Keyna merasa, semua pasang mata melihat ke arahnya saat mereka berdua masuk. Meski sudah terbiasa menghadiri sebuah acara, tetapi Keyna masih belum terbiasa dengan orang-orang. Namun, meski begitu, dia tidak menunjukkan kelemahannya tersebut dan tetap berjalan dengan percaya diri. Apalagi, kehadiran pria di sisinya entah bagaimana memberikan Keyna sebuah kekuatan baru. Entahlah, dia sendiri tidak begitu yakin mengapa bisa merasa demikian.
“Mata-mata sialan itu!” desis Calvert pelan, yang samar-samar Keyna dengar.
Keyna lantas menoleh. “Apa kau bilang?”
Calvert berdeham. “Tidak. Aku hanya sedang mengumpati para pria yang sedang menatapmu sekarang,” jawab pria itu jujur. Tatapannya lurus tertuju ke depan. Merasa resah melihat tatapan para pria yang menatap mereka. Lebih tepatnya, menatap Keyna.
Keyna mengulum tawa mendengar ucapan Calvert. Akhirnya dia sadar mengapa sejak di rumah lelaki itu terus menyodorinya mantel dan tidak ingin Keyna melepaskannya. Apakah mungkin Calvert cemburu? Benarkah? Tapi cemburu hanya bisa dilakukan oleh orang yang mencintai, sedangkan Calvert tidak mencintainya. Keyna menampik.
“Mereka hanya bisa menatapku tapi tidak bisa menyentuhku, Cal,” hibur Keyna pada suaminya. Lantas melanjutkan langkah mencari keberadaan kedua mempelai.
Sementara itu, tanpa Keyna sadari, ucapannya itu membuat pipi Calvert seketika memerah dengan hidung mengembang. Apa yang dikatakan Keyna memang ada benarnya. Pria itu merasa berbangga diri seketika. Silakan saja tatap Keyna sepuasnya, pada akhirnya yang bisa meniduri wanita itu hanya dirinya seorang.
“Keyna?”
Baik Keyna mau pun Calvert seketika menghentikan langkah mendengar seseorang memanggil namanya. Lantas seorang wanita yang amat Keyna kenal tiba-tiba berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh selidik.
“Kau datang kemari?” Wanita dengan gaun peach tersebut memicing sangsi. Senyum miringnya terlihat mengejek.
“Apa yang salah?” tanya Keyna. “Ehm, seharusnya kau sudah bisa menebak bahwa aku akan diundang ke acara ini, Flo.”
Florencia, kakak tirinya, menutup mulut dengan jari-jarinya yang lentik dan dihias nail art mahal. “Oh, aku lupa bahwa kau satu kampus dengan Agatha juga.”
Merotasikan bola mata dengan malas, Keyna merasa muak berlama-lama di sana. Sudah cukup kehadiran wanita itu membuatnya tidak betah di rumah dan di kantor. Kemudian di tempat lain pun dia harus berbincang dengannya.
“Ya. Silakan nikmati minumanmu. Aku akan menyampaikan selamat kepada Agatha.” Keyna lekas menjauh dari Florencia. Namun di sisinya, Calvert memandang dengan penuh tanya.
“Siapa wanita dengan riasan wajah yang aneh itu?” Calvert menyuarakan tanyanya. “Ough, aku tidak menyukainya. Dia tampak seperti Nenek Sihir yang menyamar menjadi Putri Angsa.”
Keyna tergelak mendengar ujaran Calvert barusan. Wanita itu sesungguhnya tahu bahwa Calvert mengatakan hal demikian untuk menghiburnya setelah mendengar bagaimana kata-kata yang dilontarkan Florencia terkesan merendahkan dirinya.
“Dia kakak tiriku,” Keyna menjawab singkat.
Pupil mata Calvert melebar. “Benarkah?”
“Ya. Jangan pernah berurusan dengannya.”
Calvert menoleh ke belakang, sekadar melihat kembali seseorang yang katanya adalah kakak tiri Keyna. Lelaki itu masih tidak percaya akan bertemu dengan keluarga Keyna di tempat dan situasi ini.
"Tentu saja. Untuk apa aku berurusan dengannya jika kau saja ogah?” dia membalas tak yakin.
***
“Halo! Agatha.” Keyna menyapa mempelai wanita dengan seulas senyum tipis. Berusaha menyingkirkan keraguan dan bersikap percaya diri.
Sejenak, wanita bernama Agatha tersebut mengerutkan kening. Menatap Keyna lamat-lamat. Mungkin sedang berusaha mengenali wanita itu.
“Keyna Fillmore,” ucap Keyna, menyadari bahwa Agatha sepertinya tidak mengenali dirinya, atau mungkin, hanya berpura-pura tidak mengenali? Entahlah.
Sesaat setelah Keyna menyebutkan mamanya, Agatha tampak membulatkan mata terkejut. “Astaga! Kau Keyna yang selalu duduk sendirian di bangku pojok? Si Kutu Buku yang bau air pel?”
Keyna tersenyum kecut mendengar itu. Dia sudah menduga bahwa hal itu yang akan selalu diungkit oleh anak-anak setiap kali mereka bertemu. Itu sebabnya, dia tidak pernah ingin menemui teman-teman semasa kuliah.
“Ya. Aku Keyna yang itu.” Keyna membalas tenang. Meski dalam hati ingin menarik gaun pengantin wanita tersebut dan mencabik-cabiknya hingga hancur.
"Astaga, Agatha! Kau masih mengingat kejadian itu?"
Seseorang tiba-tiba menghampiri mereka. Ikut serta dalam konversasi yang dilakukan Keyna dan Agatha. Florencia Dawson.
"Flooo!" Mengetahui kehadiran Florencia, Agatha memekik kegirangan. "Ya. Jelas aku ingat. Waktu itu, semua orang tidak percaya bahwa perempuan yang terlihat lugu seperti Keyna ternyata bisa berbuat licik dengan merebut kekasihmu."
Florencia mengulum senyum. "Sudahlah. Itu bukan hal yang baik untuk dikenang. Lagi pun, sepertinya Keyna hanya tidak tahu bahwa aku sudah bersama James terlebih dahulu. Iya, kan, Keyna?"
Keyna mengedikkan bahu santai. "Ya. Anggap saja begitu. Aku sudah tidak begitu peduli karena itu hanya masa lalu dan seingatku, aku tidak merebut James." Dia membalas apa adanya.
Agatha dan Florencia saling melempar pandang dengan senyum yang tak bisa diartikan. Namun Keyna tahu ada sebuah kepuasan yang mereka rasakan karena berhasil mengejeknya dengan kenangan masa lalunya yang buruk.
“Omong-omong, ke mana kacamata bodohmu?” Agatha menelisik.
“Aku sudah tidak membutuhkannya lagi. Toh, mataku sekarang baik-baik saja. Aku menjalani operasi mata beberapa tahun silam.”
Pertanyaan kurang ajar itu dibalas dengan tenang oleh Keyna. Namun justru, Calvert yang tidak terima.
“Selamat atas pernikahanmu, Nona. Tapi tampaknya, acara sakral ini tidak seberkelas tempat yang kau sewa.” Lelaki itu menarik Keyna agak mundur. “Sayang sekali, kau menjadikan acara pernikahanmu sebagai ajang untuk merendahkan orang. Kau menunjukkan kualitas dirimu sendiri.”
Mendengar itu, jelas Agatha meradang. "Maaf, kau siapa?"
Calvert tersenyum singkat. "Saya Calvert Ethelwyn. Suami Keyna."
Baik Agatha mau pun Florencia tercengang mendengar pengakuan mendadak pria tampan di samping Keyna.
"Kau sudah menikah?"
Agatha bertanya pada Keyna dengan terkejut. Lebih terkejut sebab Calvert terlalu tampan dengan pahatan wajah yang sempurna dan tubuhnya yang proporsional. Bahkan tuxedo yang melekat pada tubuh pria itu pun tampak begitu cocok, seolah-olah Calvert memang diciptakan sebagai pria mahal dan berkelas.
"Kau benar-benar sudah menikah?" Florencia sama terkejutnya. Dia menatap Calvert dari bawah sampai atas. Perasaan marah tiba-tiba merayap hingga ke ubun-ubun. Marah karena Keyna membawa pria itu ke sebuah pesta yang membuktikan bahwa pernikahan tersebut benar-benar terjadi. Dan marah karena Calvert bahkan jauh lebih tampan dan lebih tinggi dari suaminya!
"Bukankah aku sudah bilang di hadapan keluarga beberapa waktu lalu? Tapi kalian justru tidak mempercayai."
Florencia berdecak. "Kita lihat saja nanti, apakah pernikahanmu palsu atau tidak."
"Mengapa harus memalsukan pernikahan?" Calvert ikut dalam pembicaraan. Keyna agak takut Florencia akan mengatakan hal-hal yang membuat Calvert mencurigainya.
"Sudahlah, Cal. Aku pernah bilang, bukan, bagaimana keadaan keluargaku?" bisik Keyna.
Calvert menghela napas. "Maaf, karena aku belum sempat memperkenalkan diri secara resmi ke hadapan keluargamu. Maksudku, keluarga Keyna. Jika ada waktu, kami berdua akan berkunjung," gumam Calvert, di luar prediksi Keyna. Lelaki itu merangul pinggang Keyna dan sedikit menariknya hingga tubuh mereka berdua menempel dengan intim satu sama lain.
Keyna jelas terkesiap sesaat karena apa yang Calvert lakukan. Namun dia tidak memiliki waktu untuk mengatakan apa pun sebab Calvert tiba-tiba sudah mengambil kendali situasi.
"Kami berdua benar-benar menikah dan saling membutuhkan satu sama lain," lanjut Calvert, seolah apa yang dia katakan sebelumnya belum cukup. Pria itu lantas sengaja melirik pada leher Keyna, mengundang Florencia dan Agatha juga melakukan hal demikian. Lantas betapa terkejut keduanya mendapati kiss mark yang tampak masih baru di sana. Sedangkan, Keyna tidak menyadari hal itu dan bersikap biasa saja.
"Kalian percaya padaku sekarang?" Calvert tersenyum lebar. Amat puas karena hasil karyanya ternyata bisa menjadi senjata paling ampuh.
Lekas setelah itu, Calvert mengecup rambut Keyna dan membawa wanita itu menjauh dari mempelai wanita dan Florencia. Keyna menurut begitu saja. Tidak tahu harus merespons apa karena jawaban Calvert berhasil membuatnya terkesima.
[]