"Raynand..."
Aku terpaku saat mendengar nama kembaran ku disebut.
Raynand...
Itulah nama pria yang ada di hati Aurel yang tak lain adalah kakak kembar ku. Entah mengapa aku merasa kecewa. Namun aku menahan nya karena aku sadar, Aurel menyatakan nama itu karena dorongan alam bawah sadarnya.
Aku mengusap punggung Aurel dengan lembut. Menyalurkan ketenangan ke hati nya. Aku tahu saat ini dia amat sangat marah.
"Aurel... Why you are here? Ucapku bertanya.
"I'm worried about you... Hiks... you look hurt... Hiks... Hiks..." Aurel terus menangis dalam pelukan ku.
"No... I'm Okay... I'm still okay... Aku hanya terluka sedikit, wajar seorang pria terluka saat berlatih bela diri. Daddy mu sedang mengajariku bela diri agar bisa melindungi mu." Ucapku agar dia tenang dan tak perlu khawatir berlebihan.
"No... It's Liar..." Aurel menganggapku berbohong.
"Percayalah pada ku Aurel. Aku tidak bohong. Daddy mu sangat menyayangi mu. Percayalah padaku... Dia tidak mungkin menyakiti ku." Aku membingkai wajah nya agar menatap wajah ku. Aku berusaha sealami mungkin agar terlihat jujur. Walaupun kenyataannya aku berbohong demi kebaikan. Aku ingin membangun kasih sayang antara ayah dan anak ini. Aku menyimpulkan bahwa kejiwaan Aurel yang terganggu akibat interaksi yang buruk antara keduanya.
Ya Allah...
Aku kembali berdosa...
Menyentuh wanita yang bukan Muhrim ku...
Ya Allah ampunilah hamba mu yang berlumuran dosa ini...
Astaghfirullah hal adziim...
Alladzilaa Illa hailla huwalhayyul qoyyumu'atubu illaiih...
Aku terus beristighfar dalam hati ku.
Ya Allah mudahkanlah jalan hamba untuk menjauhkan diri dari dosa berzinah.
Ampuni hamba Ya Allah.
Aku terus membatin...
Dalam kondisi jiwa Aurel yang terguncang. Tak mungkin aku menjelaskan tentang sebuah aqidah Islam. Bahkan bicara tentang yang ringan saja gadis itu tampak linglung.
PROK... PROK... PROK...
Aku menoleh ke arah Mr. Felix yang sedang bertepuk tangan. Wajah nya sungguh menyebalkan dengan tersenyum devil ke arah kami.
"Wooow... I like being watching the telenovela... So romantism..." Ucap pria itu mengejek. Sungguh pria tua yang tidak tau aturan. Bagaimana mungkin dia berperilaku yang membuat hati putri nya semakin kacau dan membenci diri nya.
Aku merasakan Aurel melepas pelukan nya di tubuhku. Dia hendak bangun dan memberi perhitungan dengan Mr. Felix. Namun aku menahannya. Aku semakin mengeratkan pelukanku pada tubuh cantiknya.
"He is just kidding, you may not angry for him..." Ucapku berusaha menenangkan.
"Dia sudah melukai Kakak ... lalu Kakak masih mau membela nya? Sungguh bodoh kau ini" Ucapnya kesal.
"Tidak selamanya keburukan dibalas dengan keburukan Honey ... Percayalah pada ku." Aku berusaha menenangkan Aurel.
"You should immediately leave here. Please..." Ucapku memohon pada Mr. Felix. Dan pria itu pun melenggang pergi tanpa kata. Hanya senyuman devil yang tersisa di wajah tampan nan tua itu.
Setelah pria tua itu pergi. Aku berjalan menuntun Aurel ke kamarnya. Berusaha mengabaikan rasa sakit di sekujur tubuhku. Aku tetap melenggang dengan senyum di wajah. Agar Aurel tak khawatir pada ku. Walaupun jujur, aku kecewa. Karena pria yang saat ini berada di dekatnya, adalah aku. Dan dia malah menganggap aku, sebagai Raynand kembaran ku. Tapi tak apa, aku sudah terbiasa selalu kalah dari Raynand.
"Mau es krim?" Ucapku menghibur Aurel yang tampak muram. Dan gadis itu malah menangis. Terus menangis dan semakin tersedu.
"Aurel? Why do you cry? Honey ... Don't cry please." Ucapku sambil mengusap bulir bening yang terus mengalir deras di pipinya.
"Hiks... Hiks... Hiks..." Matanya bagaikan awan yang mendung dan terus mengalirkan air hujan. Aku menghapus bulir air mata di pipi nya dengan punggung tangan ku.
"Jangan menangis." Ucapku pelan.
"In this kind of condition you still worried me... I'm sad..." Ucapnya bersedih.
"Listen to me. Dengarkan baik-baik. Kakak seperti ini, karena Kakak sedang berlatih agar bisa melindungi mu dalam kondisi apapun. Sebagai seorang pria Kakak ingin melindungi wanita yang Kakak sayangi. Ayolah ... jangan terlalu berlebihan. Senyum adikku." Ada rasa geli di hatiku saat menyebut nya dengan panggilan adikku. Aku jadi rindu adik kandungku yang kebetulan bernama Aurel juga.
"Smile..." Ucapnya sambil tersenyum. Aku suka senyum nya. Manis dan menentramkan hati. Ya Allah aku sungguh tak punya tameng di hati ku. Dan aku kembali goyah akan pesonanya.
"Sebentar ya. Aku mau ambil air dingin untuk mengompres luka Kakak." Ucapnya sebelum pergi.
Saat aku perhatikan. Sikapnya cukup dewasa dengan mencoba akan mengobati ku. Ini jiwa Aurel yang mana lagi?
Entahlah...
Tak lama kemudian dia datang dengan air dingin dan handuk kecil pada sebuah mangkuk plastik ukuran besar. Dengan telaten Aurel menyeka luka ku. Lalu memberi iodiin pada kulit ku yang terluka.
"Sakit ya kak?" Ucapnya khawatir.
"Tidak. Seorang pria tak boleh cengeng. Pria harus kuat karena selalu ada di depan wanita untuk melindungi nya." Ucapku sok romantis. Alhasil wajahnya kini malah bersemu merah. Sungguh menggemaskan.
"Aurel... Kakak ingin menemui Daddy mu sebentar ya? Ucapku pada Aurel setelah Aurel selesai mengobati lukaku.
Namun respon Aurel sungguh diluar dugaanku. Dia menggenggam tangan ku erat dan memeluk lenganku. Seolah aku dilarang menemui ayah nya.
"No.. He is a nasty man and I don't want you back wound" Ucapnya saat menahan diriku. Aurel tampak sangat khawatir jika ayahnya kembali melukaiku.
"Tidak. Dia hanya tidak tau cara berperilaku yang lebih baik pada kita. Aurel harus belajar melihat kebaikan di antara keburukan. Karena tak selamanya yang buruk akan selalu buruk dan yang baik akan selalu baik." Ucap ku kembali.
"Tapi..."
"Tapi apa?"
"Ga apa-apa. Yasudah kalau Kakak mau menemui Daddy ... tapi tak boleh lebih dari setengah jam dari sekarang."
"Siap Princes..."
Aku pun segera melenggang pergi ke ruang kerja Mr. Felix. Entah mengapa kini aku tak perlu ijin pada para bodyguard yang berjaga. Dan aku merasa sesuatu yang aneh. Bagaimana mungkin para bodyguard langsung menyingkir dan mempersilahkan diriku masuk tanpa syarat ke ruang kerja itu.
Tapi tak apalah. Bukankah ini sebuah kemajuan. Aku pun melenggang masuk tanpa ragu.
"Mr. Felix." Ucapku menyapa pria yang sedang sibuk dengan dokumen yang menumpuk di meja kerjanya.
"Hmmm." Hanya gumaman yang terdengar sebagai jawaban. Dasar pria tua irit ngomong.
"Can I talk something to you ?" Ucapku memberanikan diri.
"Of course.. Fast saying, I don't have much time" jawabnya sok sibuk.
"Sebelum nya, maaf jika saya lancang. Saya ingin segera menikah dengan putri anda. Tentu saja jika anda bersedia. Saya merasa amat sangat bersalah pada putri anda. Karena interaksi kami pasti diikuti dengan pelukan antara pria dan wanita dewasa. Saya merasa seperti sedang melecehkan seorang wanita. Namun di sisi lain, semua itu saya lakukan karena ingin membangun dan mengajari kasih sayang di hati nya yang kosong." Ucapku memberanikan diri. Kemudian aku menarik nafas untuk menenangkan diriku yang terasa gugup. Dan melanjutkan kalimat ku.
"Bolehkah saya mengetahui apa agama putri anda? Karena dalam agama saya, haram menikahi wanita yang berbeda aqidah dengan kami umat muslim."
Aku melihat tatapan mata pria itu melunak dan tampak ingin menangis.
Ada apa sebenarnya?
Apakah pria keras kepala ini sesungguhnya adalah pria berhati lembut yang mudah tersentuh?
Aku pikir dia akan marah lalu membunuh ku dengan revolver nya.
Tapi rupanya dia malah bercerita..
"Aurel muslim sejak lahir. Namun dia tak mengenal agama nya sendiri. Karena keterbatasan ilmu yang ku miliki tentang agama itu."
"Aurel Muslim?" Ucapku terkejut.
"Hmmm... Muslim KTP..."
"Apakah anda juga seorang muslim?" Ucapku penasaran.
"Tidak ... saya penganut faham Atheisme."