Aku bisa mendengar gelak tawa istriku yang merdu. Begitu indah dan menenangkan. Bahkan kini Aurel bangkit dari ranjang dan berlari. Kami terus saling mengejar langkah ke mana pun arah kaki bergerak. Seperti anak kecil yang berbahagia, berlari-lari kecil tanpa kenal lelah. "Ayo kejar aku kalau bisa." Aurel menggodaku. Jarak kami hanya dipisahkan oleh sebuah ranjang. Lagi-lagi kami berlari mengitari ranjang dan almari di kamar. Aku sendiri bahkan lupa akan rasa sakit di punggungku. Kebahagiaan ini membuatku tak merasakan perih yang mendera luka akibat cambukan ayah. "Awas kalau udah ketangkep, aku cium kamu sampai pingsan," ucapku membuat Aurel semakin tertawa. "Iyalah aku pingsan. Kamu kan belum mandi," ucap Aurel masih dengan gelak tawa yang menghiasinya. Matanya menyipit lucu dan meng