Hari ini sesuai jadwal Andara, dia akan berangkat ke panti asuhan "Kasih Bunda" sekitar jam tiga sore. Katanya akan ada gotong royong serta penyerahan beberapa bantuan untuk membangun area bermain anak yang baru. Ada beberapa bangunan lain yang juga diperbaiki agar lebih nyaman dan asri sekitar lingkungannya.
"Ayah, anak Ayah yang cantik ini boleh ikut kan ke panti?" tanya Nayyara yang tiba-tiba memasuki ruang kerja Andara. Tanpa permisi, tanpa ketuk pintu. Gadis itu langsung memasukkan sebagian tubuhnya, berucap lantang tentang pertanyaannya yang konyol itu. Untung saja Andara tidak mempunyai riwayat jantung, hingga dia baik-baik saja dan selalu maklum dengan tingkah putrinya.
"Ya, kalau kamu mau berjanji terlebih dahulu sebelum ikut ke sana."
Nayyara mengerucutkan bibir. Dia membuka pintu lebih lebar, melangkah masuk dan duduk di hadapan Andara dengan ekspresi bingung. "Ada syarat yang berlaku juga, Yah?" tanyanya dengan nada sedikit tidak setuju. Kenapa harus berjanji terlebih dahulu, memangnya ada apa?
"Tentu saja." Andara mengangguk, kerutan pada dahi Nayyara semakin dalam. Sebelah kaki gadis itu terlipat ke atas paha kaki yang satu lagi, tangannya mengetuk-ngetuk pelipis seperti berpikir. Seolah bertanya, apa itu? Langsung ke inti pembicaraan saja, Nayyara tidak suka berbelat-belit. "Jangan nakal saat di panti nanti. Jangan mencubit apalagi membuat anak kecil di sana menangis karena kamu jahili. Kamu rebut misalnya mainan milik mereka. Atau kamu olok-olok dia karena larinya tidak sekencang kamu."
Ingat, itu hanya sebagian dari kebobrokan Nayyara yang Andara sebutkan. Ada banyak macam lainnya, tetapi kalau disebutkan semua bisa berbusa mulutnya. Nayyara gadis tidak terduga, dia akan menghalalkan segala cara jika menginginkannya. Andara yang sudah terbiasa hanya bisa mengelus d**a. Untung anaknya, jika bukan sudah Andara jewer telinganya sampai putus. Sayangnya, Andara tak sejahat itu.
Ah, sangat disayangkan. Padahal seru bukan jika melihat Nayyara dijewer telinganya sampai mengaduh sakit dan minta ampun?
"Oh soal itu ... aish, tentu saja! Ya kali aku ngelakuin semua itu, apalagi ada Liam nanti. Aku tahu artinya malu juga, Yah, cuman kadang bisa aja khilaf--kelupaan--tanpa di sengaja. Gimana dong? Bukan salah aku ya, aku lupa soalnya." Nayyara mengangkat bahu, seolah apa yang dia ucapkan barusan sudah benar. Astaga, Nayyara! Sabar, untung kamu gadis yang sangat cantik.
"Kelupaan itu kamu sengaja. Nggak ada orang lupa kalau soal masalah begini, aneh-aneh saja."
"Ada kok, Yah, ada. Nih aku contohnya, anak Ayah yang paling cantik suka gitu. Kelupaan banget, nggak tahu ngobatinnya gimana."
"Pokoknya bersikap yang manis, jangan membuat kegaduhan."
Nayyara meringis. Dia terkenal menjadi gadis yang selalu bertentangan dengan Dewi keberuntungan, bagaimana bisa dia bersikap manis jika ada saja kesialan yang menimpa dirinya? Nayyara mendesah kecewa pada dirinya, apa dia harus memakai topeng atau masker dulu sehingga Dewi keberuntungan tak mengenalinya? Lol!
"Ya sudah, nanti aku coba usahakan dulu dengan doa dan harapan. Semoga saja Tuhan merestui, kalau tidak ... ya begitulah. Aku suka aneh juga, kok ada saja kesialanku setiap hari. Nggak ada habisnya. Ayah emang nggak heran atau merasa aneh gitu apa?"
Andara menggeleng, menarik napas lalu menghembuskannya panjang. "Tidak, sebab Ayah sudah hapal bagaimana tingkah laku kamu. Gimana mau beres, orang kelakuan kamu masih amburadul gini. Migren Ayah mikirin kamu. Udah sana, siap-siap dulu. Dua puluh menit Ayah tunggu di ruang keluarga."
Nayyar mengangguk. Dia akan beranjak dari tempat duduknya dengan keadaan amat bahagia, wajahnya langsung berubah cerah seketika. Bayangan Liam yang super tampan mengisi ruang kepala Nayyara. Dia sudah tidak sabar ingin bertemu pria itu.
"Jangan terlalu heboh, kenakan pakaian sederhana saja. Ini mau ke panti, bukan konser. Mengerti, Sayang?" Andara mengingatkan sebelum Nayyara kelupaan lagi. Gadis itu tidak bisa mengondisikan situasi, selalu melakukan apa yang dia mau tanpa melihat sekitar dulu.
Nayyara menghembuskan napas, menggaruk pelipisnya yang tiba-tiba gatal. "Iya, inget. Nanti bakal mengenakan pakaian yang pantas, aku ngerti soal beginian Ayah. Nggak usah diingetin, nggak bakal lupa kalau soal penampilan mah. Gampang di atur sama aku!" Kemudian menjentikkan ujung jarinya, menunjukkan jika melakukan hal demikian kecil baginya.
"Gampang, gampang. Awas saja kalau memakai celana atau rok kekurangan bahan. Ayah akan suruh kamu tinggal saja." Rok atau celana kurang bahan yang Andara maksud ialah serba mini. Yang bahkan panjangnya tak sampai setengah paha untuk ukuran celana. Luar biasa menguci kesabaran gadis cantiknya satu ini, untung Andara sangat menyayanginya sampi tak terhingga lagi.
Bukannya langsung mengiyakan, Nayyara terbahak. "Ayah ih bisa aja ngelucunya. Iya, iya, nggak bakal pakai rok atau celana mini. Aku pakai jeans panjang dan crewneck. Bagus kan? Udah sederhana banget, biar nggak ribet juga nanti akunya."
"Bagus. Pinter anak Ayah."
"Nye, nye, nye! Ayah ini, memangnya kemarin-kemarin aku bego? Aku kan emang pinter dari dulu."
"Iya iya, udah gih sana. Kalau ngomong terus nanti kita telat."
"Siap laknakan, Bos!" Nayyara langsung berlari dari sana menuju kamarnya. Meski Andara meneriaki agar hati-hati--tidak perlu lari, gadis itu tetap pecicilan. Jatuh nanti baru mengaduh sakit.
***
Nayyara tersenyum sesampainya di halaman panti, dia semakin tidak sabar ingin bertemu pangerannya. Pangeran Liam yang tampan dan memesona, menggetarkan jiwa raganya sampai ke ubun-ubun kepala. Lol!
"Nayya, ingat kata Ayah tadi kan?" Andara menoleh pada Nayyara yang akan segera keluar dari mobil, dia terlihat begitu semangat sekali.
"Ingat!"
"Apa kata Ayah?"
"Jangan membuat kekacauan, jangan jungkir balik, jangan bikin nangis anak panti, jangan jahil, jangan untuk banyak hal deh. Inget kok, Yah, inget banget. Pokoknya aku harus bersikap sopan, ramah, gitu kan?" Andara mengangguk. Supir pribadi Andara--Pak Agus--ikut tertawa mendengar celotehan Nayyara. "Meski sebenarnya aku nggak bisa seramah manusia pada umumnya, ya sudah akan aku usahakan."
"Manusia pada umumnya? Memangnya kamu manusia seperti apa?"
"Ya ... aku bedalah gitu dari yang lain. Tentunya lebih memukau dan hebat. Ayah bangga kan punya anak kayak Nayyara ini?" Nayyara memperlihatkan deretan gigi putihnya, tersenyum setengah lingkaran.
Andara menghela napas. "Ya, bangga sekali. Ayo kita turun sekarang, acara sebentar lagi dimulai."
Nayyara mengangguk. "Yes! Ketemu Liam ...!" serunya bahagia. Pak Agus yang masih mendengar suara Nayyara hanya bisa menggelengkan kepala heran. Ada saja kelakuan anak majikannya tersebut, tidak habis-habis ulahnya. Memusingkan kepala, tapi untunglah gadis itu bisa membuat semua orang nyaman dan sayang padanya.
Nayyara adalah gadis yang baik, dia senang berbagi dan menolong orang kecil. Pak Agus sering mengantarkan Nayyara kuliah, bila menemui pemulung atau orang minta-minta di jalanan--dalam keadaan sangat memprihatinkan, Nayyara akan turun dan menyisihkan uang jajannya untuk keperluan orang yang lebih membutuhkan.
Jika ditanya kenapa, Nayyara hanya menjawab, "Kesian, Pak. Beruntung ya kita terlahir dari keluarga yang mampu, jadi nggak usah susah payah cari uang panas-panasan di pinggir jalan. Apalagi pas cuaca hujan, bisa gampang sakit."
Pak Agus bangga, dia menyukai sosok seorang Nayyara yang sangat peduli dan rendah hati, padahal usianya masih begitu muda. Tidak seperti anak orang kaya lainnya, sibuk membuang-buang uang tapi lupa menyisihkan sebagian hartanya untuk rakyat kecil.
Nayyara melangkah bersisian dengan Andara, memasuki panti yang kondisi lingkungannya sangat nyaman. Dari halaman yang asri, keadaan ruangan yang bersih dan rapih, anak-anak panti juga semua dididik dengan baik hingga mengetahui bagaimana cara menghormati orang tua, mencintai Tuhan yang memberikan banyak nikmat, semuanya. Ketika Andara datang, mereka menyalami secara bergantian, begitu pun pada Nayyara. Dia merasa disambut, senang hati rasanya.
Orang penjaga panti mempersilakan Andara dan Nayyara duduk di kursi yang sudah di sediakan khusus untuk bagian pengurus, paling depen dan dalam keadaan yang nyaman tempat duduknya.
"Ayah, ramai ya. Aku sedang di sini, anak panti nggak sejahil yang aku kira. Mereka sangat teratur dan sopan sama orang yang lebih tua." Nayyara berbisik pada Andara. Dia berkata jujur, jika merasa senang akan dikatakan apa adanya, begitu pun sebaliknya.
Andara mengangguk. "Nanti bisa saja kalau Ayah sibuk, ada kerjaan luar kota, kamu yang mewakili Ayah datang ke sini ya, Sayang?" Nayyara mengangguk saja mengiyakan, menurutnya hal ini tidak terlalu buruk. Nayyara senang membantu orang, apalagi membuat orang bahagia karenanya. Rasanya seperti berhasil saja menjadi seseorang yang berguna untuk manusia lainnya.
"Boleh, Yah. Aku akan belajar bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan orang-orang. Biar nanti tambah menjadi anak yang membanggakan Ayah. Aku senang kalau Ayah bahagia dengan segala prestasiku." Mata Nayyara berbinar, dua sungguh-sungguh dalam setiap ucapan yang keluar.
Andara mengangguk, dia mengusap puncak kepala Nayyara dengan sayang.
Tanpa Nayyara dan Andara sadari, seseorang yang berada di belakang kursi mereka sedari tadi ikut mendengarkan obrolan ringan yang sangat bermakna itu. Dia tersenyum tipis, kemudian kembali menegakkan tubuhnya dirasa kedua insan tersebut tak lagi saling mengobrol.
Acara di mulai, kemudian pembawa acara memanggil nama seseorang yang akan menjadi pembuka acara, menyampaikan beberapa nasehat dan hal lain untuk kemajuan panti.
Liam Alexander.
Nayyara membulatkan mata mendengar nama itu dipanggil, kemudian majulah Liam yang baru saja melangkah dari tempat duduk bagian belakang Nayyara. "Oh astaga, Ayah!" Nayyara memekik pelan, ucapannya akan meledak jika saat itu mereka sedang tidak dalam acara. "Liam ternyata dari tadi duduk di belakang kita! Kenapa aku nggak nyadar? Aish, kalo gitu caranya kan tadi bisa kenalan dulu," bisiknya lagi.
Andara menggelengkan kepala, memberikan kode agar Nayyara diam dulu. Meminta mendengarkan Liam yang sedang menyampaikan beberapa hal penting di depan.
Nayyara semakin terkesima saja melihat cara Liam berbicara dan bersikap. Sangat dewasa dan kelihatan begitu cerdas dengan segudang ilmu. Bahkan Nayyara kalah, tidak ada apa-apanya. Seujung kukunya pun sepertinya tidak!
Tatapan mata Nayyara tidak sama sekali dia alihkan, hanya tertuju pada Liam yang nampak memesona. "Kenapa ganteng banget sih jodoh aku?" gumam Nayyara tanpa sadar.
Andara yang berada di sisi kanan Nayyara hanya menghela napas saat mendengar ucapan frontal putri tercintanya. Berbeda sekali dengan seorang pria yang berada di sisi kirinya, dia tersenyum. Dalam hatinya dia menganggap Nayyara lucu dengan kejujurannya.
Setelah Liam, kemudian bergantian ... seorang Rio Alexanderlah yang maju selanjutnya. Sebelum Rio maju, dia menyalami Andara dan Nayyara lebih dulu, sebagai tanda hormat dia kepada orang di sampingnya.
Nayyara menggoyangkan lengan Andara. "Ayah kok nggak bilang pria yang duduk di samping aku calon mertua?!" decaknya. Kalau tau Nayyara akan senang hati memperkenalkan dirinya sebagai calon menantu, sebaik-baiknya bersikap.
"Kamu nggak nanya Ayah sih. Mana Ayah inget."
Nayyara memajukan bibirnya seperti bebek. "Habis acara kenalin aku ya. Kalau bisa sama Mamanya Liam sekalian. Biar makin deket, biar gampang anaknya aku pepet!"
"Diam dulu, Sayang. Jangan banyak mengobrol, nggak baik kelihatannya."
"Ya sudah. Aku diam, udah tutup mulut nih. Tapi nggak janji akan bertahan sampai acara selesai, bibirku gatal mau bicara terus. Maafin, maklumi." Kemudian terkekeh pelan.
Andara tidak menyahut lagi, dia kembali memerhatikan penyampaian Rio, baru setelah itu dirinya lah yang kena giliran menyampaikan beberapa hal sebagai penutup.
Nayyara bangga, ayahnya sangat hebat dan kepeduliannya pada panti asuhan ini begitu luar biasa. Nayyara harus banyak belajar sang Ayah, siapa pun kita, seberapa pun banyak harta kita, atau setinggi apa pun derajat kita ... semua akan tetap sama kedudukannya di mata Tuhan.
"Nayya sayang banget sama Ayah, bangga jadi putri Ayah. Semoga Tuhan selalu melindungi dan menjaga Ayah sampai nanti aku bisa memberikan banyak kebahagiaan dan cinta buat Ayah." Nayyara bergumam, tepukan tangan meriah penuh rasa bangga dia berikan kepada Andara. Senyum Nayyara merekah, lalu memeluk Andara ketika turun dari panggung. "Kesayangannya Nayya!"
***
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia karyaku. Semoga "Kisah Cinta Nayyara dan Liam" tak kalah seru dengan cerita lainnya. Akan aku usahakan membuat cerita sebagus mungkin, untuk memuaskan kalian semua. Love!
Maaf jika terdapat kesalahan kata dalam setiap penulisanku.
Jangan lupa tap love untuk menyimpan cerita ini di library dan tinggalkan komen untuk memberikan semangat.
Hehehe ....
Satu komen dan love dari kalian, berharga sekali. Terima kasih banyak. Muachhh!
Salam manis,
Novi.