"Makasih ya, Mbak."
Suara Ferdy akhirnya terdengar. Maura pun merasa lega karena tanpa sang suami menjawab, ia tahu bahwa suara wanita itu adalah kasir mini market.
"Maaf ya, Sayang. Ini aku lagi bayar dulu. Maafin aku, ya. Seharusnya aku tadi nggak ngomong kayak gitu ke kamu. Maaf, aku benar-benar salah karena nggak langsung izin. Tolong jangan nangis ya, Sayang! Pokoknya begitu selesai laporan, aku langsung pulang," ucap Ferdy coba menenangkan istrinya agar berhenti menangis.
Mendengar permintaan maaf dari suaminya membuat tangisan Maura perlahan mereda, hatinya merasa lega karena akhirnya Ferdy mau menuruti keinginannya.
"Makasih ya karena kamu sudah mau menuruti keinginanku, Mas. Aku akan menunggumu pulang. Hati-hati di jalan ya, Mas," ucap Maura yang seperti menemukan semangatnya kembali untuk menunggu kepulangan suaminya.
"Nggak, Sayang, kamu nggak perlu bilang makasih karena memang sudah seharusnya aku pulang dan kasih semua waktu aku buat kamu. Sekarang kamu udah nggak nangis lagi, kan?" tanya Ferdy yang coba memastikan karena ia benar-benar tidak ingin membuat pikiran Maura terbebani karena masalah sepele ini.
"Aku sudah nggak nangis lagi kok, Mas, malah sebaliknya. Aku bahagia banget karena kamu akhirnya lebih pilih pulang ke rumah. Maafin aku juga ya, Mas, tadi aku sempat marah-marah dan nggak bisa kontrol emosi."
"Kamu nggak perlu minta maaf, kamu nggak salah kok. Justru aku yang salah, semua masalah ini berawal gara-gara aku yang lupa kasih kamu kabar. Sekarang aku sudah lega karena kamunya sudah tenang dan nggak nangis lagi, kalau gitu aku tutup dulu teleponnya, tunggu aku di rumah ya, Sayang!" pamit Ferdy dengan suaranya yang kini terdengar halus dan penuh kelembutan.
"Iya, Mas. Ingat ya nanti kalau pulang hati-hati di jalan, nggak usah ngebut-ngebut!" jawab Maura yang tidak lupa memperingati suaminya sebelum mengakhiri panggilan mereka.
Setelah panggilan dengan suaminya berakhir, Maura pun meletakkan ponselnya di atas nakas dan kembali berbaring di atas ranjang. Walau kedua matanya terasa berat karena mengantuk, namun wanita itu coba bertahan agar tetap terjaga sampai suaminya pulang.
Maura tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menghabiskan waktu berdua dengan sang suami lebih lama karena selama delapan bulan terakhir ini Ferdy sangat sibuk dengan pekerjaannya dan jarang punya banyak waktu untuknya.
Agar tidak ketiduran Maura memilih untuk menonton drama Korea yang belum pernah ditonton sebelumnya, drama yang diperankan oleh Lee Jong Suk dan Park Shin Hye berjudul Pinocchio. Baru saja ia menyalakan televisi, tiba-tiba ponselnya kembali berdering tanda ada pesan masuk. Ia pun segera meraih ponselnya untuk membaca pesan yang ternyata dikirim oleh salah satu sahabatnya.
Winda: Maura, kok lo jarang ikut sama Ferdy ke lokasi shooting sih? Kabar lo baik-baik aja kan?"
Winda adalah teman seperjuangan Maura saat merintis karir di dunia hiburan 7 tahun silam.
Maura pun langsung membalas pesan tersebut sembari mengulas senyuman tipis di kedua sudut bibirnya. Sebenarnya ia sangat rindu dengan suasana lokasi shooting, bahkan wanita hamil itu sering minta dibawakan MTM (makan tengah malam) pada Ferdy. Namun, sejak dirinya hamil, Maura dilarang untuk ikut atau datang ke lokasi shooting oleh sang suami dengan alasan agar Maura tidak kelelahan demi menjaga kandungannya.
Maura: Kabar gue baik, Win. Iya nih, sudah delapan bulan gue di rumah terus soalnya Mas Ferdy larang gue ikut ke lokasi shooting. Maklumlah lagi hamil anak pertama. Jadi, benar-benar harus bedrest karena dia khawatir gue kecapekan. Gimana kabar lo? Lagi sibuk shooting apa sekarang? Kangen deh gue sama lo!
Tak lama kemudian Winda kembali mengirim pesan.
Winda: Gue shooting sama suami lo, Ra. Hmm, pantesan lo sudah lama banget nggak main ke lokasi shooting. Kapan-kapan ikut dong sama Ferdy biar kita bisa ketemuan.
Maura: Kalau diizinin gue akan ikut Mas Ferdy shooting deh. Doain ya biar dia ngizinin gue.
Winda: Tapi gue nggak yakin dia kasih lo izin buat ikut deh, Ra.
Maura: Loh, kenapa lo bisa mikir begitu?"
Maura penasaran hingga langsung membalas dengan cepat.
Winda: Karena gue ngerasa dia ada sesuatu sama figurannya. Coba aja lo tes izin ikut dia besok ke lokasi, kalau dia nggak kasih izin berarti benar pikiran gue selama ini.
Sontak saja pesan Winda kali ini membuat Maura tertegun selama beberapa saat. Ya, perasaan Maura mulai tidak tenang saat membaca pesan tersebut. Ia pun segera mengetik balasan untuk Winda dengan perasaan tidak percaya.
Maura: Nggak mungkinlah Mas Ferdy ada sesuatu sama anak figurannya, Win. Tapi, kenapa bisa lo berpikir ada sesuatu antara suami gue sama figurannya?"
Tak lama kemudian, Winda pun mengirim sebuah foto yang menunjukkan Ferdy tengah duduk berdua dengan seorang wanita cantik di taman lokasi shooting, di foto itu keduanya terlihat begitu dekat dan mereka sedang tertawa seperti tengah membicarakan sesuatu. Foto yang Winda ambil diam-diam dari kejauhan saat ia tidak sengaja melihat kedekatan Ferdy dengan figurannya dan kebetulan mereka sedang shooting satu judul.
Seketika Maura merasa darahnya berdesir hebat melihat kedekatan suaminya dengan wanita lain.
"Ya ampun, apa ini? Apa benar kamu ada hubungan sama perempuan ini Mas?" gumam Maura sembari meremas ponselnya, kedua matanya bergetar menahan air mata yang tiba-tiba saja menggenangi kedua pelupuk matanya dengan begitu cepat.
Sambil menahan rasa sakit, Maura kembali membaca pesan berisi cerita dari temannya soal wanita yang ada di foto.
Tak hanya dapat melihat wajah wanita itu, dari Winda, Maura juga tahu namanya.
"Nanda Anastasya, apa dia benar-benar ada hubungan dengan Mas Ferdy? Ya Allah, kenapa tiba-tiba perasaanku jadi nggak enak, ya?" Maura merasa begitu resah. Wanita itu masih coba menampik, meski apa yang dilihat pada foto yang dikirim Winda rasanya sulit untuk bisa menyengkalnya. Foto di mana Ferdy duduk begitu dekat dan kelihatan sangat bahagia bersama Nanda.