28. Bukan Kencan

2037 Kata

“Masih mau diam juga?” Mas Al bertanya pelan, dan aku masih tetap bungkam. Dia kini sudah memarkirkan mobil di lokasi yang lebih aman. Tidak seperti tadi, asal berhenti di pinggir jalan. “Anna—“ “Aku harus jawab apa, sih?” nada bicaraku sedikit naik, tetapi volumenya tetap lirih. “Diam kuartikan iya.” “Aku enggak pernah bilang iya.” “Tapi kamu enggak menyangkal, itu artinya iya. Kamu itu paling enggak bisa bohong, meski enggak selalu jujur juga.” He know me so well! Mas Al benar. Aku memang tidak bisa bohong sekalipun tidak selalu jujur. Kadang-kadang aku lebih memilih untuk diam atau membuat semuanya jadi gamang. Kalaupun harus bohong, itu adalah pilihan terakhir dan benar-benar tidak ada pilihan lain lagi. Atau bisa juga, berbohong demi kebaikan. Entah itu dibenarkan atau tidak.

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN