Julian Pov
Aku menjawab pertanyaan Amber dengan basa basi sekadar membuang rasa bosan. Amber adalah salah satu pembawa acara olahraga yang aku kenal di pesta yang sering kali aku datangi, ayahnya adalah seorang mantan ketua senator. Kami teman lama yang sering kali bertemu di beberapa acara, dia memiliki banyak hubungan dengan beberapa petinggi Negara, dia sama seperti wanita yang lainnya. Terakhir kali aku dengar dia sudah menggugat suaminya untuk bercerai.
“Juls. Kau memiliki waktu untuk besok?”
“Aku akan ke Amerika.” Jawabku dengan cepat tanpa harus memikirkan bagaimana cara menolak. Aku menerimanya berbicara, karena aku bertaruhan dengan Yu, tidak ada alasan apapun lagi.
“Boleh aku ikut?.”
Perhatianku tertuju pada pintu masuk, aku melihat Yu masuk bersama seorang pria seusianya. Mereka terlihat akrab dan dekat. Yu bukan orang yang mudah beradaptasi hingga banyak berbicara dengan orang asing.
Pria itu memeluk bahu Yu dengan sangat akrab, mereka berbicara menunjukan kedekatan.
Aku tahu Yu sangat cantik, tapi apa perlu pria itu berbicara dengan isteriku sedekat itu?.
Wajahku bergerak dalam tarikan Amber. Aku menatapnya dengan sedikit bingung, lebih tepatnya hatiku yang bingung dengan kedatangan Yu bersama seorang pria. Hanya dengan pria itu menyentuh bahu Yu, aku sudah merasakan kemarahan yang mulai memanas.
“Juls, boleh aku ikut ke Amerika?” Amber menanyakan hal yang sama lagi. Dia terlalu percaya diri menanyakan hal itu kepadaku.
“Tidak bisa, aku sedang menikmati bulan madu bersama isteriku.”
Biar aku tunjukan jika aku sudah menikah dengan Yu, dan aku tidak butuh apapun lagi. kedekatanku dengannya sekarang hanyalah sebatas permainan yang tidak berarti.
Amber terlihat kecewa mendengar jawabanku. Namun aku tidak peduli, yang aku pedulikan adalah interaksi akrab Yu dan laki-laki bajing*n itu yang duduk terlalu dekat dengan isteriku. Di mana para pengawal?. Kenapa mereka tidak memisahkan jarak Yu dengan laki-laki bajing*n yang kini menyentuh tangan istertiku.
Kenapa mereka bertatapan dengan intens?.
Kenapa Yu bersikap hangat dan lembut kepadanya?.
Tatapan dan senyuman itu hanya milikku, hanya aku yang boleh mendapatkannya.
Sial. Aku cemburu dan sedikit kehilangan control hanya karena masalah sepele. Padahal aku sudah tahu konsekuensi yang terjadi semenjak kami pergi kesini untuk melanjutkan taruhan.
“Apakah hubungan kalian baik?. Kau benar-benar tidak membolehkan aku ikut?. Aku tidak masalah jika kau mengatakan jika aku rekan kerjamu pada isterimu Juls.” Tawar Amber semakin memberanikan diri.
“Tidak bisa Amber.” Jawabku dengan penuh tekanan karena hatiku sedang panas, kepalaku terasa berdenyut seperti mau meledak. Aku tidak tahu jika hanya dengan melihat Yu berbicara akrab dan selembut itu kepada pria lain dapat membuatku menjadi kehilangan control dan cemburu berat.
Yu menatapku. Dia melihat keberadaanku setelah cukup asyik bicara dengan bajing*n itu.
Kenapa dia tidak cemburu melihat kedekatanku dengan Amber?. Kenapa dia terlihat biasa saja?. Apakah kedekatanku dengan Amber kurang?. Kenapa dia tidak posesif padaku?. Kenapa dia tidak terlihat marah?.
Ada apa denganku sebenarnya?. Kenapa pikiranku menjadi kacau.
Tenangkan dirimu Juls, ini hanya permainan.
“Juls. Kau kenapa?. Apa yang kau lihat?.” Wajahku kembali berada dalam tarikan Amber untuk menatapku, dia menarik tengkukku dan mengajak berciuman. Aku membalasnya, menyalurkan kekesalan pada diriku yang kehilangan kendali atas kecumburuan.
Amber menyambutnya dengan pikiran yang berbeda. Namun aku tidak peduli, yang aku pedulikan adalah menunggu kecemburuan Yu yang membuatku merasa tidak percaya diri dengan semua yang aku miliki saat ini.
Apakah dia tidak mencintaiku?.
Bagaimana bisa Yu bisa mengaturku pikiran dan hatiku secepat ini?. Bagaimana bisa dia bisa mengusaiku dalam waktu yang secepat ini. Sihir dan mantra apa yang dia gunakan hingga aku menjadi tidak mengenali diriku sendiri hanya karena rasa cinta yang semakin mengusai setiap syaraf di tubuhku?.
Apakah Yu akan menjadi kelemahanku di masa depan?. Bagaimana jika aku kehilangannya?. Apa yang akan terjadi padaku?.
Bagaimana jika Yu tidak akan pernah bisa mencintaiku dan meninggalkan aku suatu saat nanti?.
Banyak pertanyaan muncul di kepalaku dan membuatku merasa marah.
Aku membalas ciuman Amber dengan keras hingga tanpa sadar aku menyakitinya. Ciuman kami terlepas, Amber mengusap bibirnya yang berdarah.
“Apa yang terjadi padamu Juls?. Kau mabuk?. Mau aku antar ke hotel?. Aku menginap tidak jauh dari sini.”
“Tidak. Maafkan aku. Sebaiknya kau tinggalkan aku sendiri.” Jawabku dengan nada dingin.
“Tidak Juls. Aku tidak bisa meninggalkanmu seperti ini. Kau terlihat tidak baik-baik saja.”
Aku sudah tidak peduli lagi, aku merasa gelisah dan mengusap rambut di belakang kepalaku dalam kebingungan yang menyiksa.
Ini bukan aku..
Aku tidak pernah kehilangan kendali dalam hal apapun, namun Yu melakukannya. Dia meruntuhkan semua kekuatanku hanya dengan hal kecil yang dia lakukan pada pria lain. Kenapa perasaan takut kehilangan dia sangat begitu besar, rasanya seperti saat Yu jatuh ke laut di hari itu.
Ini bahaya..
Yu akan menjadi kekuatanku.
Namun dia akan menjadi kelemahanku juga. Dia bisa menghancurkanku. Aku harus membuatnya segera mencintaiku, apapun caranya.
Aku tidak dapat menahan kerutan di keningku melihat bagaimana kini Yu yang terlihat nyaman dalam sentuhan pria itu. Bajing*n itu menyentuh wajah Yu dan dadanya. Mereka saling bicara seperti sepasang kekasih yang masih muda.
Aku juga muda, aku masih muda!. Aku masih bisa hidup saratus tahun lagi.
Mereka berpelukan lagi.
Sudah cukup. Aku tidak peduli siapa yang menang dalam taruhan ini.
Aku akan mencungkil mata bajing*n itu karena sudah menatap isteriku selama ini dan aku akan memotong tangannya yang sudah menyentuh wajah, d**a dan memeluk isteriku.
Hatiku mau meledak melihat bagaimana Yu bisa tersenyum selebar dan secantik itu kepada pria lain, senyuman itu milikku. Mutlak milikku. Hanya milikku.
“Juls, kau mau ke mana?.” Amber menahanku yang sudah berdiri.
Tidak ada jawaban apapun yang aku katakan, aku melangkah semakin lebar melewati beberapa tempat duduk dan beberapa kerumunan orang yang menghalangiku. Tanganku terkepal kuat menahan untuk tidak menunjukan seberapa mengerikannya aku sebenarnya di hadapan semua orang terutama Yu.
Aku hanya akan memberi pelajaran pada bajing*n itu. Urusan eksekusi adalah waktu yang lain.
“Jangan menatapku seperti itu. Aku bisa jatuh cinta lagi padamu meski kau isteri orang lain.”
Bajing*n brings*k itu mengatakannya pada Yu, dia mengatakannya. Aku akan memotong lidahnya agar dia tidak bisa bicara lagi.
Aku berdiri di hadapan Yu dan bajing*n itu yang kini berpelukan, aku menarik bahu bajing*n itu ke belakang dan menghajar wajahnya dengan keras hingga bisa aku rasakan ada dua gigi yang bergeser di rahangnya. Semua orang berteriak dan berhenti beraktifitas karena suara pukulan itu.
“Jangan menyentuh milikku” geraman di dalam suaraku berubah menjadi dalam. Aku menendang perutnya dan kembali menghajarnya hanya untuk pemanasan sebelum mengatarkannya kepada Tuhan.
“Cukup!. Hentikan!. Julian hentikan.” Yu berteriak di hadapanku dengan panik. Namun aku tidak peduli, aku akan melakukannya sebelum merenggut nyawa bajing*n sialan ini.
Beberapa orang di sekitarku menarikku untuk mundur dan memisahkanku dari bajing*n itu, para pengawal menahanku dan menarik bajing*n itu untuk menjauh.
“Julian apa yang kau lakukan?.” Yu berteriak di hadapanku dengan kemarahan yang berbeda. Matanya menyala-nyala murni karena kemarahan, dia berkaca-kaca membuat kemarahanku lenyap hanya dalam satu detik.
Yu marah dan bersedih, namun lebih banyak ketakutan di matanya.
Apakah dia melihat sisi monsterku?.
“Apa yang kau lakukan Julian?” teriakan Yu memenuhi pendengaranku. Yu mendorong dadaku, aku melihatnya menangis. “Brengs*k, kau melukainya Julian.”
“Dia menyentuhmu. Aku tidak suka.” Aku balas berteriak kehilangan kendali.
“Kau sangat konyol.” Yu berlari meninggalkanku dan memilih mengejar bajing*n itu.
Kanapa Yu sangat peduli padanya?.
***
Author Pov
“Stef. Stefan!. Lepaskan dia” teriak Yura kepada para pengawal yang menyeret Stefan pergi keluar club malam. Para pengawal itu langsug melepaskan Stefan di halaman club malam.
“Arrghht” Stefan mengerang berusaha untuk berdiri dengan tegak. “Suamimu sangat agresif Yu. Dia sama gilanya dengan Ray” erang Stefan mengusap pipinya yang terasa sakit di mana saat rahangnya sedikit di gerakan. “Sial, gigiku sakit sekali.”
“Ya Tuhan, maafkan aku Stef.” Tangis Yura memeluk Stefan penuh kekhawatiran.
“Hey, jangan menangis. Ini tidak apa-apa, paling aku tidak bisa makan dengan baik selama beberapa hari.”
Yura berjinjit dengan penuh kekhawatiran, dia tidak menyangka jika Julian bisa sekasar itu kepada Stefan. Selama ini Yura tidak pernah melihat Julian sekasar itu kepada siapapun. Bahkan Yura tidak pernah melihat Julian bertengkar dengan fisik.
“Maafkan aku Stef. Aku tidak menyangka hal buruk tidak mengenakan ini terjadi padamu” rintih Yura mengusap wajah Stefan dan melihat semua luka yang di dapatkannya.
Tiba-tiba tubuh Yura terhuyung ke belakang terbawa seretan tangan Julian yang menariknya. “Apa yang kau lakukan?. Kenapa kau menyentuhnya?. Dia sudah melecehkanmu, dan kau masih mau membelanya?.” Teriak Julian menunjukan kemarahannya.
“Kenapa katamu?. Kau memukulnya Julian, kau menyakitinya!.” Teriak Yura dengan keras. Yura tidak peduli lagi dengan identitasnya, yang jelas dia tidak terima jika Julian menyakiti sahabatnya.
“Itu pantas dia dapatkan karena dia menyentuhmu.”
Yura diam terpaku tidak habis pikir dengan jawaban Julian. “Dia sahabatku Julian. Aku tumbuh bersamanya. Dia sahabatku selama di Hong Kong” geram Yura menjelaskan semuanya yang tiba-tiba membuat semua kemarahan Julian menciut.
Julian tertunduk sedikit gelisah mencari pembenaran untuk membela diri. “Tapi… tapi dia menyentuhmu” suara Julian merendah seketika dengan sedikit terbata karena malu mendengarkan jawaban Yura.
Meski Julian malu, namun dia tetap tidak puas mendengar jawaban Yura yang masih tidak bisa menghilangkan rasa cemburu di hatinya.
“Apa kau bodoh Julian. Apa yang kau lakukan sendiri pada wanita lain di depanku?. Pakai otakmu Julian. Kau sangat kekanak-kanakan dan menyebalkan. Kau sangat ceroboh dalam bertindak. Jika Stefan adalah orang asing dalam hidupku, kau juga tidak bisa memukulnya karena kita sedang ada dalam permainan.” Maki Yura dengan penuh tekanan.
“Kau marah padaku?.” Tanya Julian dengan wajah polos tanpa dosa hingga terlihat mengiba merasa tertindas. “Kau tega memarahiku di depan semua orang?.”
“Ya, aku marah padamu. Aku tidak habis pikir bisa menikah dengan orang egois dan tidak rasional sepertimu.”
“Itu tuduhan yang tidak berdasar.”
“Terserah kau saja Julian” jawab Yura yang tidak habis pikir dengan perubahan sikap Julian, dalam beberapa menit yang lalu pria itu sangat mengerikan. Beberapa menit kemudian pria itu kembali pada sifat aslinya yang sering di tunjukan kepada Yura.
Julian langsung tertunduk layaknya seekor kucing yang mengeong ketakutan. “Aku kan cemburu. Aku kan bersikap jujur mengekspresikan perasaanku. Kau mana bisa cemburu sepertiku, kau kan berhati dingin.” Tuduh Julian terdengar kekanak-kanakan.
Yura hanya membuang wajahnya dengan kesal, wanita itu menekan bibirnya melihat Stefan yang sejak tadi diam dan menonton itu kini tertawa pelan merasakan déjà vu di mana di masa lalu Stefan pernah mengalami hal yang sama.
Stefan sering melihat Yura marah dan memaki Raymen yang posesif kepada Yura.
“Minta maaf pada sahabatku Julian.” Titah Yura yang kini sudah bisa mengesampingkan amarahnya.
Julian langsung menggeleng dengan kepala terangkat angkuh. Pantang untuknya meminta maaf pada orang yang sudah membuatnya kesal. “Aku akan menuntutnya karena sudah menyentuh dadamu, itu pelecehan seksual. Kau tidak lihat tangan miskinnya mugkin saja akan membuat kulitmu alergi. Karena aku pria yang berbudi luhur, aku harus melindungi keselematanmu agar tidak terkena radiasi aura kemiskinannya.”
“Yu. Kenapa dengan otaknya?” bisik Stefan merasa terhibur.
Yura menggeleng kecil karena malu. “Kau tahu Julian. Pria yang tidak pernah mau mengakui kesalahannya adalah pria pecundang. Aku pikir seorang Julian Giedon bukalah pria pecundang, tapi ternyata...” Pancing Yura dengan tenang.
“Kau. Aku minta maaf” seketika Julian mengucapkannya dengan cepat pada Stefan hanya sekadar untuk mempertahankan harga dirinya, namun wajahnya enggan menatap Stefan karena dia masih marah.
Stefan hanya diam terpaku menatap lekat Julian dalam keterkejutannya, pria itu sangat terkejut melihat bagaimana melihat seorang Julian Giedon secara langsung dan dalam jarak yang lebih dekat. Julian semakin mirip dengan Raymen.
Stefan melangkah mendekat dan mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Pria itu sedikit bergetar merasa sedih tanpa alasan memikirkan kenyataan jika sahabatnya Raymen sudah tidak ada, dan pria yang ada di hadapannya adalah pria yang berbeda.
Lebih menyakitkannya, Yura yang menjadi cinta mati Raymen kini sudah menikah dengan pria yang mirip dengan Raymen.
Stefan membuang napasnya perlahan lalu berkata “Aku Stefan. Mantan calon suami Yu.”
“Tidak usah. Aku alergi bersalaman dengan orang miskin.” Tolak Julian dengan angkuh membuat Stefan terlihat kebingungan dengan bibir sedikit mengerut merasa terhibur.
Julian Giedon adalah pria tersombong di pelanet ini.
“Julian..” geram Yura menarik lengan Julian agar menerima uluran tangan Stefan dan bersalaman.
Bukan Julian Giedon namanya jika pria itu bersikap tidak menyebalkan. Julian hanya menyentuhkan ujung jari-jarinya pada Stefan lalu menariknya kembali. “Julian Giedon” ketusnya seraya mengusap-ngusap tangannya yang sudah menyentuh Stefan pada sapu tangan dan melemparkannya pada pengawalnya.
“Stef, maafkan aku. Dia memang sedikit aneh, aku harap kau memaafkan kecerobohan Julian.” Ucap Yura dengan penuh sesal, “Aku akan mengantarmu ke rumah sakit. Kau harus segera di tangani.”
“Apa?. Tidak usah, aku akan menelpon Robin dan menyuruhnya mengantar manusia itu.” Larang Julian dengan cepat.
“Dia benar Yu. Aku tidak apa-apa, aku bisa ke klinik di dekat sini.” Cengir Stefan memaksakan, pria itu merasakan bagaimana sifat Julian Giedon yang keras kepala dan tidak bisa di atur.
Yura tertunduk sedih tampak menyesal dan malu, sementara Julian yang tadi bringas kini membuang mukanya sambil bersedekap menunjukan rajukannya. Julian marah karena merasa harga dirinya menjadi terinjak.
“Maafkan aku Stef. Bisakah kau menghubungiku nanti?. Aku ingin bertemu lagi.”
“Sayang” Stefan tertawa pelan melihat masih ada banyak kerinduan di mata Yura yang sama dengan perasaannya. Stefan melangkah kecil hendak memeluk Yura dan menenangkannya, namun tanpa terduga Julian menarik Yura untuk mundur dan menghalangi Stefan.
“Sudah aku bilang. Jangan menyentuh milikku. Lihat ini, lihat wajah Yu menjadi memerah karena pobia kemiskinan karena kau terlalu berdekatan dengannya. Kemarilah, kau pasti takut” omel Julian menyembunyikan Yura di balik tubuhnya dengan posesif.
Kedua tangan Stefan terangkat pasrah, dia melirik Yura yang tersembunyi di belakang tubuh Julian. Stefan mengambil selembar kartu nama dari dompetnya dan memberikannya kepada Yura. “Aku akan pergi ke klinik, kau jangan khawatir. Hubungi saja aku kapanpun kau mau. Sampai jumpa.”
Stefan segera pergi di antara oleh para pengawal Julian.
“Julian ada denganmu?. Kau sangat kekanak-kanakan, kau tidak menyadarinya?. Itu sangat menyebalkan dan buruk, kenapa kau suka bertindak seperti itu?.” Tanya Yura selepas kepergian Stefan.
Yura tidak dapat menahan omelannya dengan sikap Julian yang hanya akan membuat Stefan berpikiran buruk kepada Julian.
“Kekanak-kakanakan katamu?. Aku menyebalkan?. Kau yang pilih kasih. Lihat tanganku, tanganku yang berharga ini juga terluka, kau tidak mengkhawatirkannya. Kau lebih memilih memikirkan membawa seekor manusia itu ke rumah sakit.” Omel Julian balas marah.
“Julian, dia manusia bukan hewan. Namanya STEFAN!” Ralat Yura membenahi.
“Tapi dia juga memiliki ekor meski di depan” cemberut Julian membela diri.
Bibir Yura terbuka seketika, dia terpaku kaget dengan Julian yang selalu memiliki semua jawaban untuk membela diri. “Itu artinya kau juga seekor manusia Julian” Yura membalikan ucapannya.
“Kenapa kau terus mengomeliku. Kau tidak mau mengobatiku?.”
“Kau terluka karena ulahmu sendiri Julian. Kau memukul sahabatku karena dia memelukku.”
“Dia menyentuh dadamu” ralat Julian dengan pelototan dan menunjuk d**a Yura. “Ini milikku, tanganku akan merasa sakit jika nanti meremas payudar*mu yang sudah di sentuh pria lain.”
“Kau berc*mbu dengan seorang wanita. Aku tidak marah karena aku tahu kita sedang bertaruhan, tapi kau memukul sahabatku karena masalah sepele. Kau mempermalukan aku dan dirimu sendiri Julian, kau paham itu” tekan Yura membuat Julian membuangkam kehilangan pembelaan di depannya.
Yura membuang napasnya perlahan mengatur emosinya untuk kembali bersikap tenang. Sampai kapapun dia tidak akan pernah kalah berdebat dengan seorang Julian Giedon.
Bibir Julian memutar kecil dan mencuri-curi pandang pada Yura untuk mengukur seberapa jauh Yura masih marah padanya. “Ngomong-ngomong, orang itu yang sudah pernah memandikanmu?” tanya Julian terdengar konyol.
“Astaga Julian” Yura mengusap tengkuknya dan memijatnya. Sangat konyol untuknya, dalam beberapa detik yang lalu mereka bertengkar, dan kini Julian kembali menanyakan sesuatu yang konyol tidak masuk akal. “Kita pulang.”
“Baiklah” pasrah Julian memeluk bahu Yura.
PLAK
Yura memukul tangan Julian, “Jika kau bisa alergi karena aku pernah di sentuh pria lain. Aku juga bisa alergi dengan tanganmu yang sudah menyentuh dan memeluk wanita lain, jangan menciumku sebelum kau sikat gigi tiga kali dan mandi tiga kali untuk menghilangkan najis dan aroma wanita murah*n pada tubuhmu.” Ancam Yura yang langsung membuat Julian terpaku kaget.
“Astaga, Nyonya Julian. Kau sangat kejam!”
“Jangan dekat denganku sebelum kau membersihkan dirimu.”
***
Semenjak kepulangannya dari club malam, tidak banyak percakapan yang terjadi pada Yura dan Julian. ini untuk pertama kalinya mereka bertengkar seperti ini. Julian sendiri menjadi sedikit menahan diri untuk tidak terlalu banyak bicara karena dia sendiri mengakui kesalahannya.
Julian adalah orang yang pintar dan sangat terlatih untuk berhati-hati dalam bertindak hingga membuat orang tidak menyadari apa yang tengah dia lakukan. Ketika Julian melakukan kesalahan, dia akan banyak diam dan merenungkannya.
Banyak orang yang berusaha mencari kelemahan Julian untuk menggulingkan kekuasaannya, namun mereka sulit menemukannya hingga Julian di juluki ibliis dari surga.
Karena itu, ketika Julian kehilangan kendali karena Yura. Julian merasa tertekan dan bingung karena dia tidak mampu menutupi kelemahannya.
Malam masih awal, mereka sudah kembali ke hotel dan beristirahat. Yura sudah berganti pakaian dengan gaun tidurnya, dan kini dia duduk di sisi jendela memandangi kota Bangkok karena malam ini malam terakhir mereka di sana.
Suara pintu terdengar terbuka, Julian terlihat lelah karena dia benar-benar mandi dan membersihkan dirinya dengan hati-hati dari ujung rambut hingga ujung kaki, bahkan ke sela-sela kuku dan rambutnya.
Diam-diam Yura hanya tersenyum geli memikirkan Julian benar-benar serius mendengarkan perintahnya untuk membersihkan diri.
Tubuh Julian terlihat masih basah, dia bertelanjang d**a dan segera mengenakan kaus hitam. Julian terlihat kebingungan untuk memulai pembicaraan. Pria itu merasa bingung dengan dirinya sendiri yang entah kenapa menjadi seseorang yang ceroboh.
Julian berdiri di sisi jendela lainnya dan melihat kearah Yura beberapa kali. “Kau masih marah padaku?.” Tanya Julian terdengar seperti kucing kecil yang mengeong meminta perhatian.
Yura membuang napasnya dengan berat dan menatap Julian, dia memperhatikan tangan Julian yang sedikit terluka. “Duduklah” pintanya menepuk sisi kursi di sampingnya yang masih kosong.
Ada keraguan pada Julian, namun pria itu duduk di samping Yura dan memperhatikannya yang mengambil sesuatu di saku gaun tidurnya. Yura mengeluarkan beberapa plester yang dia pesan dari pengawal, Yura menempelkannya pada tangan Julian.
“Julian, tindakanmu itu hanya akan membuat sahabatku berpikiran buruk tentangmu. Tidak hanya itu, orang-orang yang melihat dan mengenalmu di club itu akan berpikiran buruk juga padamu. Kau tidak hanya melukai Stefan, tapi kau membuat namamu menjadi buruk di hadapan banyak orang. Kau adalah seorang peminpin perusahaan yang sangat besar dan di hormati, kau juga seorang calon penerus yang sangat di andalkan. Jangan sampai semua orang berpikiran buruk tentangmu karena ke bertindak gegabah.” Ungkap Yura lebih jelas.
Telinga Julian memerah, pria itu membuang mukanya yang ikut memerah. “Jadi.. kau marah karena khawatir padaku?.” Tanyanya dengan cengiran senangnya.
Bibir Yura menekan, sulit untuknya untuk mengatakan tidak. Namun melihat Julian yang kembali sedikit pecicilan dan kekanak-kanakan sedikit membuat Yura lega karena dia tidak suka melihat pria itu marah. Kemarahan Julian menunjukan sisi yang berbeda dan menakutkan pada pria itu.
“Jangan melakukannya lagi Julian.”
“Aku tidak janji.” Jawab Julian dengan sedikit gelapakan. “Perlu kau ingat. Hatiku sangat lembut, mana mungkin aku memukuli orang dengan tangan berhargaku.”
Kening Yura mengerut sedikit, namun di tidak berbicara lagi untuk menghentikan semua masalah sepele di antara mereka.
“Aku minta maaf” aku Julian kembali pada ketenangannya dengan cepat. “Aku melewati batasanku. Kau jangan salah menilaiku, aku adalah pria yang berpikiran terbuka, aku sedikit kehilangan kendali karena marah. Kau benar, tindakanku tadi membuat ketampanan dan auraku menjadi sedikit berkurang. Memang benar, aku tidak boleh melakukannya lagi karena itu akan melukai harga diriku.” Kata Julian dengan nada sebijaksana mungkin.
Yura kembali bergeser dan duduk di sisi kursi lainnya, mereka saling berdiam diri dalam pikiran mereka masing-masing. Kepala Yura bergerak ke sisi memperhatikan keterdiaman Julian yang terlihat sedikit tersenyum lebar mengusap plester yang terpasang di tangannya.
Yura tidak pernah bisa memahami isi hati Julian dan bagaimana pria itu sebenarnya, Julian tidak mudah di tebak.
“Julian” suara Yura menghilang sesaat begitu Julian menatapnya. “Apakah kau berencana pergi menemui Thomas?.”
Kening Julian mengerut, Yura masih belum memahami bagaimana sebenarnya hubungan Julian dengan Thomas, ayah kandung Julian. Semenjak Thomas masuk ke dalam penjara pengasingan, Julian tidak pernah sekalipun mengunjunginya. Mereka tidak memiliki hubungan yang baik tanpa alasan dan sebab yang bisa Yura ketahui.
Semenjak Thomas di penjara pengasingan, tidak pernah sekalipun Julian datang untuk menjenguk atau sekadar menanyakan keadaan ayahnya. Julian dan Thomas bertemu ketika hari natal dan hari pernikahan Julian dengan Yura.
Wajah Julian sedikit menegang, tangannya sedikit bergerak mengusap sesuatu yang tidak pasti. “Hubungan kami tidak baik, dan aku tidak pernah berpikiran untuk memperbaikinya sampai kapanpun.” Jawab Julian dengan pasti.
“Jika aku berhubungan baik dengannya. Apa kau akan sakit hati?.” Wajah cantik Yura yang minim ekpresi itu menatap Julian dengan serius.
“Aku tidak mudah sakit hati. Kau berhak memiliki hubungan dengan siapapun selama kau tidak jatuh cinta lagi.”
“Apa yang membuatmu membencinya Julian?”
To Be Continue..