Evelyn berguling ke tengah ranjangnya. Matanya terpejam, tapi dia tidak benar-benar tertidur. Menunggu dengan gelisah rasa kantuk yang tak kunjung datang. Kepalanya dipenuhi bayang-bayang tentang ciuman itu. Dia bahkan masih bisa merasakan detak jantungnya yang menggila. Masih sangat segar rasanya di bibir Evelyn. Dia tidak bisa melupakan bagaimana tekstur lembut itu melumat bibirnya, seperti permen kapas. Evelyn menggeleng lagi untuk menghilangkan pemikiran itu dari kepalanya. Entah untuk kesekian berapa kali. Dengan gusar, ia bangkit dari ranjangnya dan berjalan pelan menuju kamar mandi. Menyalakan keran di wastafel, Evelyn menampung air dengan tangannya dan membasuh mukanya. Setelah itu, ia menatap pantulan wajahnya di cermin. Kantung mata di bawah matanya benar-benar tidak dihiraukann