17. Kuso!

1664 Kata
Tiger dan Phyton menemui Tomas di markasnya malam itu. Keduanya memiliki berita yang hendak disampaikannya pada bosnya. “Kau benar, Boss. Black Dragon ada di balik semua ini,” Tiger melaporkan temuannya. “Menurut informan ku, Black Dragon memiliki mata-mata di sekolah Missy.” Tomas yang sedang duduk di kursinya mengerutkan keningnya. “Mata-mata?” pria itu bertanya dengan suara seberat granit. “Siapa?” “Tidak ada yang tahu. Bisa jadi salah satu guru. Atau mungkin karyawan yang bekerja di sekolah. Yang pasti siapapun itu, adalah orang yang tidak mempunyai catatan kriminal.” Tomas menyandarkan kembali punggungnya ke belakang dan meremas kepalan tangannya yang diletakkannya diatas meja. Memikirkan bahwa ada mata-mata di sekolah Nicole, seseorang yang tidak diketahui identitasnya, berada di sekeliling putrinya, mengawasi, menunggu waktu yang tepat untuk menyerang, membuat dadanya teremas. Kadang ia berharap bisa membungkus putrinya itu dengan bubble wrap dan menyembunyikannya di menara tertinggi, jauh dari incaran naga-naga berlidah api yang mengincarnya. Tapi Tomas tahu hal itu tidak mungkin dilakukan, apalagi dengan semakin dewasanya Nicole. Mana mungkin putrinya itu akan tinggal diam dan menurut begitu saja di kekang seperti itu. Jika Nicole adalah putri diatas menara, bisa di pastikan gadis itu tidak akan menunggu pangeran untuk menyelamatkannya. Ia lah yang akan turun sendiri dan membantai naga yang menjaganya untuk bisa keluar dari kurungan. Tapi setidaknya selama ia masih hidup, Tomas tahu bahwa ia tidak akan membiarkan apapun terjadi kepada putrinya. Ia tahu apa yang harus dilakukannya. Selama ia masih hidup, ia lah yang akan membunuh naga itu untuk menyelamatkan putrinya. “Setidaknya keputusanmu untuk memindahkan Missy dari kota ini sudah benar, Bos.” Suara Phyton mengalihkan pikiran Tomas. Pria itu mengangguk. Phyton benar. Setidaknya kini ia tidak perlu was-was akan keberadaan anaknya di garis perang yang kemungkinan besar akan segera pecah antara Salazar dan Black Dragon. “Kau sudah menemukan markas mereka?” Tomas bertanya. Tiger menggeleng, “Aku sedang berusaha. Edi memiliki sebuah rumah di luar Metro, tapi sepertinya tempat itu tidak berpenghuni. Tidak terlihat ada pergerakan di sekitar rumah itu. Pria itu tidak berkeluarga, kedua orang tuanya menetap di luar negeri, anak tunggal. Benar-benar tidak ada yang bisa di gunakan untuk mengancamnya. Dia adalah seorang serigala tanpa kawanan, pejuang tunggal. Tidak terikat kepada apapun dan siapapun. Pria yang berbahaya.” Tomas menarik nafasnya dalam-dalam sebelum menghembuskannya keluar. “Tidak,” pria bertubuh kekar itu membalas. Suaranya rendah hampir menyerupai gumaman yang ditujukannya untuk dirinya sendiri. “Pria yang berbahaya adalah pria yang memiliki terlalu banyak hal untuk dilindungi.” *** *** Sementara itu jauh di belahan lain bumi. Nicole masih mencoba mendorong tubuh Shinichi yang mendengkur diatasnya tanpa hasil. Ia mulai mengantuk dan kini mulai merasa gerah tertindih tubuh Shinichi yang tidak hanya berat tapi juga panas. Matanya melirik ke bawah dimana kepala pemuda itu tepat berada di dadanya seolah sedang menjadikannya sebagai sebuah bantal empuk. Nicole mencebik dalam hati melihat bibir Shinichi yang terbuka dan sedikit liur menetes keluar dari ujung bibir nya mengalir membasahi gaun hitam yang kupakainya. Mahkluk bodoh yang menjijikkan, Nicole membatin setengah tidak percaya bahwa beberapa menit yang lalu hampir saja ia menganggap Shinichi tampan. Jayden jauh lebih berkelas dari Shinichi. Jayden tidak mungkin memperlakukannya seperti bantal dan mengilerinya seperti ini. Memikirkan tentang Jayden membuat Nicole bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan kekasihnya itu. Sekarang sekitar pukul 11 malam hari sabtu. Di metro yang berbeda 13 jam, berarti sedang pukul 10 pagi di hari jumat. Berarti mereka sedang berada di sekolah. Membayangkan Jayden di sekolah, di kelilingi oleh Kirsten atau Bryana membuat Nicole kesal sendiri. Ia yakin, tanpa dirinya di sekolah, bisa di pastikan wanita-wanita itu mengelilingi Jayden layaknya burung bangkai yang mencium mangsanya. Dasar murahan. Nicole meremas dahinya sendiri sambil mengerang keras, yang kemudian membuat Shinichi menggeliat. Nicole melirik ke bawah, berharap pria itu mengalihkan berat badannya dari atas tubuhnya. Tapi bukannya berpindah, Shinichi hanya mengusap-usap kan kepalanya ke tengah da-da Nicole mencari posisi yang lebih enak sebelum kemudian kembali mendengkur. Nicole menarik nafas dalam-dalam berusaha menghalau emosi yang mulai muncul. Semakin ia emosi, semakin panas tubuhnya. Yang kemudian membuatnya makin emosi. Lingkaran setan yang tidak berakhir. Nicole akhirnya memutuskan untuk menutup matanya dan memikirkan hal-hal lain yang membuatnya gembira. Seperti berbelanja di mall bersama ibunya, atau bermanja-manja dengan ayahnya di rumah. Juga dengan bayangan kekasihnya, Jayden. Ah... ya. Jayden... menggandengnya di sekolah, membuat semua gadis cemburu melihatnya. Setidaknya hal itu berhasil menenangkan dan mendinginkan pikiran Nicole. Bagaimana tidak, ketua tim renang di sekolahnya, Jayden memiliki tubuh yang tinggi dan sangat atletis. Kekar dan berotot. Apalagi ketika kekasihnya itu keluar dari kolam berenang. Rambutnya yang pirang dan basah membingkai wajah kotaknya yang sanggup membuat semua murid di sekolahnya menahan nafas. Matanya yang biru terang menatap dari pinggiran kolam dengan gemerlip yang menyilaukan, tertuju hanya padanya. Nicole mendesah, membayangkan tubuh Jayden yang hanya terbalut celana renang ketat segitiganya. Gadis itu bisa merasakan desiran di bagian perutnya yang kini sedang ditindih oleh d**a Shinichi yang bergerak dengan irama tetap. Perasaan itu akhirnya membuat Nicole terlena dan perlahan menyusul Shinichi ke alam mimpi. *** Shinichi terbangun dengan perasaan haus yang luar biasa. Ia membuka matanya yang terasa berat dan seketika bisa merasakan gerakan naik turun dari bantalnya. Ia mengerutkan keningnya sambil menatap sesuatu yang berwarna hitam dan terasa empuk di wajahnya. “Mmh… Jayden…” Nicole mengguman pelan. Shinichi mengangkat kepalanya dari da-da Nicole dan mengamati wajah gadis itu yang kini sedang tersenyum sambil memaju-majukan bibirnya. “Ya… di situ… cium aku di situ…Oh…Jayden….” Bibir Nicole kini membuka sedikit. Desahan terdengar diikuti dengan hembusan nafas Nicole yang terengah-engah. Apa-apaan? Shinichi hampir saja tidak bisa menahan tawanya. Apakah Nicole sedang mimpi basah? Tunggu. Bisakah wanita mimpi basah? “Oh yeah… Baby… Jangan berhenti…iya…teruskan…teruskan…” Shinichi kini menegakkan tubuhnya sambil mengamati Nicole dengan alis berkerut. Tanpa sadar, matanya menatap ke arah da-da gadis itu yang kian membusung naik. Tidak memakai bra, Shinichi bisa melihat ujung d**a gadis itu yang meruncing di balik gaunnya dan membuat sesuatu dalam dirinya bangun. Shinichi buru-buru meraih selimut yang ada di ujung matrasnya dan melemparkannya ke atas tubuh Nicole. Gadis itu terlihat meraih selimut yang menutupi tubuhnya dan memeluknya sambil menggeliat miring ke samping. Satu kakinya tertarik naik sementara yang lain terbujur lurus menyingkap gaun hitam pendek yang dipakainya hingga ke pinggang, menampilkan ce-lana da-lam berenda berwarna putih itu dengan jelas. Shinichi melompat berdiri dari matrasnya dan berjalan mundur. Okay… hentikan… berhenti menatapnya, perintah otak kirinya yang mengatur logika. Ia adalah teman mu. Dan tanggung jawabmu yang harus kau jaga, lanjut isi kepalanya. Ugh… Aku tahu! Tapi lihatlahh betapa mulus tubuh itu! Ia adalah gadis yang menarik, dan cantik. Walaupun manja dan cerewet. Jadi bagaimana bisa kau melewatkan kesempatan ini? Ia menginginkanmu. Lihat saja mana mungkin ia mengenakan pakaian mini jika bukan untuk menggodamu. Tidak! Tidak! Ia adalah Nicole. Teman masa kecilnmu. Hentikan! Shinichi terus melangkah mundur hingga menabrak dinding kamarnya. Tidak ingin kembali tertarik pada panggilan tubuh Nicole yang terpajang di depannya, ia buru-buru menggeser pintu kamarnya terbuka dan keluar. Dengan jantung masih berdebar-debar pemuda itu menunduk, menatap batang pohonnya yang masih berdiri tegak. Sialan! Pemuda itu menggeram sambil memencet pangkal hidungnya. Bayangan paha mulus Nicole kembali beterbangan di dalam benaknya, diiringi oleh pucuk runcing gundukan da-da gadis itu. Sadar bahwa tidak mungkin ia bisa kembali tidur sebelum menunaskan hutangnya, Shinichi berjalan ke kamar mandi. Ia melepaskan pakaiannya dan meraih sabun cair yang ada di dalam botol. Sialan! Dengan mata terpejam, Shinichi meraih benda yang sejak tadi memprotes keputusannya untuk tidak mengambil kesempatan dan mulai mencengkeramnya erat. Dasar gadis sialan! Geramnya sekali lagi. Digerakkannya tangannya yang licin oleh sabun dengan cepat, mengelus batang tubuhnya yang terasa panas dan berdetak. Desahan dari Nicole kembali terdengar di telinganya, yang kali ini memanggil namanya. “Oh… Shin… cium aku disitu… iya… iya… teruskan… jangan berhenti…” Bayangan dari tubuh Nicole yang telanjang terbentuk di dalam benak Shinichi, membuat nafasnya terasa semakin memberat. Oh yah… Missy-chan… Dibayangkannya bentuk bibir bawah Nicole menggunakan imajinasinya dari gambar-gambar yang dilihatnya di internet. Putih, mulus, berwarna sedikit merah jambu dan licin oleh cairan tubuh gadis itu. Shinichi mempercepat gerakan tangan yang melingkari batang tubuhnya. Membayangkan kehangatan tubuh Nicole yang menghimpitnya dan bukannya tangannya sendiri membuat desakan di pangkal pahanya semakin menekan. Pemuda itu menapakkan satu telapak tangannya ke dinding kamar mandi, sementara telapaknya yang lain semakin erat menggenggam tubuhnya. “Oh.... Missy....” Shinichi mendesah pelan. Belum pernah berhubungan dengan siapapun, Shinichi hanya bisa membayangkan bagaimana rasanya membenamkan tubuhnya ke dalam seorang wanita. Tapi bukan sembarang wanita, yang diinginkannya adalah Nicole Salazar. Benar sejak kecil ia menyayangi Nicole layaknya seorang kakak yang menyayangi adiknya. Tapi kini setelah bertahun-tahun tidak berjumpa, siapa yang mengira jika teman masa kecilnya berubah bentuk menjadi sosok gadis yang memukau. Bukan salah nya jika kini Nicole menjadi bintang utama bagi khayalan erotisnya. Kulit Nicole yang mulus, matanya yang besar, bibirnya yang kemerahan dan tebal, Shinichi tidak bisa berhenti membayangkan mulut Nicole melingkari batangnya. Mengecup ujung tubuhnya yang sensitif, dan menghisapnya. Shinichi membayangkan tangannya yang terjulur, meraih gundukan mungil di balik gaun gadis itu. Memainkan ujungnya dengan kedua jarinya. Bahkan mungkin memasukkannya ke dalam mulutnya dan menggigitnya pelan. Dibayangkannya desahan gadis itu ketika ia melakukan semuanya. Atau ketika ia membenamkan batang tubuhnya ke dalam celah disela pa-ha nya yang sempit dan belum terjamah. Ah… Shinichi melenguh. Bisa dirasakannya sesuatu yang menghimpit sela pa-hanya, bergerak panas naik keatas bak sebuah lava dari gunung berapi yang siap untuk memuntahkan lavanya. Pemuda itu mempercepat gerakan tangannya, mempersempit cengkeraman telapaknya. Hingga akhirnya, tidak bisa lagi ditahannya semburan magma panas dari dalam tubuhnya. “Argghh… Missy!” erangnya tertahan bersamaan dengan mengalirnya semburan berwarna putih lengket dari ujung benda panas yang di genggamnya. Benihnya mengucur keluar seiring dengan denyutan dari tubuhnya yang mengerang kaku dan berakhir diatas lantai kamar mandinya. Argg... Kuso! Sialan! Sialan! Beberapa kali pemuda itu masih mengerang mengikuti gerakan jemarinya yang memeras hingga cairan kental itu tidak lagi bersisa. Shinichi mengepalkan tangannya yang bersandar pada tembok. Sialan! Geramnya diakhir remasan. Diikuti oleh pukulan tangannya ke dinding kamar mandi. Missy, apa yang sudah kau lakukan padaku?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN