Dua anak manusia yang saling bersitegang itu dikejutkan dengan kehadiran sinar jingga yang muncul dari ufuk, mereka terdiam dan langsung mencari sumber cahaya ditengah pudarnya langit dini hari.
Sinar jingga itu membuat langit gelap menjadi pudar, lama kelamaan semakin terang benderang. Mereka termenung melihat kehadiran sang surya yang agung. Entitas kosmik yang sangat unik dan telah menjadi sumber cahaya di tata surya selama bertahun-tahun lamanya.
“Kapan kau akan jujur?” gumam Kartajaya sambil terus memandang Matahari.
“Aku tidak memiliki kewajiban untuk jujur kepadamu. Ini adalah diriku. Dan aku berhak menyembunyikan apapun yang kuinginkan.” Jawab Makula.
“Aku tahu, aku tidak berhak memaksamu mengatakan seluruh kemampuan yang kau miliki.” Sahut Kartajaya.
Ia tahu bagaimana rasanya memiliki kemampuan unik maupun ilmu langka seperti yang dimiliki oleh Makula. Dulu, sebelum terjatuh ke dasar danau dan kehilangan seluruh kemampuannya, Kartajaya menguasai banyak ilmu batin, kanuragan, dan pengetahuan di Kerajaan Salaka. Tidak ada ilmu yang tidak Kartajaya miliki sebagai seorang Putra Mahkota sekaligus Jenderal Pasukan perang Kerajaan Salaka. Namun ia bersikeras menyembunyikan ilmu-ilmu itu dan hidup sederhana seperti manusia pada umumnya. Ia tidak pernah memamerkan ilmu itu di khalayak ramai dengan tujuan menyombongkan diri. Sebab itu, ia mengerti apa yang membuat Makula lebih memiliki menyembunyikan kemampuannya daripada memamerkannya.
“Tapi kau sudah menarik sumpahmu dan aku sudah berjanji untuk memberitahu tentang kemampuanku…”
“Oh! Jangan dipaksa, aku hanya terpancing sedikit emosi barusan…”
“Aku tetap akan mengatakannya.”
Makula menoleh ke arah Kartajaya hingga membuat pria itu pun merasakan tatapannya, kemudian menoleh menatap Makula.
“Silahkan…”
“Semenjak kau ditemukan di dasar danau dalam kondisi tak sadarkan diri setelah berusaha menyelesaikan misimu, aku melihatmu sangat berubah. Kau memiliki aura emas yang tidak kau miliki sebelumnya. Kau memiliki aura mahkota itu dan aku sangat tertarik untuk melihatmu terus menerus… asal kau tahu, itulah mengapa aku berusaha mendekatimu, karena aku tidak pernah melihat seseorang memiliki cahaya aura seperti yang kau miliki. Cahaya yang indah dan cemerlang!”
Kartajaya pernah mendengar kalimat itu dari Mahaguru sebelumnya, ia sempat berpikir jika cahaya itu telah menghilang sebagaimana ilmunya yang diserap habis oleh makhluk aneh di dasar danau. Namun ternyata cahaya aura itu masih ada. Masih melekat di tubuhnya.
“Sepertinya kau sudah mengetahui tentang aura dirimu?” tanya Makula.
“Seseorang pernah mengatakannya di masa lalu.”
“Ada orang yang bisa membaca aura di sekitarmu?”
“Dulu sekali, Makula. Dulu….”
“Lalu mengapa kau terkejut seperti tadi?”
“Aku hanya terkejut kata-kata itu keluar dari mulutmu.”
Makula mengangguk paham, lalu melanjutkan, “Dan aku bisa mengetahui sedikit isi pikiranmu, walau tidak semua, namun aku bisa mendengarnya saat kau dalam kondisi tidak waspada.”
“Dan apa yang bisa kau simpulkan dari isi pikiraku?” tanya Kartajaya penasaran.
“Rumit. Sangat rumit. Kau bingung dan aku yang mendengarnya menjadi ikut bingung. Aku tidak mengerti. Tidak seorangpun yang bisa kutanyai tentang fenomena ini, Namun aku bisa menyimpulkan bahwa kau tidak berasal dari tempat ini…”
Kartajaya tertegun mendengar kesimpulan yang keluar dari mulut Makula, tak dinyana jika ternyata Makula bisa menyimpulkannya dengan tepat dan hanya diam saja selama ini padahal dia mengetahui keanehan di dalam tubuh Aksata.
“Sebenarnya aku ini apa, Makula… Apa yang terjadi padaku?”
“Oh boy… Aku tidak tahu, dan aku harus mencari referensi tentang ini terlebih dahulu. Mungkinkah sebuah jiwa bisa tersesat di dalam tubuh yang bukan miliknya?”
“Jiwa yang tersesat di tubuh yang bukan miliknya?”
“Ya, kau dan tubuhmu itu sulit untuk menyatu bukan?”
“Kau mengetahui semua itu dan hanya diam saja!” protes Kartajaya. “Kau tahu aku kesulitan tapi hanya diam saja. Bagaimana bisa?”
“Karena aku tidak memiliki solusi apapun untukmu.”
Kartajaya mendesah lega, kini ia bisa memiliki seseorang untuk berbagi kesulitan yang dialaminya. Selama ini Makula memang selalu berusaha berada di sisinya, namun pria muda itu tidak pernah benar-benar mengatakan segalanya dengan terbuka, ia selalu memberi sedikit petunjuk dan lebih banyak diam.
“Percayalah kawan, tidak hanya kau yang bingung. Aku pun sedang bingung dengan dunia ini… dengan apa yang terjadi saat ini.”
“Apa yang membuatmu bingung seperti itu? Kau memiliki kemampuan spesial yang sangat hebat, kau hanya perlu mengasahnya untuk bisa menguasai pengetahuan yang tidak sembarang orang bisa ketahui…”
“Tidak semudah itu.” Seru Makula, “Tidak semudah itu mendengar bisikan-bisikan di telingamu yang sangat berisik. Terkadang aku merasa seperti orang gila… apalagi insting dan perasaanku berkata hal-hal yang sebenarnya sangat mustahil.”
Kartajaya menepuk pundak Makula, kemudian menatap matanya, “Kau tidak gila, kau waras dan kau terlahir berbeda. Kau harus berdamai dengan dirimu sendiri… jalan mana yang akan kau ambil, menerima atau menolaknya!” nasehat Kartajaya.
“Ada sesuatu yang membuatku ingin sekali menolaknya…”
“Apakah itu?”
“Perasaan asing yang sangat kuat… sebuah firasat…”
“Firasat?” Kartajaya mengernyit, ia mundur kemudian bergeser untuk menatap Makula sepenuhnya. Ia sangat tertarik mendengar firasat dari seseorang seperti Makula, “Firasat macam ap aitu?”
“Kedatanganmu membawa…” Makula menjeda.
“Membawa apa?” tanya Kartajaya tak sabaran.
“Kedatanganmu, batu ungu dari langit itu, dan bahkan semua alam menyerukan untuk bersiap siaga dan waspada.”
“Maksudmu?”
“Sesuatu yang besar akan terjadi. Sesuatu yang mengerikan.” Makula terdiam, kemudian pandangannya menerawang ke langit, “Saat mereka membaringkanku di atas batuan sungai sambil dirasuki roh danau, aku melihat masa depan…”
“Masa depan? Apa yang kau lihat di masa depan?”
“Kehancuran…” lirih Makula.
“KEHANCURAN?” pekik Kartajaya. “Kehadiranku disini akan membawa kehancuran?”
“Tidak, kau hanya satu variable, kehancuran datang karena variable lainnya. Dunia dipenuhi dengan ilmu probabilitas, banyak kemungkinan, banyak petunjuk, dan banyak kode-kode yang tidak bisa diabaikan.”
“Kode macam apa yang kau maksud?”
“Sesungguhnya bumi ini sakit, Kartajaya. Wilayah Skars menjadi sangat panas dan bergurun, dulunya wilayah ini adalah tanah subur, sangat subur. Namun hutan lebat itulah yang tersisa dari semua hutan yang ada.” Makula menunjuk hutan lebat dimana bunker rahasia Lord Yasa terpendam, dan tempat dimana danau aneh itu berada. “Sementara di Kerajaan Vale yang jauh berseberangan dengan tempat ini, selalu dijatuhi salju selama berbulan-bulan, dan hanya memiliki musim lain dalam waktu yang sangat singkat. Bumi sangat sakit.”
Kartajaya tak memiliki kalimat yang baik untuk diucapkan, ia hanya sedikit paham, jadi lebih baik ia diam mendengar penjelasan Makula.
“Sakitnya bumi merupakan kode bagi manusia untuk evolusi atau melakukan perbaikan sejak dini. Agar hidup kita berkesinambungan untuk masa depan…”
“Bagaimana caranya evolusi dan melakukan perbaikan itu?” tanya Kartajaya pada akhirnya.
“Bukan itu pertanyaan yang tepat Kartajaya…”
“Apa yang harus aku tanyakan?”
“Bertanyalah, apa hal terdekat yang akan terjadi di wilayah ini sebelum evolusi dan perbaikan terjadi?”
“Apa?” tanya Kartajaya.
“Perang. Sebuah Perang yang sangat besar.”
***