Bab 9: Pembicaraan rahasia

1048 Kata
Kevin menatap ayahnya dalam diam, keduanya membisu setelah Kevin menceritakan semua nya secara lengkap. Hari ini mereka sengaja bertemu di kantor, sebab jika di rumah kemungkinan besar untuk Adi mendengar nya semakin besar. Terlebih ibu nya yang memiliki mulut ember pecah, bisa-bisa bocor sampai ke tetangga. "Gimana, Yah?" Tanya Kevin pelan. Rendy sendiri hanya bisa menggeleng tidak tahu. Ia juga bingung, sama dengan anaknya. Sebab masih ada rasa kurang percaya dalam hatinya atas apa yang dialami oleh keponakannya. Tapi jika melihat bekas-bekas luka yang ada di tubuh Adi, mau tidak mau Rendy harus percaya dan meyakinkan diri jika memang itu semua benar. "Apa mungkin Adi bisa berantem, menjadi geng motor atau bahkan memiliki musuh di luar sana yang kita tidak tahu sama sekali." "Yah, Adi bukan Kevin. Ayah tau sendiri gimana Adi orang nya. Jangankan buat berantem atau ikut geng motor, buat lari dikejar anjing aja dia gak bisa." Bantah kevin yang masih mengingat momen di saat mereka sedang pergi keluar ke depan gang membeli cemilan. Begitu ingin pulang, sialnya mereka memilih jalan potongan yang mengakibat mereka bertemu dengan anjing liar yang kelaparan. Bukannya lari Adi malah berjongkok sambil melempari anjing itu dengan batu. Konyol memang, tapi itulah Adi dan keunikan nya yang kadang sangat menyebalkan. Rendy mengangguk mendengarkan ucapan sang putra. Karena secara logika juga Adi adalah anak penurut dan tentunya tidak memiliki musuh, lantas siapa yang mau menyerangnya? "Yah, gimana?" Tanya Kevin yang tidak mendapatkan respon dari ayahnya.. "Ayah masih bingung. Tapi menurut ayah kalau memang benar itu yang terjadi, bisa aja itu sebuah petunjuk yang memang diperuntukan untuk Adi memecahkan masalahnya." Rendy tampak menghela napas pelan meluapkan emosi jiwanya yang tiba-tiba muncul. "Kecelakaan itu pasti buat Adi trauma karena dia ada di dalamnya. Bersyukur saat itu ia selamat, meski terdapat beberapa luka baret. Melihat dia tumbuh dengan sehatnya hari ini, ayah merasa sangat bersyukur keponakan ayah itu begitu kuat untuk menghadapi kehidupan dengan sendiri. Mungkin kalau jadi Adi ayah tidak akan sanggup." Kevin mengangguk, kalaupun dirinya yang menjadi Adi, sudah tentu tidak akan sanggup atau bahkan tidak mungkin sanggup. Hidup tanpa di dampingi orang tua, tidak ada tempat untuk mengadu, atau bahkan tidak ada rumah tempat nya berpulang. Seketika rasa bersalah masuk ke dalam hatinya, ia pernah merasa iri dengan Adi yang menerima limpahan kasih sayang dari orang tua nya begitu banyak, bahkan apa pun keiinginan Adi akan selalu dituruti. Sedangkan dirinya? Ayahnya akan memilah dan memilih mana yang memang perlu untuknya. "Yah, Kevin mau tinggal seterusnya sama Adi, boleh?" Tanya nya meminta ijin kepada sang ayah. "Kan udah tinggal di sana beberapa hari ini?" Kevin mengangguk. Ia memang sudah tinggal bersama dengan Adi. Jadi ini hanya formalitas aja sih. "Selidiki dulu apa sebenarnya yang terjadi, kalau memang sudah tahu, baru susun rencana jika memang itu mengacu pada kejadian atau peristiwa yang berkaitan dengan kecelakaan itu." "Oke yah, btw ada yang ingin Adi tanyakan." "Apa?" Adi tampak ragu mengucapkan nya, tapi kalau tidak diucapkan yang ada dirinya penasaran. "Kenapa ayah memutuskan pindah ke Malaysia dan bangun usaha sendiri, padahal di Indonesia ayah udah memiliki perusahaan keluarga yang siap menjadikan ayah pemimpin." Rendy tampak terdiam, sepertinya ia tidak menyangka jika sang putra akan bertanya demikian. Sebab Samali detik ini pun tak ada yang bertanya masalah kepindahannya sejak kecelakaan itu terjadi. "Kamu mau tahu?" Tanya Rendy setelah menimbang baik buruknya jika ia menyampaikan hal ini kepada sang putra. Kevin sendiri hanya mengangguk, ia juga penasaran alasan ayahnya pindah ke negeri Jiran tepat dua bulan setelah kecelakaan, bahkan ia sekolah dasar, sekolah menengah pertama pun di malaysia, hingga ketika masuk sekolah menengah atas barulah ia memutuskan untuk pindah ke Indonesia dan menempati rumah yang dulunya ia pakai bersama kedua orang tua nya. "Ayah pindah karena ayah rasa harta itu bukan hak ayah, keluarga pamungkas itu penuh dengan kelicikan dan ambisi, dan ayah gak mau tergabung di dalam ambisi mereka. Lebih baik ayah bangun usaha sendiri sehingga ketika nanti kamu dewasa, harta ayah tak perlu di ganggu gugat oleh pihak mana pun. Toh meskipun ini usaha yang kecil, paling tidak ini punya kita sendiri, bukan hasil merampas hak orang lain." "Hak orang lain? Orang lain siapa, Yah?" "Nanti kamu akan tahu, Adi. Semua akan kebongkar pada masa nya. Sekarang tugas kamu belajar, dan bantu dan temani Adi." Kevin mengangguk, lagian sekarang ia tengah membantu sepupunya itu untuk mencari bukti-bukti yang menguatkan praduga nya, meskipun Adi kekeh tidak mempercayai hal itu. "Kevin pulang dulu, Yah. Nanti Adi nyariin." "Yaudah, mungkin ayah pulangnya agak sore, kalian makan siang duluan." Kevin kembali mengangguk. Lalu pergi meninggalkan gedung perusahaan ayahnya dengan pikiran semrawut. Ayahnya mengatakan jika di dalam keluarga itu penuh dengan ambisi, tapi ambisi untuk apa? "Assalamualaikum..." Adi sampai di rumahnya tepat di saat jam makan siang, ia membuka pintu utama dan melihat keadaan rumah sangat sepi. Menuju dapur mencari ibunya tenyata tetap sama, sang ibu tidak ada di sana. Sekarang hanya ada satu tujuannya yaitu taman belakang yang memang menjadi favorit ibunya untuk duduk di sana sembari memandangi bunga-bunga yang menjadi perliharaan kesayangan sang ibu. Tapi ternyata dugaannya salah, di sana juga tidak ada ibunya. Merasa lelah mencari, kevin memutuskan menuju kamar nya yang berada tepat di sebelah kamar Adi. Namun belum sampai membuka pintu kamar nya. Kevin mendengar suara percakapan yang ada di dalam kamar Adi. Keduanya tampak asyik bercengkrama layaknya anak dengan ibu yang sedang membuka sesi curhat-curhatan. "Ayah kamu dulu bandel banget itu sekolah, kerjaannya jahilin ibu kamu terus. Kalau pulang sekolah pasti nunggu di depan gerbang. Dulu kan orang naik sepeda ontel, nanti boncengan terus Tante sama oom di belakang nya. Pernah waktu itu ayah kamu asik balap terus bawa sepedanya gak tau di depan sana ada turunan, alhasil karena sangat kencang jadi gak bisa di kendalikan. Dan boom! Keduanya nyungsep di pembuangan seberang jalan." "Hahaha... Jadi gimana Tan? Pasti bunda marah? " Ibu Kevin mengangguk dengan tawanya yang sangat renyah terdengar. "Bunda kamu kan galak-galak gemesin. Jadi bannya serem malah marah nya menggemaskan." kevij dapat melihat raut wajah Adi yang sangat menikmati obrolan mereka. seolah Adi menemukan sosok bunda dalam diri ibu nya. Kevin tersenyum lirih, paling tidak ibunya bisa mengurangi rasa rindu sepupunya atas kehadiran sosok bunda. Meskipun Kevin tahu jika rasanya pasti tidak sama. Ia tidak ingin mengganggu kehangatan itu, sehingga memutuskan untuk masuk ke dalam kamar dan memutuskan untuk bertemu dengan alam mimpi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN