3

1080 Kata
          Upacara bendera hari Senin, adalah upacara bendera kami sebagai siswa baru SMA. Pembagian kelas, menurut kepala sekolah sudah diacak kembali dan dapat dilihat kembali di pintu masing-masing kelas. Setelah upacara selesai, anak kelas satu sibuk mencari kelas masing-masing. Akhirnya aku satu kelas bersama Sabrina dan Febri di kelas 1C, sedangkan Eci dan Eka di kelas 1B. Setelah berdiskusi, kami memutuskan semua untuk mengikuti ekskul karate, dan aku juga mengambil ekskul basket yang sudah aku tekuni sejak SMP dulu. Masuk karete bukan untuk sombong tetapi lebih untuk percaya diri dan sedikit ilmu untuk membela diri sendiri dari orang tidak bermaksud baik.           Kelas 1C mendapatkan wali kelas seorang guru agama. Orangnya sangat baik dan perhatian terhadap siswanya. Pelajaran yang berbeda antara SMP dan SMA hanya pada mata pelajaran Kimia dan Akuntansi. Proses belajar mengajar seperti biasa guru matematika yang super galak seperti ingin menelan siswanya, guru olahraga yang kocak tetapi tegas, guru bahasa Indonesia yang super wibawa semua siswa salut kepadamu Bu Guru, guru agama dan PPKN yang baik dan ramah, guru sejarah yang membuat kami takjub tentang peradaban dunia masa lampau kecuali teori evolusi manusia yang dari kera itu ga banget dech, guru bahasa Inggris yang seakan miss missy, guru biologi yang tegas, guru fisika yang kebapakan, guru kimia seperti profesor Einstein, guru geografi yang super cuek, guru ekonomi yang membuat tidur siswanya karena suaranya sangat lembut, guru kesenian yang menguasai berbagai alat musik, dan guru akuntansi yang cantik dan baik hati.           Melihat siswa di kelas, dan sebagaian besar satu SMP dan mengetahui di kelas mana mereka saat kelas tiga SMP dulu yang menyatukan murid terpintar di satu kelas yaitu kelas 1A, ditambah beberapa siswa yang berada di kelas 1A saat MOS kemarin. Setelah dihitung dengan jari siswa yang aku kenal semua pada pintar, bisa tidak aku mendapat 10 besar di kelas. Target yang dikejar, agar dapat undangan dari universitas. “Oh My God. Dapatkah aku masuk 10 besar di kelas?” aku membatin. “But...I’m must be try to good student. Maybe not the best, but not to bad student too. Semangat...” itu moto yang lumayan bukan.           Kalau pelajaran seperti biasa, lain dieksul. Karate yang kami masuki pada awalnya banyak yang mendaftarkan diri, cewek 15 orang dan cowok 10 orang. Latihan pertama dimulai, cowok dan cewek dipisah, senior yang ada hanya anak kelas 3 cowok semua, untuk anak kelas dua tidak ada yang berminat atau ada yang berhenti. Latihan anak putra di lapangan basket, sedangkan anak putri di lapangan rumput. Pemanasan dilakukan dengan lari dan peregangan otot dari kepala sampai kaki. Di untuk memaksimalkan latihan kami dibagi menjadi 5 kelompok. Setiap gerakan berakhir yang harus diakhiri dengan teriakan “Kiaaaa......” harus kuat, keras dan tegas. Kami anak baru, sebagaian bukan yang memiliki suara keras, teman cowok yang di samping aku disuruh berulang kali berteriak, setiap teriakan bukan semakin keras tetapi semakin pelan dan terakhir membuat senior tertawa karena suara yang dibuat seperti habis. Kami yang lain tidak boleh tertawa dan harus menahan untuk tidak tertawa, kalau tertawa kita selanjutnya yang akan dihukum push up.           Setiap gerakan yang dilakukan diperagakan terlebih dahulu dan diikuti dengan aba-aba. Setiap orang beragam kesalahan, kuda-kuda, gerakan tangan, bahkan badan. Satu kejadian yang akhirnya membuat aku sering menjadi peserta peragaan dari senior adalah saat pukulan. Tidak tahu kenapa, pukulanku ternyata yang paling kuat dibanding pukulan teman yang lain bahkan dari putra. Yang membuat senior yang lain penasaran, dan mencoba kekuatanku yang katanya paling kuat diantara yang lain. Setelah jeda istirahat, terdengar perbincangan senior “Dia memiliku kepalan tangan seperti cowok, makanya pukulannya seperti itu.” “Iya benar.” Timpal yang lain.           Selain kejadian menjadi kelinci percobaan, kegiatan ekskul berjalan dengan baik. Walaupun hari pertama selesai latihan, semua badan terasa mau copot. Tetapi itupun sudah diperingatkan oleh senior bahwa tidak boleh diurut, akan hilang dengan sendirinya. Ternyata benar, walaupun bagiku tidak separah dengan teman yang lain karena kegiatan basketku. Jadwal karate dan jadwal basket tidak pada hari yang sama, Selasa dan Kamis sore untuk ekskul karate sedangkan Sabtu sore dan Minggu pagi ekskul basket.           Kalau di ekskul karate, Qistina sebagai anak baru yang benar-benar belum mengerti dasar sama sekali. Tetapi di basket, dia sudah menggeluti selama tiga tahun di SMP. Kegiatan basket di SMA sangatlah kompetitif karena adanya pertandingan basket antara SMA se Kabupaten. Memang hanya di tingkat kabupaten, tetapi rasa-rasanya sudah seperti liga NBA suasananya. Qistina sering melihat pertandingan saat masih duduk di SMP karena kakak cowoknya merupakan pemain inti SMANSA juga. Setiap pertandingan yang diikuti oleh kakaknya Qistina selalu melihat saat tidak ada jam sekolah dan menjadi pendukung setia, yang membuat ia mempunyai keinginan untuk dapat seperti kakaknya. Menjadi pemain inti bahkan pemain starter di setiap pertandingan, walaupun pertandingan basket putri tidak seheboh basket putra yang di d******i cowok bertubuh kekar dan bertampang good looking.           Hari pertama mengikuti ekskul basket, Qistina diminta pelatih untuk mengikuti seleksi tim inti sekolah yang didominasi oleh kelas tiga. Itu menjadi tantangan, sekaligus membuat Qistina begitu semangat untuk menunjukkan kemampuannnya. Bahwa ia layak untuk masuk tim inti, walaupun untuk saat ini belum akan menjadi starter saat pertandingan berlangsung.           SMANSA dan SMANLI merupakan musuh bebuyutan dalam basket, baik putri maupun putra. Dalam tiga tahun terakhir ini, final basket selalu antara kedua sekolah ini dengan kedudukan 2 – 1 untuk keunggulan SMANLI. Dengan kedudukan ini, tahun ini merupakan kesempatan untuk menyamakan kedudukan.           Pertandingan berjalan dengan sangat alot, dan pertambahan skor lambat dan saling membalas. Terjadi benturan antar pemain yang menyebabkan seorang pemain harus digantikan. Qistina ditunjuk dan memulai debut pertamanya di pertandingan basket SMA. Sebagai pemain baru, Qistina tidak di jaga ketat oleh lawan yang menyebabkan dia dapat dengan mudah memasukan bola dan membuat tim mereka unggul. Quater keempat keadaan berbalik, Qistina dijaga dua pemain sekaligus untuk memperlambat gerakan. Dengan penjagaan ketat, ia memang tidak bisa memasukan bola tetapi bukan tidak bisa memberikan umpan yang jitu dalam memecah pertahanan lawan yang masih menguntungan tim mereka dan dapat memenangkan pertandingan dengan skor tipis 81 – 78 untuk SMANSA.           Untuk prestasi di kelas, Qistina yang menghitung dengan jari teman-teman yang dianggapnya sebagai orang terpintar di kelas. Dapat menempatkan dirinya di posisi 7 di kelas, walaupun tidak dapat masuk 10 besar untuk kelas 1 di sekolah. Peringkat 10 besar kelas 1, posisi 1 – 3 merupakan juara kelas 1C. Anggota kelas Qistina boleh berbangga, karena nilai rata-rata mereka dibandingkan dengan rata-rata kelas yang lain lebih tinggi.           Ekskul dan kelas dapat berjalan dengan baik bagi Q, walaupun tidak ada peristiwa khusus yang membuat perubahan terbesar dalam hidupnya kecuali karir basket SMA-nya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN