13. Kabar Mengejutkan

1188 Kata
"Kalo nyokap bokap lu liat video ini gimana?" Ucap rima Uhuk Uhuk "Mampus, kenapa gue gak pikir kesitu?" Batin tia cemas. Bukan ia takut di marahi, bukan ia takut akan di buatkan kasus. Ia cemas, kalo video ini sampai ke orang tua nya, bisa bahaya ia bahkan tak bisa membayangkan jika keluarga ariel akan di buat gelandangan oleh orang tua nya. Oh sungguh itu tidak menyenangkan bagi tia. "Woy" ucap rayna yang melihat tia bengong "Eh iya" ucap tia "Di tanya malah bengong lu" ucap rima "Oh itu, orang tua gue mahh.. ya jangan sampai tau" ucap tia "Gue gak mau nambah beban orang tua gue" lanjut tia. Padahal di pikiran tia lain dari kata itu. "Makanya jangan sok ribut lu dugong" ucap siska, dan tia hanya menyengir kuda. Setelah itu mereka melanjutkan makan nya sambil mengobrol sesekali. Drrt Drrt Drrt Hape tia berdering, tertera nama yang tidak ia kenal. Tanpa pikir panjang ia mengangkat telpon tersebut "Halo" "......." "Iya benar, itu papah saya" "....." "APAA?!!! KIRIM ALAMAT SEKARANG" ucap tia berteriak, ketiga temannya terlonjak kaget karena teriakan tia yang keras dengan nada khawatir "Hey ada apa?" Ucap rima "Ti, lu gak papa?" Ucap siska "Papah gue..." Ucap tia yang tak kuat melanjutkan perkataannya, hanya air mata yang terjatuh di pipi. Ketiga temannya pun memeluk untuk menenangkan. "Papah lu kenapa ti?" Ucap siska "Papah gue kecelakaan, dan sekarang dia koma" ucap tia, dan ketiga temannya menatap sendu serta sedih ke arah tia. "Yang sabar yak ti" ucap rayna "Gue yakin bokap lu kuat" ucap siska, kemudian tia hanya mengangguk dengan air mata yang masih setia turun ke pipi. Tak lama kemudian bunyi bel masuk berbunyi, semua berhamburan untuk masuk ke kelas masing-masing istirahat telah usai. Namun tia izin untuk pulang lebih awal, dan itu saran dari teman-temannya juga, ia beruntung mempunyai sahabat yang begitu sayang pada nya. Bagaimana tidak, cinta pertamanya mengalami kecelakaan yang membuat celos hati nya. "Halo bang, ke parkiran sekarang. Ijin sama guru" ucap tia, lalu mematikan telpon secara sepihak setelah mendapat jawaban oke. "De ayuk cepetan" ucap revan "Bang, papah..." Ucap tia dengan penuh kesedihan, air mata yang terus menurun ke pipi. Membuat revan yang melihat nya merasakan sesak seketika, tanpa berpikir panjang revan memeluk tia dengan lembut menenangkannya, ia tau apa yang di rasakan, sama hancur nya kaya ia, tapi revan paham lelaki pintar menyimpan untuk kesedihan, tidak dengan wanita ia selalu menunjukan jadi bagaimanapun revan harus lebih kuat. "Sekarang kita kerumah sakit" ucap revan, lalu menuntut tia untuk masuk ke mobilnya. setelah itu revan melajukan mobilnya dengan kecepatan stabil, ia tak ingin hilang akal untuk ngebut di jalanan. 30 menit kemudian. Tia dan revan berlari ke lorong rumah sakit, untuk segera menemukan kamar yang ditempati milik papah nya. "Tiaaaa" ucap caca, yang melihat anak perempuannya. Bruk, tia langsung menubruk untuk memeluk ibu nya. Ia sangat tahu ibu nya sama hancur nya seperti ia. "Papah kenapa bu" ucap tia dengan menatap sendu. Namun ibu nya diam tak bergeming, ia masih setia memeluk tia dengan tangan yang mengusap lembut kepala anaknya itu. Cklek "Bagaimana dok keadaan suami saya" ucap caca "Kemungkinan untuk bertahan hanya 10 % Bu, Berdoa saja semoga ada ke mukjizat yang menghampiri suami ibu" ucap dokter, kemudian seakan runtuh semua pertahanan yang caca bangun, belahan jiwa nya terbaring tak berdaya "Papah kamu pasti sembuh kan ti?" Ucap caca, tia memandang ibu nya seakan hati nya terlepas begitu saja. "Iya bu, papah pasti sembuh" ucap tia meyakinkan "Bubu gak bisa ngbayangin jika papah kalian ninggalin mamah, bubu gak bisa" ucap caca dengan tangisan yang tiada henti, sedangkan revan dan tia menatap nya sendu dan sedih. Mereka hancur mendapat kenyataan kepala keluarga yang selalu mereka banggakan harus terbaring lemah di rumah sakit. Di sisi lain, suara sepatu berlari di koridor rumah sakit mencari yang ia harus temui, dengan baju kemeja putih dan jas yang bertengger di lengan kiri nya. Ia tak peduli tatapan dari semua penghuni rumah sakit, ia terus berlari. "Bu, papah kenapa?" Ucap rey, ya itu reyfan. Ia baru saja tiba di indonesia dan langsung mendapat kabar yang membuat nya runtuh tetapi ia harus tegar dibanding adik-adiknya "Nak" ucap caca, lalu ia memeluk anak nya kencang. "Papah koma nak" ucap caca dengan penuh sesak "Bagaimana bisa?" Ucap rey sedikit tak percaya "Abangggggg" ucap tia, tanpa pikir panjang ia memeluk abang pertama, ia pecahkan semua tangisan yang ada, ia sudah tak lagi tegar jika sudah bertemu rey. "Udeh jangan nangis, nanti papah juga ikut sedih" ucap rey menenangkan, hati nya teriris melihat kedua perempuan yang ia cintai begitu terpukul. "Sini" ucap rey, kepada revan, revan pun langsung menghampiri. Reyfan membuka tangan nya untuk menyambut revan di pelukkan nya. Ia juga paham revan sangat butuh untuk di tenangkan "Bang, papah gak bakal ninggalin kita kan" ucap revan, dengan air mata yang keluar dari sudut manik mata nya. Cklek "Silahkan yang mau menjenguk, tapi hanya bisa satu orang" ucap suster "Baik sus" ucap mereka "Kamu dulu ti" ucap caca "Gak bu, bubu dulu. Papah pasti mau ketemu istrinya lebih dulu" ucap tia, lalu caca tersenyum "Yaudah bubu duluan, nanti gantian yak nak" ucap caca lalu ketiga anak nya mengangguk. Sedangkan tia masih setia bersender di d**a bidang abang pertamanya, dan rey masih setia menenangkan ia tidak peduli kemeja nya sudah basah karena air mata yang turun dari adik perempuannya. "Jangan nangis lagi de, abang gak suka" ucap rey dengan nada lembut, padahal di hati rey sangat lah teriris melihat air mata yang di keluarkan oleh adik nya. Memang sangat wajar, namun rey tidak suka melihat nya. "Bang, papah" ucap tia dengan nada yang khas serak karena tangisan "Iya sayang, papah pasti kuat. Kamu jangan lemah. Papah gak suka anak kesayangannya kaya gini. Doain papah de" ucap rey, dan di angguki oleh tia. "Bang lu udeh ngehubungin polisi?" Ucap revan yang duduk tepat di samping rey "Udeh gue urus" ucap rey "Menurut lu ada yang janggal gak bang" ucap revan, dan rey hanya mengangguk saja. "Pelan-pelang ngomongnya" lanjut rey, dan revan tak mengerti, lalu ia melirik kearah d**a bidang rey disitu ada adik perempuannya yang sedang terlelap, mungkin lelah dengan tangisan yang di keluarkan, sedangkan revan hanya mengangguk ketika sudah mengerti. "Lu tau van, apapun yang mengusik keluarga gue itu bakal berurusan sama gue" ucap rey dengan tatapan datar, "Maksud lu bang?" Ucap revan tak mengerti "Ntar gue kasih tau, kalo gue udeh nemu jawaban yang pasti dari polisi. Ini murni kecelakaan atau di sengaja" ucap rey Cklek "Nak kalian pulang saja, biar bubu yang disini. Nanti malam kamu kesini lagi sekalian bawa ganti bubu yak" ucap caca dengan lembut, mata yang sembab, muka yang lesu. "Baik bu" ucap rey "Revan temenin aja ya bu" ucap revan "No sayang, kamu pulang. Dan istirahat jangan lupa makan" ucap caca "Tap...." "Bubu gak papa" ucap caca "Yaudah kalo itu mau bubu" ucap revan "Tia jangan di bangunin, kasian dia" ucap caca, lalu mengusap rambut anak perempuannya lembut yang masih setia tertidur lelap di d**a bidang anak pertamanya. Lalu rey, revan berpamitan untuk pulang "Bang gue aja yang gendong tia" ucap revan, ia tahu abangnya lelah. "Gak usah, biar gue aja van" ucap rey dan kemudian mereka melanjutkan langkah menuju loby.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN