Terapi Stres

1723 Kata
"Kok, lupa sih, Pa? Kebiasaan, deh." Dengan bibir yang mengerucut Belva meluapkan kekesalannya karena Satya pulang dengan tangan kosong. Gadis yang begitu antusias saat mendengar suara mobil sang papa, berjalan menghentak-hentakkan kaki dengan wajah yang ditekuk. Bibirnya yang mengerucut terus menggerutu meluapkan kekesalannya. "Makanya pulang tuh jangan malam-malam. Waktunya pulang kerja ya pulang, nggak usah nongkrong. Papa itu udah nggak muda lagi," omel sang anak gadis, seraya merebahkan tubuhnya di sofa panjang dengan posisi tengkurap. Satya yang baru sadar jika dia melupakan pesanan sang anak, segera menyusul. Air mukanya yang semula kesal berganti panik. Ia lantas mendudukkan diri di samping anaknya. "Mana tadi makan dikit doang. Lauk di dapur udah habis." Gerutuan Belva yang menyembunyikan 2ajah di lipatan tangannya masih bisa di dengar Satya. Sungguh, dia benar-benar tidak ingat. Bahkan, ia sempat kebingungan saat Belva menanyakan mie goreng tanpa sayur yang tidak terlalu kering juga tidak terlalu basah dengan ekstra suwiran ayam dan telur mata sapi tiga perempat matang. Oh, iya, ditambah sebungkus kerupuk udang yang diremukkan lalu ditabur di atasnya sebagai pengganti bawang goreng. "Papa beliin bentar, ya?" Satya beranjak dari duduknya. Namun, apa yang diucapkan Belva membuatnya urung melangkah. "Mana ada Cak Put nya jam segini. Udah pulang. Kalaupun ada paling tinggal baksonya doang." Satya melirik arlojinya. Benar, ini sudah hampir jam sebelas malam. Penjual makanan yang biasanya mangkal di depan komplek pasti sudah pulang. Benaknya kembali mengumpati dua orang yang membuatnya terjebak dalam situasi ini, Raka dan Sinta. Satya mendengkus. Ia lantas menghempaskan tubuhnya pada sofa tunggal yang tak jauh dari kepala Belva. Tangan yang bertumpu pada lengan sofa bergerak memijat pangkal hidung. Sementara, Kirana hanya memerhatikan drama tersebut dari meja makan. Tadi, dia sudah menawarkan diri untuk mengantar Belva, tetapi ditolak dengan alasan ini adalah hukuman untuk sang papa. Wanita dengan setelan rumahan itu memandangi wajah lelah Satya. Ia tahu ada sesuatu yang terjadi pada suaminya. Sebab, saat memasuki rumah wajah Satya terlihat kesal dan tidak bersemangat seperti biasanya. "Papa, ih," panggilnya kesal saat Satya tak bersuara. Sementara, yang dipanggil langsung membuka mata dan menoleh. "Padahal aku pengen makan itu dari kemarin." "Terus, kenapa kemarin nggak beli?" Belva mengangkat wajah, menatap semakin sengit. Harusnya bukan bertanya seperti itu, tetapi meminta maaf dan membujuk dengan menawarkan hal lain sebagai gantinya. Gadis itu langsung bangkit dengan gerakan kasar lalu dengan nada kesal dia menjawab, "Kekenyangan makan soto dagingnya Mama!" Setelahnya, ia berjalan meninggalkan ruang keluarga dengan kaki yang menghentak-hentak dan berlari ketika menaiki tangga. Brak! Suara pintu yang ditutup dengan kasar membuat Kirana yang sejak tadi hanya diam bergegas bangkit dan berlari menuju kamarnya. Ia takut suara tersebut membangunkan Gelan yang sudah terlelap. Sementara, Satya hanya bisa mendesah lelah. Mengusap wajah dan mengacak rambut frustrasi sambil mengumpat kasar. Ia merutuki nasibnya hari ini. "Arrgghh," erangnya seraya menghempaskan punggung pada sandaran sofa. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya. Membuka aplikasi obrolan dan mulai mengetikkan kalimat makian pada kontak bernama Raka. Dia sepenuhnya menyalah sang sahabat atas apa yang terjadi padanya hari ini. Satu kalimat kasar kembali lolos dari bibirnya saat menerima balasan dari Raka. [Sorry, Bro.] Jangan lupakan emot tertawa yang pria itu sertakan di bagian akhir yang semakin menyulut emosi Satya. "Dasar teman laknat!" Satya menyambar jas dan tasnya. Kemudian, melangkah menuju lantai dua. Ia ingin segera mengguyur tubuhnya dengan air hangat untuk merilekskan tubuh dan pikirannya. Kirana yang sedang menepuk-nepuk b****g Galen sambil bersenandung, langsung mengangkat pandangan saat pintu kamar terbuka. Wanita itu tersenyum saat menangkap kehadiran suaminya. Dengan gerakan bibir, ia mengisyaratkan pria tersebut untuk segera mandi. Satya membalas senyuman sang istri dan bergegas ke kamar mandi. Sepertinya, kali ini ia akan menghabiskan waktu lebih lama dari biasanya. Setelah melepas pakaian, ia berdiri di bawah shower dengan posisi menghadap dinding dan kepala menengadah. Sejenak memberi kesempatan pada air hangat untuk memberikan ketenangan. Hari ini banyak hal yang ia lalui. Sehingga tubuh dan pikirannya benar-benar lelah. Selain masalah pekerjaan, informasi terkait kecurigaannya terhadap Selva juga turut ambil bagian. "Sudah makan?" tanya Kirana saat ia baru saja keluar dari kamar mandi. "Sudah, Sayang." Satya meraih celana pendek yang diulurkan sang istri. Bukan memakainya, celana berwarna hitam itu malah ia lempar serampangan. Kirana hanya tersenyum melihat itu. Ia paham apa yang suaminya inginkan. Maka, dengan gerakan lambat ia berjalan memangkas jarak mereka. Lalu, mengalungkan kedua tangan di leher Satya yang dibalas dengan remasan pada bagian belakang tubuhnya. "Butuh terapi penenang pikiran, Om?" tanyanya seductive. Jari telunjuknya mulai aktif bergerak menyusuri rahang tegas sang suami. "Sangat butuh, gadis kecil," balas sang suami di sela desisannya. Telunjuknya sudah sampai pada d**a bidang Satya, bergerak-gerak membentuk pola abstrak. Kirana bisa merasakan jika pusat tubuh suaminya mulai bangkit. "Tapi ranjang kita sudah dikuasai bocah itu." Kirana pura-pura mengeluh dengan ekspresi yang semakin membuat gairah Satya meningkat. "Tidak masalah. Kita bisa melakukannya di mana saja." Sedetik kemudian, Satya menyambar bibir Kirana yang sedikit terbuka. Menyesap, melumat dan menjilati dua benda kenyal dengan rasa stroberi itu. Kirana tidak mau kalah. Sambil mengajak lidah Satya berperang, tangannya bergerak semakin ke bawah. Mengusap perut datar dengan gerakan seringan kapas lalu, menarik kain berwarna tosca yang membelit pinggang suaminya. Satya tidak lagi mampu menahan erangannya saat telapak tangan lembut milik Kirana mulai melingkupi benda pusakanya yang mulai mengeras. "Kirana … emmhhh." Mata Satya terpejam dan kepalanya mendongak, membuat Kirana langsung menyerang area lehernya. Tidak tinggal diam. Sambil menikmati apa yang dilakukan sang istri, tangan Satya merambat naik, lalu menangkup serta meremas dua gundukan kenyal yang berada di area depan. Semakin lama remasan itu semakin kuat hingga membuat Kirana memekik tertahan. Bibir keduanya kembali bertaut. Kali ini bergerak semakin dalam dan menuntut. Satya sedikit merendahkan tubuhnya, meraih kedua paha Kirana lalu mengangkatnya. Menggendong layaknya bayi koala. Tanpa melepaskan tautan bibir, Satya membawa Kirana menuju Sofa yang berada di dekat jendela. Perlahan-lahan merebahkan tubuh seksi sang istri lalu menindihnya. Dengan tidak sabaran, ia meloloskan satu persatu kancing piyama Kirana, meraba bagian punggung untuk melepaskan pengait dari benda yang menutupi sumber kehidupan Galen. Suhu di ruangan tersebut semakin meningkat seiring dengan semakin panasnya permainan sepasang manusia yang saling memberikan kepuasan itu. Suara erangan dan desahan keduanya menyatu dengan deru mesin pendingin ruangan. Satya semakin liar, hingga sang istri hanya mampu pasrah di bawah kungkungannya. Ia menikmati setiap inci dari kulit mulus Kirana. Berulang kali menyesap pucuk d**a sang istri, menikmati sisa-sisa cairan yang selama ini dinikmati sang buah hati Lidah panas Satya kembali bergerak ke bawah. Kali ini tujuannya adalah pintu keluar putra mereka. Kedua tangan Satya langsung menahan paha Kirana yang hendak merapat, lalu membenamkan wajahnya di sana dan melakukan hal yang selama ini tidak pernah lagi diperbolehkan Kirana. Tubuh Kirana menggelinjang, bibir ranumnya terus mengeluarkan suara-suara yang semakin menyulut gairah sang pejantan yang saat ini sedang menyapukan lidah panasnya pada lipatan di bawah sana. Menggoda daging kecil yang berada di antara lipatan itu. Daging tak bertulang milik Satya mulai menusuk-nusuk lubang kecil yang ada di sana. Menghisap kuat hingga membuat Kirana berusaha keras untuk mengontrol suara. "Satyaaa …. Ahhh," pekiknya tertahan saat lidah Satya bergerak semakin cepat. Ia pun mulai mengangkat b****g dan menekan kepala Satya saat gelombang kenikmatan itu mulai menyapa membuat otot-otot tubuhnya mulai mengejang. Tekanan darah, detak jantung dan pernapasannya pun berada pada titik tertinggi. Dan detik berikutnya hormon endorfin dilepaskan secara berirama disertai dengan desahan panjang pemiliknya. Tubuhnya yang menegang perlahan-lahan kembali tenang. Sementara, sang pria tersenyum puas melihat wanitanya terkulai lemah dengan napas yang terengah. Melihat itu, ia lekas membopong tubuh sang istri, lalu menurunkannya di depan meja rias. Satya dengan mudahnya memutar tubuh Kirana menghadap ke cermin. Sontak saja wanita itu langsung terperanjat saat melihat pantulan dirinya—yang sangat kacau—di benda berbentuk oval itu. "Mas," ujarnya hendak protes dengan kepala yang sedikit memutar hingga sejajar dengan bahu. Namun, dengan gerakan lembut Satya mendorong pundak sang istri agar membungkuk. "Kita belum pernah coba yang kayak gini, kan?" ujar Satya yang kini menarik mundur pinggang dan melebarkan kaki Kirana. Kemudian, berusaha mempertemukan inti tubuh mereka. Keduanya mengerang saat Satya berhasil menenggelamkan diri seutuhnya. Kirana tidak berani mengangkat wajah, ia sangat tidak siap melihat penampilannya yang acak-acakkan, terutama ekspresinya yang menjijikan saat menikmati gerakkan pinggul suaminya. "Kamu harus liat kita, Sayang!" Satya memaksa Kirana menatap cermin. Namun, Kirana malah menutup kelopak matanya. "Buka matanya, Sayang … hhh," titah Satya lagi dengan napas terengah. Ia menarik mundur pinggulnya hingga pusakanya nyaris keluar. Kemudian, menghentaknya dengan kuat saat Kirana menggeleng menolak perintahnya. "Buka, Sayang! Kamu harus lihat kita." Dengan terpaksa Kirana membuka kelopak matanya. Hal yang pertama kali ia tangkap adalah refleksi sang suami yang tersenyum penuh kemenangan dengan tatapan sayu. "Jangan menunduk atau menutup mata. Kamu harus lihat bagaimana kita menyelesaikan ini." Demi apapun, dari semua hal yang ia hindari, ekspresi mereka saat sedang menyatu adalah hal yang paling tidak ingin ia lihat. Sungguh, ia seperti sedang menyaksikan adegan film biru secara langsung. "Bagaimana, Sayang? Bukankah kita terlihat seksi?" tanya Satya di sela hunjamannya. Ini menjijikan, tetapi entah mengapa melihat ekspresi dan tubuh atletis Satya yang dibasahi keringat membuatnya libidonya semakin tinggi. Satya semakin mempercepat gerakannya. Hingga beberapa benda yang ada di atas meja rias jatuh. Mengerang dan mendesah serta saling menggumamkan nama satu sama lain sebagai efek dari pergesekkan dua organ penentu identitas manusia. Satya merasakan jika otot tubuh sang istri kembali menegang dan dinding-dinding l**************n itu mulai mencengkram kuat. Pun, dengan pusakanya yang sudah berkedut siap memuntahkan lahar. Maka, ia semakin meningkatkan tempo gerakannya untuk mengejar pelepasan yang sudah semakin dekat. Hingga tiga detik berikutnya, mereka memekik bersama saat kenikmatan itu datang. Satya menekan pusakanya semakin dalam seolah tidak membiarkan setetes benihnya jatuh ke lantai. Setelahnya, Satya ambruk di punggung Kirana. Mengecup kulit mulus itu lalu mengucapkan terimakasih dan juga pujian. "Makasih, Sayang. Kamu selalu mengagumkan." Kirana tidak menjawab, ia masih sibuk mengatur napasnya hingga Satya perlahan melepaskan tautan tubuh mereka, mengambil beberapa lembar tisu untuk membersihkan sisa-sisa percintaan yang tersisa di dirinya juga yang meleleh di paha Kirana. Kemudian, ia kembali membopong Kirana untuk membawanya ke kamar mandi. "Gimana, sensasinya luar biasa, 'kan?" Kirana tidak menjawab, ia memejamkan mata dan menyembunyikan wajah di d**a bidang Satya. "Mungkin lain kali kita harus coba main di balkon atau kolam renang." Plak! Kirana memukul d**a Satya seraya berkata, "Nggak usah aneh-aneh!" Yang benar saja. Melihat adegan mereka sendiri dari refleksi cermin saja ia sudah merasa malu, apalagi jika hal tersebut sampai disaksikan orang lain. Tapi percayalah, sekalipun Kirana menolak, suatu saat nanti Satya akan tetap melakukannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN