"Ra ... Ralf, a-apa y-yang k-kamu l-lakukan d-disini?" tanya Elin gugup. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Elin membuat Ralf menahan tawa, "pertanyaan yang lucu juga, ini kamarku, seharusnya aku yang bertanya. Sedang apa kamu di kamarku?" Ucap Ralf tenang.
"A-aku h-hanya p-penasaran ... a-apa y-yang kamu l-lakukan d-di kamar, c-cukup lama," jelas Elin semakin gugup dan takut. "Kamu tidak perlu gugup begitu, aku tahu cepat atau lambat kamu pasti akan tahu yang sebenarnya," ucap Ralf lalu menepuk kepala Elin pelan, dan berjalan menuju meja belajar yang terdapat botol obatnya.
"A-apa benar itu darah?" tanya Elin masih takut.
"Ya benar, ini adalah kapsul darah yang aku ciptakan, agar aku tidak perlu meminum darah manusia," jelas Ralf santai sambil mengambil botol kapsul lalu memasukkannya kedalam saku celananya.
"Katamu kamu tidak meminum darah?" tanya Elin sudah mulai kembali seperti semula. "Tentu saja aku minum, kalau aku tidak minum, bisa-bisa aku mati. Karena jika meminum darah, bisa menambah tenaga kami para vampire," jelas Ralf santai.
"Sudahlah, aku tidak ingin membicarakan itu lagi, aku mau pergi dulu. Tadi aku kembali karena ingin mengambil obat ini saja," ucap Ralf santai dan akan beranjak dari kamarnya meninggalkan Elin.
"Tu ... tunggu!" panggil Elin sambil menarik lengan Ralf. Merasa lengannya di tarik, Ralf menghentikan langkahnya lalu melirik kearah Elin yang menarik tangannya.
"Kenapa?" tanya Ralf dingin. "A-aku ikut denganmu, aku juga minta maaf mengenai masalah tadi siang," ucap Elin sedih lalu cairan bening mulai keluar dari sudut matanya. Ralf yang melihat itu merasa tidak tega lalu membalikkan badan dan menghapus air mata Elin menggunakan kedua ibu jarinya dengan lembut.
"Kau tidak perlu menangis, aku juga minta maaf karena tiba-tiba marah kepadamu, aku hanya takut saat kamu terluka," jelas Ralf lembut lalu memeluk Elin dengan erat seperti takut akan pergi. "Baiklah, ayo kita keluar bersama," lanjutnya melepaskan pelukan lalu menggandeng tangan Elin dengan lembut membuat muka Elin bersemu merah, namun tidak menolak dan mengikuti Ralf.
***
Di sebuah tempat yang sangat menakutkan yang hanya di terangi malam, terdapat sebuah kerajaan. Kerajaan yang sangat mega dan terlihat sangat makmur.
Di dalam istana terdapat Raja dan Ratu yang sedang duduk di singgasana mereka mendengarkan laporan yang di berikan oleh seorang pria berambut hitam dan memiliki sepasang sayap berwarna hitam.
"Jadi begitu, baguslah. Lalu kenapa dia tidak segera membawanya kembali?" tanya sang Raja heran.
"Sebenarnya, tuan muda ingin sekali segera membawa nona muda kembali. Namun, karena saat ini nona muda bereinkarnasi sebagai manusia yang sangat polos, membuat tuan muda belum tega jika merubah nona muda menjadi vampire murni," jelas pria itu yang tak lain adalah Raven.
"Baiklah, kita tunggu saja keputusan Ralf, kau boleh pergi," ucap sang Raja lalu Raven memberikan hormat sebentar sebelum akhirnya menghilang dari hadapan sang Raja dan Ratu Vampire.
***
Ralf dan Elin baru saja keluar dari restoran favorite mereka. Sekarang mereka sedang berjalan untuk pulang, menikmati indahnya sang rembulan dan bintang yang bersinar menghias gelapnya malam. "Bulannya sangat cantik," ucap Elin senang melihat sang rembulan yang berbentuk lingkaran sempurna sambil jalan di samping Ralf.
"Ben..." ucapan Ralf terhenti begitu ia melihat bulan yang berbentuk lingkaran sempurna sambil membulatkan mata sempurna. "Bulan purnama!" ucapnya terkejut.
"Kamu kenapa, Ralf?" tanya Elin bingung yang melihat berubahan air muka Ralf yang tiba-tiba membulatkan mata sempurna begitu melihat kearah sang rembulan. "Gawat." Seperti tidak mendengar pertanyaan Elin Ralf terus saja berkata 'Gawat' yang membuat Elin semakin bingung.
"Ralf ... Ralf ... Ralf!" Panggilan ketiga baru bisa menyadarkan Ralf sehingga membuat pria itu menatap Elin khawatir. "Ada apa?" tanya Elin bingung.
"Malam ini bulan purnama," jawab Ralf. "Memang benar, terus kenapa?" Elin semakin bingung mendengar kata-kata Ralf. Ralf tidak langsung menjawab, ia melirik ke kanan dan ke kiri dengan khawatir. Saat ini mereka berada di jalan sepi menuju apartemen, sudah tidak ada orang yang akan berlalu lalang. Membuat Ralf semakin khawatir. Ia bukannya khawatir pada dirinya. Ia menghawatirkan Elin.
"Para serigala itu akan muncul, sial," decak kesal Ralf atas kebodohannya. "Serigala? Apa maksudmu?" tanya Elin tidak mengerti.
"Manusia Serigala, musuh terbesar kaum Vampire, malam ini mereka akan berkeliaran mencari vampire, mereka hanya akan berburu vampire ketika bulan purnama," jelas Ralf. "Kita harus segera pergi," lanjutnya lalu menggendong Elin, membuat Elin bersemu merah. Namun memilih untuk tidak berkomentar.
"Mau kemana?" tanya sebuah suara dari arah belakang Ralf. Ralf membalikkan badannya ketika mengetahui siapa yang ada di belakangnya itu.
"Albert." Ya, yang ada di belakang Ralf adalah Albert sang pangeran serigala teman masa kecil Ralf. Karena suatu masalah sehingga Albert dan Ralf dalam keadaan seperti ini.
"Mau kemana kau Ralf?" tanya Albert tajam. "Apa kau mau melarikan diri lagi seperti dulu?" Lanjutnya.
"Albert, sekarang aku tidak ingin bertarung denganmu," ucap Ralf tajam.
"Kenapa? Apa kau merasa takut melukaiku yang dulunya adalah sahabatmu? Kau membuatku muak dengan sikapmu itu," ucap Albert membuat Elin yang mendengar itu menjadi gemetar ketakutan dalam gendongan Ralf.
Ralf melirik kearah Elin sebentar lalu menatap Albert tajam. "Aku sedang tidak ingin bertarung denganmu, Albert," ucap Ralf lagi.
"Ah dasar, kau sungguh membuatku muak. Mati kau!" teriak Albert lalu berlari akan menyerang Ralf yang masih menggedong Elin.
Trang.
Namun serangan itu di tangkis oleh seorang pria berambut hitam dengan jaket merah. "Maaf tuan Albert, saya tidak bisa membiarkan Anda melukai tuan muda," ucap pria itu tajam.
"George William," ucap Albert kesal. "Tuan muda, sebaiknya Anda bersembunyi, saya tidak ingin Anda menggunakan kekuatan Anda," ucap George sopan tanpa sadar Ralf menganggukkan kepala lalu berlari membawa Elin.
"Ralf! Mau kemana kau! Jangan lari kau!" teriak Albert kesal lalu akan berlari mengejar Ralf. Namun pergerakannya di halangi oleh George. "Aku tidak akan membiarkanmu lewat," ucapnya tajam. "Cih ... sialan kau," decak Albert kesal lalu berlari menyerang George.
Albert mengarahkan tinjunya ke wajah George, dengan cepat George meloncat lalu berguling ke belakang untuk menghindar. Mata George menjadi merah menyala, taring mulai tumbuh, kukunya mulai memanjang. George berlari dengan cepat tanpa terlihat menuju Albert. Namun seperti mengerti pergerakan George. Albert membalikkan badan dimana saat itu langsung muncul George sambil membulatkan matanya sempurna lalu Albert mengepalkan tangannya, dan langsung mengarahkannya keperut George, membuat George terpukul mundur lalu menabrak dinding bangunan hingga hancur.
"Ugh..."
***
"Ralf berhenti!" teriak Elin membuat Ralf terhenti lalu menghentikan langkahnya lalu menatap Elin yang ada dalam gendongannya. "Kita harus kembali," ucap Elin.
"Tidak, kita tidak akan kembali, jika kita kembali. Kita akan bertemu Albert. Albert adalah pangeran serigala. Dia sangat bahaya, terutama untukmu," jelas Ralf khawatir.
Elin menggerakkan tangannya lalu menyentu kedua pipi Ralf dengan lembut. "Kita harus kembali, di sana ada orang yang telah menyelamatkan kita. Jika Albert adalah pangeran serigala, maka dia dalam bahaya. Dia bisa saja mati," ucap Elin lembut.
"Huft ... baiklah, kita akan kembali, tapi kamu harus berjanji. Ketika kita sampai sana, kau harus bersembunyi, jangan sampai Albert mengetahui keberadaanmu," tutur Ralf dengan nada khawatir. "Baiklah, aku janji," ucap Elin lalu Ralf membalikkan badan dan berlari dengan cepat.