Mempersiapkan makan malam seperti biasanya, senyuman Amira mengembang ketika melihat mobil memasuki pekarangan rumah.
Merapikan pakaiannya, sebelum melangkah mendekati pintu dan membantu sang suami membawakan tas dan juga jasnya yang sudah dilepaskan.
"Tumben sore banget, Mas," ucap Amira sambil mencium tangan suaminya.
"Tadi di kantor ada banyak kerjaan, bukunya juga telat datang. Tadinya mau dikirim pakai go-jek, tapi bukunya nyampenya juga barusan."
"Nggak papa deh, lagian tadi aku banyak nyusun makanan sama bersih-bersih." Amira mengantarkan sang suami ke dalam kamar. Menggantungkan Dan meletakkan tas milik Dharma di tempatnya.
"Mas mau mandi dulu atau mau makan dulu?"
Bukannya menjawab, Dharma malah mendekati Amira kemudian memeluknya dari belakang. Membuat perempuan itu terkejut, apalagi ketika wajah suaminya bergesekan dengan berpotongan leher miliknya.
"Mas....," ucapan merah menahan beban tubuhnya dengan bertumpu pada rak pakaian di depannya. Sementara dengan suaminya mulai meraba-raba, satu bagian atas dan satunya lagi bagian bawah.
Amira menggigit Bibir bawahnya, saat lidah Dharma menjilati lehernya, dan memberikan hisapan di sana.
"Eunghhhh....."
Amira tanpa sengaja mengeluarkan desahan ketika tangan suaminya meremas d**a dan merangkup bagian bawah miliknya dengan satu tangan.
"Mas..." Amira frustrasi, perasaan yang aneh. Ditambah dirinya sedikit takut.
Sementara itu Dharma kehilangan akalnya ketika menghirup aroma Amira yang memabukkan, dia menghisap semakin kuat, begitu pula dengan gerakan tangannya di d**a yang sang istri. Remas remas dengan lembut, dan mampu membuat Amira melenguh tertahan.
Tidak kuat menahan nafsunya sendiri, Dharma membalikan tubuh Amira, kemudian mendudukkannya di atas nakas supaya wajah mereka bisa sejajar.
"Mas---hmmppphhh!"
Bibirnya langsung dilumat oleh Dharma, menggigit kecil benda kenyal itu sehingga Amira membuka mulutnya. Membiarkan lidah Dharma masuk dan bermain-main di dalam mulutnya.
Tumbuh Amira terasa panas, ketika dia tidak menyadari kalau pakaian bagian atasnya sudah melorot. Dan tangan kekar itu menyentuh dadanya yang masih di tutupi oleh bra.
Kaget karena tangan Dharma masuk ke dalam bra yang belum terlepas, Amira menggigit bibir suaminya hingga ciuman itu terlepas.
"Dek." Dharma melayangkan protes.
"Maaf."
"Pelan pelan aja, Sayang."
Ditatapnya wajah sendu Amira yang terlihat sedikit ketakutan dan juga dipenuhi gairah.
Dharma sengaja merapatkan tubuh keduanya, hingga d**a mereka bersentuhan. Dengan kaki Amira yang melingkar di pinggangnya.
"Kamu mau kan?" tanya Dharma membujuk, dengan bibirnya yang kembali menciumi leher jenjang sang istri.
Amira memejamkan mata merasakan lidah itu kembali berseluncur di perpotongan lehernya.
"Dek..... Kamu mau kan? Mas janji bakal pelan-pelan."
Bagaimana Amira bisa mengolah ketika sang suami menggodanya dengan lihai. Jilatan yang naik ke atas hingga menyentuh pinggir bibir Amira, sengaja tidak menyentuh benda kenyal itu. Menggoda istri.
"Mas..." Amira meremas kemeja sang suami.
"Mau ya?"
Pada akhirnya Amira mengangguk, karena kali ini dia merasa perbedaannya cukup banyak. Dharma memperlakukannya dengan lembut.
"Di kamar mandi ya? temenin Mas mandi?" tanya Dharma tanpa menghentikan aktivitasnya yang menciumi pipi Amira.
Perempuan itu hanya mengangguk, kemudian membiarkan sang suami menggendongnya menuju kamar mandi.
***
Amira diturunkan tepat di bawah guyuran shower. Sepersekian detik suaminya membuka pakaiannya sendiri sampai bertelanjang d**a, kemudian kembali mencium Amira.
Perbedaan tinggi badan mereka membuat Amira harus berjinjit, dan Dharma yang menunduk.
Tangan pria itu bergerilya membuka atasan sang istri kemudian turun pada rok hingga menyisakan celana dalam saja. Tubuh Amira bergetar merasakan sentuhan ujung jari milik suaminya.
"Hmmmpphh....."
Amira tidak diberikan kesempatan untuk mendesah, bibirnya terus dibungkam, dilumat dengan sedikit kasar hingga ujung bibirnya berdarah.
Kemudian ciuman itu turun pada leher memberi kiss mark di sana.
"Mas...." Amira merasa pening tatkala tangan itu memegang buah dadanya dengan begitu pas Gedangan sang suami, jemarinya memainkan Puncak d**a sang istri.
"Akhh....." Amira melampiaskan kenikmatan itu dengan Mas bahu suaminya.
Tubuhnya terhenyak, kaget ketika salah satu tangan Dharma masuk ke celana dalam Amira dan menyentuh sesuatu di dalam sana.
"Mas...," Amira sedikit panik.
"rileks, sayang," ucap Darma kembali membungkam bibir Amira supaya desahannya tertahan ketika tangan Dharma bermain-main diinti tubuh istrinya.
"Mas!" Amira melepaskan ciumannya dan mengadakan kepala ketika telunjuk milik suaminya masuk dan bergerak di dalam sana.
"Mas...," Amira kembali merengek.
"Gak papa sayang, nggak akan sakit kok. Mau sambil duduk?" banyak Darma menghentikan aktivitasnya sebentar.
Amira mengangguk.
"Kalau gitu ininya buka dulu ya." Darma berucap sambil menurunkan celana dalam Amira.
Wanita sungguh malu dia mencoba menutupi tubuhnya dengan telapak tangan.
"Jangan dihalangi, dek."
"Malu."
"Mas juga dibuka tuh."
Amira langsung memalingkan wajahnya ketika melihat kejantanan mirip Dharma yang mengacung tegak melawan gravitasi.
Pria itu kembali menggendong Amira, yang kini membuatnya merasakan batang itu menempel di pantatnya.
"Mas mau gimana ini?"
"Sambil duduk di sini, sambil mandi," ucap Dharma yang sudah duduk di dalam bethub. Memposisikan Amira untuk menduduki batangnya. "Adek duduk di sini coba."
Amira menatap kejantanan yang mengacung di dalam air, dia mencoba duduk dengan menghindari benda tersebut.
"Ininya didudukin, adek."
"Ih gimana," rengek Amira yang ngerasa tabu dengan hal seperti ini.
"Kayak gini nih." Dharma mencoba menahan hasrat yang sekuat tenaga, dia ingin sang istri juga melihat dan merasakan prosesnya, tanpa dirinya yang terus merasakan seorang diri.
Mengangkat p****t sang istri dengan melebarkan kakinya, kemudian mendudukannya tepat di atas benda miliknya yang mengacung tegak.
"Gak muat," ucap Amira dengan bibir bergetar melihat bagaimana kepala benda tersebut mencoba masuk. Rasanya aneh.
"Muat, kan dulu juga pernah."
Ketika Dharma perlahan-lahan menurunkan istri nya, Amira memejamkan mata merasakan benda itu mulai menyatu dengan tubuhnya.
"Mas udah deh, gak masuk semua."
"Masuk, adek," ucap Dharma sambil melepaskan tangannya yang menahan p****t Amira sebelumnya.
"Aakkkhhhh!" Amira berteriak ketika seluruh benda itu dilahap oleh miliknya, rasanya begitu penuh.
Berbeda dengan Dharma yang begitu menikmati miliknya yang terasa diremas. "Tau gini Mas nikahin kamu malam itu juga."
Mengabaikan ucapan Dharma, tubuh Amira masih mencoba beradaptasi. "Mas kayaknya air nya masuk."
"Nggak papa tambah enak," ucapnya sambil mengangkat p****t Amira kemudian kembali menjatuhkannya seketika.
"Mas.... eungghhhhh...."
"Enak 'kan?"
Amira yang terhentak hentak itu memejamkan mata, membiarkan suaminya bermain di lehernya.
"Dek, enak gak?"
"Hhhhh….." Amira memejamkan mata dan memeluk bahu Dharma semakin kuat.
"Jawab dong, Adek. Enak gak ditusuk kayak gini?"
"Mas…."
"Jawab, sayang…."
"E…. Enak, Mas."
Membuat pria itu mengangkat tinggi p****t istrinya, kemudian melepaskan tangannya.
"Mas!"
"Punya adek masih sempit aja."
Sepertinya malam ini Dharma akan makan terlambat, dia suka melihat bagaimana kepolosan Amira dinodai olehnya.
Karena, daripada dirinya terus memikirkan ucapan orang lain. Bukankah lebih baik menikmati istri di rumah? Apalagi masih muda.