"Maaf.. Tolong ijinkan saya menikahi putri anda.. dan saya ingin dia juga masuk agama saya.."
"Banyak sekali permintaan mu? Tapi.. Emm.. baiklah.. Dengan satu syarat.. Kau harus lulus ujian dari ku.."
Aku melihat senyum licik nya..
...
"Ya ... saya suka tantangan. Tapi saya tidak bisa jika besok ujiannya..." Ucapku bernegosiasi.
"Kenapa memangnya? Takut?" Ucap Mr. Felix sambil tertawa terbahak-bahak. Dan hal itu membuatku sungguh merasa tersinggung. Karena dalam kamus ku, tak ada kata takut.
Kecuali kepada Allah SWT.
"Maaf Tuan besar yang terhormat. Dalam kamus saya, tak ada kata takut." Ucapku mantap.
"Owh ya?" Mr. Felix bicara dengan nada yang sungguh menjengkelkan. Dia sangat meremehkan diri ku.
"Dengar baik-baik!Saya sudah berjanji pada putri anda, besok akan mengajaknya jalan-jalan dan membeli es krim. Bukan karena takut."
"Wow ... sepertinya kau berhasil melakukan pendekatan pada gadis itu. I pray hopefully succeeded your exam." Ucapnya dengan nada meremehkan.
"Thanks for your prayers." Jawabku menggeram kesal.
"Sure, untuk calon menantu ku hahahaha." Pria tua itu tertawa bahagia. Seperti tak ada waktu lagi untuk tertawa. Pria tua yang sayangnya akan menjadi mertuaku ini sungguh menyebalkan.
"Terimakasih tuan calon mertua yang menyebalkan." Ucapku menghina.
"Hahaha. Hey belajarlah untuk sopan pada ku. Tapi ... terima kasih kau pandai menghibur." Ucapnya tulus.
"Dia pikir gue badut apa." Aku mengumpat semakin kesal.
"Hei aku bisa mendengar umpatan mu." Ucap Mr. Felix lalu dia tertawa terbahak-bahak. Aku sendiri bingung entah apa yang membuatnya tertawa lepas seperti itu. Apa dia pikir, aku sedang melawak?
Disaat Mr.Felix tertawa seperti itu, suara dentingan berbunyi. Dan menampilkan wajah bodyguard yang berjaga di depan, pada layar televisi cerdas berukuran besar. Mr. Felix pun segera merubah ekspresi nya menjadi sangar kembali. Lalu menekan remot kontrol.
"Ada apa?" Ucapnya dingin.
"Maaf mengganggu anda Sir, Nona Aurel kembali mengamuk. Nona Aurel kini ada di ruang tamu sedang memecahkan beberapa guci di sana."
Mr.Felix menggertakkan gigi nya. Seperti nya dia sedang menahan emosi. Tapi aku tak peduli. Aku segera berlari keluar ruangannya. Lalu menghampiri Aurel yang berada di ruang tamu. Aku harus menenangkan Aurel sebelum ayahnya memasung kaki nya lagi.
Aku berdiri di anak tangga. Terdiam menatap ruang tamu yang kini tak berbentuk. Guci-guci pecah dan berserakan di lantai. Vas bunga, lukisan, dan beberapa hiasan di meja berubah menjadi sampah yang berbahaya.
Sedangkan Aurel sedang menangis dan berteriak-teriak dengan bahasa asing yang tak ku pahami. Sesekali gadis itu menjambak rambutnya. Lalu menggunting asal rambutnya. Hingga helaian nya jatuh menggenaskan. Aku bergerak cepat memeluk tubuh gadis itu. Sebelum dia melakukan hal yang lebih berbahaya.
"Aurel, ini Kakak." Ucapku saat memeluk tubuh nya.
Tapi dia meronta-ronta. Dan berusaha melepas pelukan ku sambil berteriak-teriak.
"Hwh##@$@$tahywhh$@$##eueug@$$@gsg$@$@$$"
"AUREL, TENANG!!! BE STILL. I'M IN YOUR SIDE..." Aku berteriak agar dia mendengar suara ku.
"I'm afraid ... hiks ... afraid ... hiks..." Dia terus menangis. Namun sudah lebih tenang.
Aku mengecup puncak kepala nya. Kemudian membalik tubuh nya agar menghadap ke arah ku. Ku bingkai wajah nya. Dan menghapus air mata itu dengan ibu jari ku.
"Don't afraid ... i'm in your side always. Jangan takut lagi ya?" Ucapku berusaha menenangkan dirinya.
"Hiks ... hiks ..." Dia mengangguk sambil menangis.
"Don't leave me, i'm more afraid."
"Maaf, tadi kakak hanya menemui Daddy mu. Sekarang kakak akan menemanimu lagi." Ucapku sambil memeluk nya. Tapi sesaat kemudian tubuhnya menegang. Lalu melepaskan pelukan ku. Dan melempar berbagai benda ke arah Mr. Felix.
"MUST GO!!! HIKS ... MUST GO!!! HIKS..." Gadis itu berteriak mengusir ayah nya. Entah apa yang terjadi di masa lalu mereka. Hingga Aurel tak mau melihat Ayah nya. Aku kembali menarik Aurel ke dalam pelukanku. Membalik tubuhnya agar bersembunyi di d**a ku.
"Sir... Saya mohon pergilah! Demi ketenangan putri anda..."
Aku menatap Mr. Felix yang tampak murung. Lalu melangkah menjauh, setelah pria tua itu sudah tak ada di sekitar kami. Dan kini aku menatap wajah Aurel yang masih tampak ketakutan.
"Look at me please..." Ucapku perlahan. Diapun membuka matanya. Aku tersenyum berusaha membuatnya ikut tersenyum bersama ku. Tapi sayangnya dia malah semakin menangis.
"Aku tau kamu sudah mengantuk... Ayo Bobo." Ucapku seperti mengajak anak kecil untuk tidur. Aurel mengangguk sebagai jawaban.
"Jangan tinggalkan aku lagi. Aku takut Kak..." Ucapnya sambil bergelayut manja padaku.
"Ya, Kakak ga akan ninggalin kamu lagi." Ucapku mengusap puncak kepalanya.
"Aku mau bobo bareng sama Kakak. Kakak harus peluk aku sampai pagi." Aurel mengeratkan pelukannya pada tubuhku.
"Haaaah..." Aku hanya bisa menghela nafas lagi. Sungguh cobaan yang berat. Aku harus segera menikahi gadis ini.
"Iya..." Ucapku pasrah.
"Aku mau gendong." Ucap Aurel merentangkan kedua tangannya. Aku pun berjongkok dan Aurel langung naik ke punggung ku. Aku bergerak membawanya ke kamar. Lalu membaringkan tubuhnya dengan lembut di atas ranjang.
"Kakak bobo di sini juga kan?" Ucapnya sambil menggeser tubuh nya lalu menepuk sisi ranjang yang sepi.
Aku pun menurut, segera naik ke atas ranjang itu dan merebahkan tubuhku di sampingnya. Kemudian memeluk tubuh cantik nya hingga dia tertidur. Sedangkan aku tak bisa tidur dalam posisi ini. Aku berusaha menjauh dan pindah. Tapi lengannya semakin mengeratkan pelukannya saat aku hendak pergi.
Alhasil... Kami tidur satu ranjang sampai pagi. Dengan diriku yang terus beristighfar sepanjang malam.
Selesai Sholat Subuh, aku bergerak ke dapur untuk minum. Dan aku malah melihat Mr.Felix sedang menyesap kopi nya. Tapi aku tak peduli. Aku berjalan melewati nya. Lalu meminum air putih dari kulkas. Setelah itu aku bergerak untuk duduk di kursi dekat Mr.Felix.
"Kapan Ujiannya?" Tanpa basa-basi aku bertanya.
"Wow ... Kau sudah tidak sabar rupanya." Ucapnya cuek.
"Terserah apa kata anda." Aku pun menjawab dengan tak kalah cuek.
"Why? Is it because all tonight you turn on? Aku tau kalian tidur bersama semalam. Hahaha" Sungguh tak ada yang lucu dari kata-katanya tapi dia bicara sambil terbahak-bahak.
"Orang tua macam apa diri mu ini? Mana ada orang tua rela anak gadisnya tidur bersama seorang pria yang belum menikahi nya? Sungguh orang Eropa tak punya adat istiadat. Apa anda tidak takut tiba-tiba dengar kabar putri mu hamil diluar nikah? Beruntung aku bukan pria yang suka memanfaatkan situasi. Dan aku pria yang masih bisa mengontrol diri ku. Kalau tidak, sudah ku pastikan bulan depan putrimu tak akan haid." Ucapku menahan kesal.
"Bagaimana kalau sekarang? Apa kau siap?" Ucapnya.
"Hmmm ... Aku siapkan sarapan dulu untuk Aurel."
"Sudah ada Maid di sini." Ucapnya santai.
"Aku sudah janji akan memasak sesuatu untuk nya. Dan asal anda tau ... Aku adalah pria yang pantang mengingkari janji." Ucapku menatap nyalang matanya.
"Wowowo lelaki sejati rupanya?" Ucapnya merendahkan ku.
Aku tak peduli. Ku abaikan ucapannya lalu bergerak ke dapur memasak nasi goreng dengan telur mata sapi dan nuget. Aku juga menghiasnya hingga tampak menyenangkan. Aku yakin Aurel pasti suka. Aku tersenyum menatap nasi goreng hias karya seni ku.
"Hahahaha ... Kau pikir putriku seorang balita?" Ucap Mr. Felix saat melihat penampilan nasi goreng buatanku.
Aku mengabaikan ungkapan Mr.Felix lalu berjalan ke kamar Aurel dan menulis surat di samping nasi goreng buatan ku.
Dear : Honey bunny Sweety.
Maaf kakak pergi sebentar.
Maaf kakak tidak pamit padamu.
Kakak akan segera kembali.
Tunggu di rumah ya.
Jadilah anak baik.♥️
Kemudian aku pergi mengikuti Mr.Felix ke arah sebuah ruang olahraga. Aku melihat perlengkapan dan alat-alat gim yang lengkap. Lalu aku melangkah ke sebuah ring tinju.
Wow...
Apakah Mr.Felix ingin mengajakku bertanding?
Tapi sesaat kemudian aku sadar. Tidak mungkin aku bertanding dengan pria itu. Karena dia malah duduk manis. Lalu menepuk tangan nya dengan misterius.
PROK... PROK... PROK...
Aku melihat 3 Pria berotot keluar dari persembunyiannya.
"Kau harus melawan mereka." Ucapnya dingin.
"Ini tidak fair. Bagaimana mungkin satu lawan 3. Aku tidak terima." Ucapku menolak.
"Hahaha ... satu lawan satu. Jika yang pertama kalah, kau melawan yang kedua, jika yang kedua kalah, kau lawan yang ketiga, hingga kau bisa mengalahkan 3 orang itu. Dan kau ku anggap lulus ujian." Ucapnya menjelaskan.
Aku tersenyum sinis. Kalo gitu sih gampang. Pikirku.
Aku mulai memasang sarung tangan tinju dan pengaman gigi. Lalu berusaha melawan satu pria berotot yang maju. Aku melihatnya tersenyum meremehkan ku. Dan dia melonggarkan otot-otot nya. Dengan gerakan yang mengintimidasi lawan.
Tapi aku tak takut. Aku yakin, ada Allah bersama ku.
Aku bergerak memberi isyarat agar dia melakukan gerakan untuk menyerang ku. Dengan mudah aku berkelit. Sengaja tak melawan untuk menjaga stamina ku. Aku harus menghemat tenaga agar tak kehabisan.
Namun sayang biar bagaimanapun. Ini pertandingan. Dimana aku tetap harus menyerang dan melumpukah lawan.
BUGGGHHH...
"AAHHH..." Pekikku tertahan. sial aku lengah. Hingga aku menerima serangan yang cukup keras di pipi ku.
Aku terjatuh. Dan berusaha bangkit lagi. Kembali menyerang, memukul pelipisnya dengan amat kuat, hingga dia terjatuh. Dan tak menyia-nyiakan kesempatan. Aku menindih tubuh itu dan memberi pukulan bertubi-tubi. Hingga pria pertama akhirnya menyerah.
Tanpa jeda. Pria kedua masuk ke dalam ring tinju. Aku mulai berusaha untuk tenang dan konsentrasi. Tenagaku sudah cukup banyak terkuras. Jadi aku harus bisa lebih berhemat lagi. Masih ada dua lagi yang harus ku lumpuhkan.
BUUUGGGHH... Aku memukulnya.
BUUUGGGGHH... Dia membalas ku.
BUGGGHH...
BUUUGGGHHH...
AHHHH...
BUUUGGGHHH...
KRAK... Aku menekan tulang lengan nya. Mungkin sampai terkilir. Dan pria kedua akhirnya menyerah. Tubuhku mulai melemah kehabisan tenaga. Tapi asih satu lagi dan aku tak boleh menyerah.
Masuklah pria ketiga...
Sial... Tubuhku sudah terasa ngilu. Konsentrasi ku pun mulai menurun. Kini aku sudah tak bisa mendominasi pertandingan.
BUUUGGGHH...
Aaakkhhh...
Perut ku di serang...
Aku terjatuh hingga punggungku terasa linu. Dia naik ke atas tubuhku dan memukulku bertubi tubi tanpa ampun. Tapi aku enggan menyerah. Aku pantang menyerah. Katakanlah aku bodoh. Tapi sebagai pria, aku tak mau terlihat lemah.
"Menyerahlah Rayyan... hahahaha... Kau tak akan bisa menang." Ucap Mr.Felix mentertawakan diri ku.
"KAKAK!!!!"
Aku menoleh ke arah pintu ruangan ini saat mendengar suara Aurel. Gadis itu berdiri dengan tangan terkepal dan wajah yang menahan amarah.