MEMULAI PERJALANAN

1069 Kata
Sementara itu, Nyai Tapa dan Winarsih memulai perjalanan mereka ke gunung Ciremai. Dengan membawa bekal seadanya dan juga senjata untuk berburu mereka mulai menyusuri hutan demi hutan , mendaki bukit selama berhari-hari. Hingga akhirnya setelah genap 14 hari mereka tiba di kaki gunung Ciremai. Tampak Winarsih begitu kelelahan. Sebenar, Nyai Tapa bisa saja membawa Winarsih dengan ilmu meringankan tubuh miliknya, perjalanan tidak akan sampai selama itu. Tapi, karena niat Winarsih untuk tirakat dan mencari ilmu tentu saja perjalanan harus ditempuh dengan sedikit kesulitan. "Cah ayu, hari sudah gelap. Besok pagi saja kita mendaki. Sekarang, kita beristirahat dulu. Kau tidurlah saja, biar aku nyalakan api unggun." "Baik, Nyai. Saya memang lelah sakali," kata Winarsih. "Jelas saja kau akan merasa lelah, karena di dalam rahimmu saat ini juga sedang tumbuh janin hasil perbuatan orang-orang itu." Winarsih tersentak, tanpa sadar ia mengusap perutnya yang masih rata itu perlahan. Hamil? Winarsih mulai menangis tersedu, tidak... Ia tidak terima! "Tenang saja, kau tidak akan melahirkan bayi itu ke dunia. Aku mengatakan hal ini agar kau semangat dalam niatmu untuk membalaskan dendam sakit hatimu. Sudah, kau tidur saja." Nyai Tapa mengarahkan telapak tangannya ke arah Winarsih. Dan selarik sinar berwarna kuning keluar dari telapak tangan Nyai Tapa tepat ke d**a Winarsih, membuat gadis cantik itu pun terjatuh dan langsung terlelap tidur. "Kau harus tidur, supaya kau bisa mempunyai tenaga untuk melakukan semua persyaratan," gumam Nyai Tapa. Pagi hari itu Winarsih terbangun dan melihat Nyai Tapa sedang duduk bersila di bawah sebuah pohon rindang. “Kau sudah bangun,cah ayu?” Winarsih terkejut saat mendengar suara Nyai Tapa. Tapi saat ia mendekat,kedua mata Nyai Tapa masih terpejam. “Jangan takut,saat ini kau hanya akan mendengar suaraku.Aku sedang melakukan meraga sukma. Yang kau lihat hanya ragaku saja .Saat ini sukma atau jiwaku berada di luar ragaku. Aku baru saja pulang dari puncak gunung.Kau tunggu di sana sebentar,aku akan kembali ke ragaku,” kata Nyai Tapa. Winarsih mundur setapak dan langsung duduk bersila sambil memperhatikan Nyai Tapa. Perlahan-lahan tubuh Nyai Tapa bergerak dan matanya perlahan terbuka. Winarsih menahan napasnya dan saat Nyai Tapa bangkit dari duduknya barulah ia bisa mengembuskan napasnya dengan lega. “Bagaimana caranya Nyai melakukan hal itu?” tanya Winarsih. Nyai Tapa tersenyum,”Ada banyak ilmu yang bisa kau pelajari dan kau pakai saat kau membalaskan dendammu pada semua yang telah menyakiti dirimu.” “Termasuk ilmu meraga sukma yang Nyai pakai tadi?” “Belum waktunya bagimu untuk mempelajari ilmu itu. Sekarang kau makanlah buah-buahan yang ada dalam keranjang itu.Lalu kita akan naik ke atas sana.Kau harus mepersiapkan hati dan niatmu.” “Baik,Nyai,”jawab Winarsih. Gadis itupun segera memakan buah-buahan yang ada di keranjang kecil yang ada di dekatnya. Ada pisang dan buah pepaya.Winarsih pun memakannya dengan perlahan. Setelah selesai ia pun segera meminum air yang ada di dalam kendi. Nyai Tapa hanya memperhatikan gadis itu sambil duduk bersila dengan mulut komat kamit seperti sedang merapal mantra. “Sudah selesai?” tanya Nyai Tapa. Winarsih mengangguk, “Baik ,sekarang kita akan mulai mendaki ke puncak gunung Ciremai ini,” kata Nyai Tapa sambil berdiri dan meraih tongkat yang selalu ia bawa. Winarsih segera meraih keranjang dan kendi air,kemudian langsung berdiri dan melangkah di belakang Nyai Tapa. Perjalanan mereka segera akan dimulai. Keduanya berjalan beriringan.Udara pagi terasa segar membuat Winarsih bersemangat untuk mendaki. Mereka sesekali berhenti untuk melepaskan Lelah. Tepatnya jika Winarsih merasa Lelah. “Apa masih jauh,Nyai?” tanya Winarsih. Nyai Tapa tertawa terkekeh,”Ini belum setengahnya,cah ayu. Kau Lelah?’ “Iya Nyai,saya lelah ,apakah ini karena saya juga sdang hamil?’ “ Tentu saja, tapi kau jangan khawatir setelah kita sampai hal itu akan segera kita atasi.” Winarsih pun menganggukkan kepalanya ia menarik napas panjang dan menguatkan hatinya kemudian bangkit berdiri dan mulai melangkah kembali. Entah karena tekadnya yang sangat kuat atau karena ia ingin cepat-cepat menuntaskan dendamnya langkah Winarsih menjadi ringan dan cepat. Hingga akhirnya saat sore hari tiba Winarsih dan Nyai Tapa tiba di sebuah gua . Nyai Tapa langsung mengajak Winarsih untuk masuk ke dalam gua tersebut. “Kau tunggu di sini.Aku akan mencari ranting kayu untuk membuat kayu bakar supaya kau tidak kedinginan malam ini. Besok adalah malam jumat kliwon dan kau akan segera melakukan ritual ilmu supaya kau bisa membalaskan dendammu kepada semua orang yang sudah membuatmu celaka.Jika kau mendengar atau melihat sesuatu jangan takut atau gentar. Kau cukup katakan bahwa kau kemari untuk malakukan ritual ilmu,mengerti?” “Mengerti,Nyai.” Nyai Tapa pun segera keluar dari goa untuk mencari ranting kayu .Sementara Winarsih duduk bersandar di sudut goa. Ia merasa kakinya sakit dan pegal, Winarsih pun segera meluruskan kakinya. Karena angin yang berembus dan lelah,tanpa sadar Winarsih pun tertidur. Namun, baru saja ia terlelap ia merasa mendengar suara auman harimau. Winarsih membuka matanya dan ia terkejut setengah mati saat ia melihat dua ekor harimau yang sedang berdiri di hadapannya. Harimau yang satu jenis macan tutul,sementara yang satu berbulu putih bersih tidak seperti harimau pada umumnya. Hampir saja Winarsih menjerit ketakutan , akan tetapi ia ingat pesan Nyai Tapa untuk tidak takut. Maka Winarsih pun hanya diam terpaku menatap dua ekor harimau yang tampak menatapnya tajam. Winarsih tiba-tiba teringat cerita tentang Prabu Siliwangi yang memiliki petilasan di kaki gunung Ciremai. Menurut cerita orang-orang tua,Prabu Siliwangi memiliki hewan peliharaan yang bernama maung bodas atau macan putih. Apakah kedua harimau atau macan yang saat ini ada di hadapannya adalah harimau Ghaib milik Sri Paduka Raja yang menurut kisah tidak pernah mati? Seribu pertanyaan terlintas di benak Winarsih. Ia ingin bangkit dan menghampiri kedua macan itu.Tapi,tubuhnya terasa lengket tidak bisa lepas. Tiba-tiba saja terdengar langkah kaki seseorang yang memasuki goa. Winarsih menoleh,ia melihat Nyai Tapa masuk sambil membawa ranting kering. Dan saat Winarsih menoleh dua harimau yang tadi sudah hilang begitu saja tanpa jejak. “Nya- Nyai… a-aku…” “Ada apa cah ayu?” tanya Nyai Tapa dengan tenang. “Apa tadi Nyai tidak melihat ada dua ekor harimau di sini?” tanya Winarsih. Nyai Tapa hanya terkekeh,”Aku sudah mengatakan sebelumnya kan? Jangan takut,gunung Ciremai ini adalah tempat yang keramat bagi masyarakat tatar Sunda ini cah ayu. Jadi jangan heran jika kau melihat penampakan-penampakan.” “Jadi cerita tentang siluman dan yang lainnya itu nyata Nyai?” “Kenapa juga harus tidak nyata? Ghoib itu ada cah ayu,saling berdampingan dengan kita.” “Nyai, berapa lama saya harus melakukan ritual nanti?” tanya Winarsih. “Tergantung tubuhmu seberapa lama untuk bisa menyerap ilmunya nanti.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN