibirnya yang merah. “Ah.. Tomas! AH!!” “Oh Red... Luar biasa sekali rasamu,” Tomas menggeram dengan nafas berat. Pelepasan istrinya memicu pelepasannya sendiri. Ia bisa merasakan ujung klimaksnya mulai menampakkan diri. Digerakkannya pinggulnya semakin cepat. Semakin dalam. Hingga ia tidak bisa lagi menahan. Sambil menggeram di diraihnya da-da istrinya dan di remasnya benda itu. Pria itu seolah sedang mencari pegangan sementara Monsternya memuntahkan semburan demi semburan ke dalam lembah yang masih menghimpitnya. Tomas bisa merasakan denyutan kejantanannya bahkan setelah ia berhenti menyembur. Di letakkannya dahinya yang berkeringat ke d**a Lucia. Dengan nafas yang terengah-engah, ia pun berbisik, “Jangan pernah mengungkit hal yang tidak-tidak, Red. Berjanjilah?” Lucia tersenyum tipis dan memeluk tubuh suaminya dengan erat. Tapi bibir wanita itu tidak membalas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN