Saling Menginginkan

1054 Kata
"Apa dulu aku sangat mencintaimu?" Keyna terdiam sesaat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Calvert. Untung saja, dia membelakangi lelaki tersebut sehingga Calvert tidak bisa melihat air mukanya, sehingga Keyna tidak perlu memasang ekspresi meyakinkan, hanya perlu melontarkan kebohongan lagi dari bibirnya. Ah, meski waktu telah berlalu selama beberapa hari, dia masih belum terbiasa dengan kebohongan yang diciptakannya. Dia masih saja merasa bersalah. "Entahlah. Hanya kau yang tahu bagaimana perasaanmu, Cal," pungkas Keyna. Wanita itu melirik pada tangan Calvert yang melingkar mesra di perutnya. Dia tahu, bukan hanya dirinya yang belum terbiasa dengan sentuhan fisik mereka, tetapi Calvert juga. Namun lelaki itu seolah berusaha memaksakan dirinya untuk bersikap selayaknya pasangan yang baik. Pria itu berusaha amat keras. "Aku hanya tahu, kau selalu memperlakukan aku dengan hormat. Kau memperlakukanku dengan lembut dan manis. Jika itu cukup untuk mengartikan kau sungguh mencintaiku, maka jawabannya mungkin 'Ya'." Calvert menyunggingkan sedikit senyum seraya mengecup rambut Keyna. "Sekali lagi maaf karena aku tidak bisa mengingat apa pun tentangmu, Key." Calvert terdengar sungguh-sungguh. "Tapi aku berjanji akan memperlakukanmu dengan lebih baik. Aku akan berusaha amat keras untuk bisa mengingat semuanya lagi." Keyna menggeleng pelan. Disentuhnya tangan besar Calvert di perutnya. "Jangan terlalu memaksakan diri. Biarkan saja semuanya mengalir apa adanya. Aku baik-baik saja." "Terima kasih telah mengertikanku, Key. Aku sungguh menyesal kita seperti ini." Sepasang bola mata Keyna mengkristal. Semakin Calvert meminta maaf, semakin besar pula rasa bersalahnya. Pria malang itu dengan lugunya terus meminta maaf, padahal Keyna jahat telah memanfaatkannya. Mungkin, suatu saat, dia akan membayar semua ini. "Bagaimana kalau besok kita pergi ke tempat pertama kali kita berkencan?" Calvert bangun sedikit dari posisi rebahan. Menahan tubuhnya dengan sikut yang ditumpu. Menatap Keyna yang berbaring menyamping di sisinya. Keyna terhenyak. Bukan karena ajakan tiba-tiba Calvert, tetapi karena wajah lelaki itu berada tepat di depan wajahnya. Bukan hanya itu, kancing teratas kemejanya yang terbuka membuat leher dan sedikit pundak lelaki itu terekspos. Dan itu ... membuat jantung Keyna memberontak liar di dalam sana. Sial! Aku bukan wanita dengan pikiran kotor seperti itu, bukan? Keyna mempertanyakan dirinya sendiri dalam benak. “Keyna? Kau mendengarku?” Keyna mengerjap setelah beberapa saat kemudian setelah Calvert memegang bahunya. Sialnya, gerakan tersebut malah membuat Keyna kelabakan. Sentuhan lelaki itu, entah sejak kapan mulai menggoyahkan imannya. “Ah, y-ya, aku mendengarmu,” balas wanita tersebut. Beringsut menjauh dari sisi Calvert sebelum akal sehatnya benar-benar hilang. “Baiklah. Besok, kita bisa pergi.” Sementara, Calvert yang melihat perubahan sikap Keyna hanya bisa memicing menatap wanita tersebut. Menyadari bahwa Keyna merasa agak tidak nyaman di dekatnya. Mungkinkah dia melakukan sesuatu yang salah? “Kau baik-baik saja, bukan, Key?” Calvert memastikan. Keyna yang tengah berpura-pura mengambil minum mengangguk cepat. “Tentu, aku baik-baik saja,” tandasnya seraya menenggak seteguk air di gelas. “Aku hanya merasa haus.” “Wajahmu memerah. Kau tidak sedang memikirkan hal yang aneh-aneh, kan?” Uhuk! Keyna tersedak air minum di mulutnya. Membuat Calvert lekas turun dari ranjang, menghampiri Keyna dan membantu menepuk-nepuk pelan pundaknya. “Astaga! Aku hanya bercanda. Maafkan aku,” Calvert menggumam di sela-sela membantu Keyna. Keyna seketika menatapnya dengan kesal. “Itu sama sekali tidak lucu!” “Maaf.” Calvert menyengir kecil. “Aku pikir, bukan aku saja yang memikirkan hal-hal di kepalaku.” Keyna menggigit bibir dalamnya. Calvert memang tidak salah. Hanya saja dia terlalu gengsi untuk mengakui hal itu. Selain itu, hal tersebut juga cukup memalukan untuknya. Namun, bagaimana bisa Calvert mengatakan hal tersebut dengan begitu entengnya seolah bukan apa-apa? Calvert tersenyum seraya menyentuh wajah Keyna, membuat wanita tersebut mau tidak mau menatap ke arahnya, mau tidak mau juga akhirnya tersenyum tatkala tatapan mata mereka bertemu. Keyna tidak tahu mengapa tiba-tiba dia membalas senyuman pria itu. Semua terjadi begitu saja. Seolah, sesuatu menggerakkan dirinya. Calvert menarik tubuh Keyna dan mendekapnya dalam kehangatan yang nyata. Seketika, Keyna melupakan bagaimana mereka bisa bersama saat ini. Melupakan fakta bahwa dia sedang bersandiwara. Dia hanya merasa bahwa pelukan Calvert tulus dan dia juga menerimanya dengan senang hati. “Aku tidak tahu bagaimana dulu perasaanku, apa yang pernah kita lalui, aku masih berusaha mengingatnya, dan jujur saja, aku belum mendapatkan sedikit pun ingatan tentangmu. Maaf,” aku Calvert seraya mengeratkan pelukan. “Tapi saat ini, aku merasa aman dan nyaman berada di dekatmu. Aku yakin, dulu pun demikian. Mungkin lebih dari ini.” Keyna tidak memberikan jawab. Namun dalam hati, dia mengamini ucapan Calvert. Awalnya Keyna berpikir bahwa perasaan nyaman yang dia rasakan di dekat Calvert hanyalah perasaan yang hanya singgah sesaat. Dia berpikir, di saat-saat tertentu mungkin dia merasa kelelahan dan membutuhkan teman bicara, teman untuk berbagi, teman untuk bersandar. Namun seiring waktu berlalu, Keyna merasa sangsi akan hal itu. "Cal," panggil Keyna. "Bukankah seharusnya kita tidur?" Calvert melerai pelukan. Ditatapnya jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam lebih dua puluh lima menit. "Malam belum selarut itu, Key," katanya. Mengikuti arah pandang Calvert barusan, Keyna tiba-tiba meneguk ludah. Ya, lelaki itu benar. Waktu belum selarut itu, sehingga alibinya untuk tidur tidak begitu masuk akal. Dia memang pencari alasan yang payah. "Ya. Tapi aku pikir, mungkin kau kelelahan. Jadi ada baiknya kita istirahat lebih awal," pungkas Keyna. Mundur dari hadapan Calvert dan beringsut masuk ke dalam selimut. Sedangkan Calvert menatapnya dengan curiga. Lalu sebuah binar hadir di antara sepasang matanya. Lelaki itu menyusul Keyna naik ke atas ranjang. "Aku ingin menonton film. Kau ingin menemaniku? Aku pikir kau juga tidak akan mengantuk dalam beberapa waktu ke depan." Ucapan Calvert tersebut tidak bisa Keyna sanggah. Bahkan jika dia berpura-pura tidur sekarang pun, pada akhirnya akan sia-sia. Wanita itu akhirnya keluar dari selimut yang menutupi seluruh tubuh hingga kepalanya barusan. Lantas mengambil posisi setengah duduk, agar bisa menatap layar televisi dengan leluasa. Calvert dengan gerakan lembut namun cekatan lekas merentangkan tangan. Memberikan akses agar Keyna bisa berbaring di atas lengannya yang kekar dan nyaman untuk dijadikan bantalan. Diam-diam, senyum wanita itu terbit. Malu-malu. Film mulai diputar. Namun sejak menit awal pun tidak ada yang benar-benar menikmati filmnya. Keduanya lebih asyik bergelut dengan pikiran masing-masing. Asyik bergelut dengan hasrat yang membuat tubuh keduanya panas. Asyik dengan debar jantung yang membuat keduanya amat resah. Tepat ketika keduanya secara tidak sengaja saling menatap, bibir mereka entah bagaimana akhirnya bertemu. Logika Calvert mau pun Keyna seketika tenggelam. Keduanya hanya tahu, bahwa malam ini, mereka tidak akan tidur cepat. Keduanya hanya tahu, mereka saling menginginkan satu sama lain. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN