Puber kedua

1030 Kata
Zara lalu melepaskan pelukannya pada Samantha. "Mantha, aku pergi dulu ya ke alamat ini. Terima kasih banyak," kata Zara. "Aku antar, Zara. Kerjaan aku udah selesai kok. Aku bawa mobil loh hari ini," kata Samantha. Zara mengangguk sebagai jawaban setuju karena ia juga sedang hemat. Bolak-balik memakai transportasi umum lumayan juga uang yang harus dikeluarkan olehnya. Mereka berjalan menuju parkiran yang banyak berderet mobil-mobil mewah membuat Zara melirik Samantha. "Samantha gajinya berapa ya? Kok bisa dia membeli mobil yang bagus seperti ini?" gumam Zara. "Silahkan masuk, Zara," kata Samantha. "Iya, makasih," balas Zara. Zara masuk ke dalam mobil duluan disusul Samantha yang ikut masuk juga. Setelah masuk ke dalam mobil dan memakai seatbeltnya, Samantha melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Selama di perjalanan, Samantha menyalakan musik supaya mencairkan suasana. "Hmm, Zara, sekarang kamu kerja di mana?" tanya Samantha. Zara menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menyengir. "Kerja serabutan. Mau kerja jadi caddy sepertimu malah aku diusir sama istri pemilik lapangan golf itu," kata Zara. Samantha menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Zara yang terlihat konyol saat ini. "Iya, padahal kalau kamu jadi caddy bisa dapat uang lumayan ya. Lagian juga kamu enggak jelek-jelek amat kok," balas Samantha dengan senyum manisnya. "Iya ya. Kamu ada kerjaan enggak untuk aku? Aku bingung nih mau kerja di mana," kata Zara. "Nanti aku kabarin deh," kata Samantha. Zara tersenyum ke arah Samantha. Ia sangat senang mempunyai seseorang yang begitu peduli padanya. Beberapa menit telah berlalu, Zara melihat keluar dari jendela mobil begitu masuk ke dalam gerbang perumahan. Ia menatap rumah-rumah yang begitu mewah sepanjang jalan. Zara berdecak kagum melihat keindahan di hadapannya saat ini. "Rumahnya pada bagus ya," kata Zara. "Iyalah, Zara. Ini mah perumahan elit yang kita kunjungi. Nanti rumah yang akan kita kunjungi pasti membuat kamu hampir pingsan," balas Samatha terkekeh geli. Mobil berhenti membuat Zara mengernyitkan dahinya. "Kita berhenti Mantha? Kita sudah sampai emang?" tanya Zara menatap wajah Samantha dengan ekspresi bingungnya. "Kamu lihat gerbang itu," kata Samantha sambil menunjuk pintu gerbang yang sangat besar di hadapan mereka. Zara melihat gerbang berwarna gold itu mulai terbuka otomatis. Beberapa pengawal mulai datang dan memeriksa mobil Samantha. "Selamat siang, Nona Samantha," kata salah satu pengawal. "Iya, selamat siang juga. Bapak ada di rumah?" tanya Samantha. "Iya ada, Nona," jawab salah satu pengawal. Samantha menutup jendela. Pemeriksaan telah usai dan mobilnya mulai masuk ke halaman mansion Yudha Alfarez. Samantha memarkirkan mobilnya, dan di balkon Mansion berdiri Yudha Alfarez menatap ke arah mobil yang baru datang. Yudha tersenyum sambil menyesap wine di tangannya, gadis yang dia harapkan akhirnya datang. Samantha turun dari mobil lalu ia melirik Zara yang belum turun. Tok tok Zara yang terkejut langsung membuka pintu mobil Samantha. "Kamu enggak mau turun?" tanya Samantha. "Hehehe. Apa kita tidak salah rumah, Mantha?" tanya Zara. "Zara, kamu jadi enggak minta pertolongan? Kalau jadi, turun," kata Samantha yang mulai kesal. "Iya iya. Maaf, Mantha," kata Zara lalu turun dari mobil. Zara mengikuti langkah Samantha dari belakang. Beberapa pengawal berjaga di pintu depan. Zara berjalan sambil menundukkan kepalanya karena takut melihat orang-orang berbadan besar dengan wajah mengerikan di hadapannya. Pengawal di mansion Yudha membuka pintu mansion. Saat pintu mansion sudah terbuka, terlihat para pelayan yang menyambut mereka. Samantha menarik Zara untuk berdiri di sampingnya. "Zara, angkat kepalamu. Kamu mau enggak dipinjemin uang?" bisik Samantha. Zara langsung mengangkat kepalanya menatap sekeliling mansion itu yang terlihat benar-benar mewah. Ruang tamunya saja berhadapan dengan kolam berenang membuat suasana sangat rileks. Samantha dan Zara dipersilahkan untuk duduk. "Silahkan, Nona cantik," kata salah satu pelayan yang terlihat sudah berumur. "Iya, Bi," balas Samantha. "Mau minum apa, Nona?" tanya pelayan itu. "Minum teh aja deh, kamu mau kan, Zara?" tanya Samantha. "Jangan, repot Mantha. Aku enggak haus kok," jawab Zara. "Udah, Bi, enggak usah didengerin, buatin aja," kata Samantha. Pelayan itu mengangguk lalu pergi. "Mantha, apa benar pemilik mansion ini sangat baik?" tanya Zara. "Iya, Zara. Kamu enggak percayaan amat sih sama aku," kata Samantha sambil menggembungkan pipinya. "Enggak, bukannya gitu. Maaf," kata Zara tidak enak. "Iya, tidak apa-apa," balas Samantha. Tap tap Suara langkah sepatu sudah terdengar. "Halloo, Bapak Yudha. Apa kabar?" tanya Samantha dengan hebohnya dan langsung menghampiri Yudha. Yudha memasang wajah datarnya. "Sangat baik, Samantha. Ada apa kamu ke sini?" tanya Yudha. "Hmm, Bapak Yudha, bisa minta tolong bantu temanku? Dirinya sedang dalam kesulitan," kata Samantha dengan nada genitnya. Zara yang melihat interaksi antara tuan bernama Yudha dengan Samantha membuat dirinya agak terkejut. "Apa Mantha ada hubungan spesial dengan Tuan Yudha ini ya," gumam Zara. Yudha melirik Zara yang terlihat melamun. "Gadis itu manis," kata Yudha. "Bapak mau sama dia? Masih polos loh," kata Samantha berbisik di telinga Yudha. Yudha sangat tertarik dengan gadis di hadapannya. "Apa aku sedang dalam masa puber saat ini," gumam Yudha dalam hati. "Apa dia mau bersama dengan saya?" tanya Yudha. "Ya harusnya mau, Pak. Bapak kalau mau, saya bisa loh membujuknya buat jadi sugar babynya Bapak," bisik Samantha. "Oke, saya ingin berkenalan dengannya," kata Yudha sambil berjalan maju mendekati gadis di hadapannya saat ini. Zara yang melihat Tuan yang bernama Yudha itu berjalan ke arahnya berdiri dari duduknya menatap Yudha. "Tuan," sapa Zara. "Duduk saja, Baby," kata Yudha menyuruh Zara duduk lagi. Zara menatap Samantha dan Samantha mengkodekan Zara untuk ikut duduk juga. "Kalau boleh tahu namamu siapa?" tanya Yudha basa-basi, sebenarnya ia sudah tahu nama gadis di hadapannya ini. "Nama saya Zara, Tuan," kata Zara gugup. "Rileks saja, Baby. Oh iya, kamu ada keperluan apa menemui saya?" tanya Yudha. "Saya merasa tidak enak, Tuan. Saya belum mengenal Tuan tapi sudah berani meminta tolong," kata Zara sambil menggigit bibirnya. Yudha menatap Zara dengan tatapan memuja. "Jangan gigit bibirmu, baby. Saya jadi ingin ikut menggigitnya dan mengabsen bibir manis itu," gumam Yudha sambil tersenyum kecil. "Iya, Zara. Tidak apa-apa, to the point aja apa mau kamu," kata Yudha. "Saya ingin meminjam uang untuk pengobatan mama saya, Tuan," kata Zara sambil menundukkan kepalanya. Yudha mendekati Zara lalu ia mengangkat dagu Zara. "Zara, jangan menunduk ya. Saya paham dengan kondisimu saat ini tapi ini semua tidak mungkin saya kasih cuma-cuma kan?" kata Yudha. "Saya bisa melakukan apa pun, Tuan, yang terpenting saya tidak jauh dari mama saya," kata Zara. Yudha mendekatkan bibirnya pada telinga Zara dan berbisik. "Apa?!" teriak Zara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN