Flow of Life - 41

2057 Kata
Tidak terasa sekarang sudah mulai menuju pertandingan ketiga yang akan dilaksanakan oleh Cherry Iristalia dan Abbas Jorell melawan Paul Cozelario, semua penonton bersorak-sorak girang saat pasangan yang mau mengisi pertarungan telah masuk ke lapangan dan menyapa mereka semua. Perwujudan dari dua pahlawan itu sangat unik, yang satu laki-laki tinggi berkulit gelap, berambut abu-abu, bertelanjang d**a, hanya mengenakan celana panjang berwarna hitam saja, dan wajahnya terlihat begitu tenang dan santai, sementara yang satunya adalah seorang gadis mungil berambut merah muda dikucir dua, mengenakan gaun pendek berwarna serupa seperti rambutnya dan tampak begitu riang dan melompat-lompat bahagia. Kemunculan sosok Abbas Jorell dan Cherry Iristalia disambut hangat dan sangat meriah oleh seluruh penonton di arena, teriakan-teriakan dan sorakan-sorakan yang memanggil-manggil nama dua orang itu terkesan mendukung dan bergembira melihat mereka berdua yang akan bertarung melawan Sang Mentor. Kira-kira akan ada kejadian seperti apa lagi di pertandingan ketiga ini, apakah keseruannya akan melebihi pertandingan pertama dan kedua? Jujur saja mereka selalu dikagetkan saat menyaksikan setiap pertandingan yang diisi oleh pahlawan-pahlawan Madelta, seolah-olah tiap-tiap peserta yang bertarung punya kehebatan dan kegilaannya yang begitu menarik untuk ditonton. Sejauh ini mereka belum merasa bosan dalam menonton pertandingan dari Pahlawan-Pahlawan Madelta, mengingat sebelum-sebelumnya mereka selalu jenuh saat menonton pertarungan yang diisi oleh pahlawan-pahlawan dan mentor dari negara lain karena setiap pertarungan selalu terlihat sama dan membosankan, tidak ada peristiwa menarik dan menegangkan di setiap pertandingannya seolah-olah semuanya sudah diatur. Sedangkan pertandingan-pertandingan yang diisi oleh Pahlawan Madelta, semuanya memiliki unsur dan energi yang berbeda-beda, tiap-tiap individu memiliki semangat juang dan kelemahan yang berbeda-beda, bahkan yang paling gilanya adalah Sang Mentor, karena dia sangat kejam dan brutal saat melawan pahlawan-pahlawan bimbingannya, tak ada ampun sama sekali meski lawannya adalah murid-muridnya sendiri. Sepanjang sejarah, belum pernah ada mentor yang seganas itu, rata-rata orang-orang yang terpilih menjadi seorang mentor memiliki kewibawaan, kebijaksanaan, dan ketenangan yang hampir sama seperti mentor-mentor pada umumnya. Tapi ketika melihat sosok dan sikap dari Paul Cozelario, mentor dari Madelta, mereka sangat terkejut karena baru kali ini ada mentor yang seliar dan sesadis itu. Jarang sekali orang-orang brutal seperti Paul menjadi seorang mentor, tapi berkat hal ini lah akhirnya mereka bisa memahami bahwa setiap orang bisa dan pantas menjadi seorang mentor, meski perilakunya mungkin tidak begitu baik. “Abbas! Abbas! Abbas!” Cherry yang sudah berada di tengah lapangan, berdiri dengan Abbas yang ada di sampingnya, tampak menggoyang-goyangkan pinggang pasangannya dengan riang, membuat laki-laki tinggi itu menoleh dan memandanginya. “Ada apa, Cherry?” tanya Abbas dengan terheran-heran. “Cherry jadi gugup nih! Soalnya kita sekarang dilihat oleh banyak pahlawan dan mentor dari berbagai negara! Duuh! Cherry jadi bingung harus bilang apa di sini! Hihihihihi!” Meski omongannya begitu, sebenarnya Cherry malah terlihat senang dan ceria saat dirinya disaksikan oleh banyak orang, tidak ada kegugupan atau pun perasaan malu saat berada di sana, sikapnya malah terlihat percaya diri karena akhirnya gilirannya telah tiba. Mendengar itu, Abbas hanya membalas dengan satu tangan mengusap-usap kepala Cherry. “Jangan khawatir, semua penonton adalah anak-anak yang baik, mereka bukan orang-orang jahat.” Setelahnya, Abbas kembali memutar kepalanya untuk memandang ke depan, menunggu kedatangan Paul yang masih belum kelihatan juga. Sebuah lengkingan terompet terdengar, yang menandakan bahwa pertarungan ketiga secara resmi telah dimulai, tapi kenapa Paul masih belum terlihat juga, bukankah ini sudah dimulai? Abbas jadi penasaran mengapa terompetnya dinyalakan padahal lawan mereka masih belum datang, apakah itu penanda agar Paul keluar atau mungkin sebenarnya Sang Mentor sudah bersiap di suatu tempat? Apa pun alasannya, Abbas harus menyiapkan diri agar nantinya bisa bertarung dan melindungi Cherry dari serangan-serangan brutal Paul. Sedangkan Cherry sama sekali tidak khawatir pada pertandingannya, dia tidak begitu cemas meski Paul masih belum datang juga, gadis itu hanya tertawa-tawa saat melihat wajah-wajah para penonton yang menurutnya aneh dan lucu, tidak terlalu serius dalam mengikuti pertarungan. “Abbas! Abbas! Abbas! Lihat, deh! Kumis orang itu mirip seperti kucing, aneh sekali! Hihihihihi!” pekik Cherry dengan menarik-narik celana Abbas agar pasangannya juga memandangi subjek yang dilihatnya. Tapi Abbas tidak lagi mengikuti kemauan Cherry, meski tampangnya kelihatan tenang, tapi sebenarnya dia sedang sangat waspada, khawatir sesuatu yang mengejutkan muncul di hadapannya. Ketika Cherry dan Abbas sedang fokus pada urusannya masing-masing, Roswel berbicara dengan mikrofonnya pada mereka untuk menangkap sesuatu yang akan dilemparkannya. Langsung saja Roswel memberikan mikrofon-mikrofon mungil itu agar pembicaraan yang mereka katakan bisa terdengar jelas juga oleh para penonton. Saat mikrofon-mikrofon itu dilemparkan, Abbas dan Cherry segera menangkapnya dan langsung menempelkannya di pipi masing-masing. Barulah sejak saat itu, Cherry berulah dengan gila. “WAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH! Apakah sekarang suara Cherry terdengar oleh kalian semuaaa?” seru Cherry dengan suaranya yang melengking-lengking sangat girang, membuat para penonton jadi terkaget mendengar lengkingan itu dan beberapa dari mereka segera menutupi telinga mereka dengan dua tangannya. “Halo!? Halo!? Halo!? Selamat Siang Semuanya! Nama Cherry adalah Cherry Iristalia! Cherry merupakan salah satu pahlawan bimbingannya Paul dari Madelta! Hihihii! Cherry sekarang berdiri bersama pasangan Cherry yang bernama Abbas Jorell! Hihihihi! Senang bertemu dengan kalian semuaaaa! Salam kenal, yaaa! Hihihihihihi!” Sungguh suara Cherry yang nadanya sangat tinggi benar-benar membuat telinga para penonton jadi berdengung-dengung dan kesakitan, karena gadis itu terlalu menekan suaranya agar melengking, menimbulkan rasa sakit yang begitu perih di gendang telinga para penonton. Cherry juga kelihatannya sangat ceria sehingga dia tidak begitu mempedulikan rintihan-rintihan para penonton yang memintanya untuk berhenti berbicara. “Oh, ya! Cherry juga di sini akan bertarung melawan Paul Cozelario! Hihihih! Menyeramkan sekali, loh! Paul itu sangat menyeramkan! Cherry saja ketakutan di sini karena sebentar lagi akan berhadapan dengan Paul! Tapi beruntungnya Cherry tidak sendirian karena di sini Cherry ditemani oleh Abbas! Senang sekali rasanya punya pasangan kuat dan gagah seperti Abbas! Cherry jadi tidak khawatir lagi saat bertarung melawan Paul! Karena Cherry dan Abbas akan saling bekerja sama dalam mengalahkan Paul dan memenangkan pertandingan ini! Dan kalian harus tahu, ya! Pertarungan Cherry dan Abbas akan lebih seru dari pertarungan Lizzie dan Colin atau Isabella dan Jeddy! Hihihihih! Selamat menonton, ya!” Setelah mengucapkan perkataan riang yang begitu panjang itu, sebagian kecil dari para penonton ada yang pingsan mendadak dengan telinga yang berdarah-darah karena gendang telinganya yang terlalu lemah dalam menampung suara lengkingan-lengkingan dari Cherry. Gadis yang sangat gila, itulah kesan pertama dari seluruh penonton terhadap Cherry Iristalia. “Cherry,” panggil Abbas saat gadis itu sudah memberikan penjelasan pada para penonton, membuat gadis mungil itu menoleh dan tersenyum. “Aku sekarang akan mengaktifkan penglihatan robotku, jadi tolong tenang sebentar, ya.” “Waaaaah! Keren sekali!” Bukannya tenang, Cherry malah semakin berisik saat Abbas mengungkapkan hal tersebut. Kemudian, pandangan Cherry kembali dialihkan pada para penonton di sekitarnya. “Apa kalian juga mendengarnya? Pasti kalian mendengarnya juga, dong! Hihihi! Abbas akan mengaktifkan penglihatan robotnya, loh! Kalian tahu tidak, penglihatan robot itu apa? Penglihatan robot itu adalah kekuatan yang dapat melihat suatu hal dari jarak yang begitu jauh dan juga bisa menembus berbagai benda yang menghalangi penglihatan! Hebat sekali, kaaaaaaaan? Cherry saja ingin sekali punya kekuatan seperti itu! Hihihihihi! Bagaimana menurut kalian? Apakah penglihatan robot milik Abbas sangat hebat? Pasti hebat, kan!? Pastinya! Hihihihi!” Sementara Cherry semakin berisik di sampingnya, Abbas berusaha mengabaikannya dan tetap fokus dalam mengaktifkan dan menelusuri lokasi Paul berada dengan penglihatan robotnya, matanya semakin tajam dan tajam, menembus berbagai tembok di arena dan akhirnya dapat melihat sosok Sang Mentor yang kini sedang bersiap-siap mengenakan pakaiannya di suatu ruangan yang terdapat kolam airnya, dan di kolam tersebut ada Jeddy, Isabella, Lizzie, dan juga Colin yang sedang bersantai ria dengan kondisi bertelanjang. Sepertinya Paul tengah berpamitan pada murid-muridnya yang ada di sana, dan akhirnya Sang Mentor membuka pintu dan keluar dari ruangan itu dan sedang berjalan gagah menuju arena, cepat-cepat Abbas menonaktifkan penglihatan robotnya dan menyiapkan diri dalam bertarung melawan Paul Cozelario. “Cherry,” panggil Abbas pada gadis merah muda yang ada di sebelahnya. “Paul sebentar lagi akan kemari, mari kita segera membuat strategi untuk bisa mengalahkannya.” “Membuat strategi? Wah!” Dua kelopak mata Cherry terbuka sangat lebar, gadis itu terlihat tertarik dengan ajakan pasangannya untuk membuat rencana dalam menghadapi Sang Mentor. “Okay! Okay! Mari kita membuat strategi! Hihihii!” Barulah, Abbas dan Cherry saling berbisik pelan dan sedikit menjauhkan mikrofonnya dari mulut agar para penonton tidak mendengarnya. Setelah merundingkan sebuah strategi, yang kebanyakan hanya Abbas yang berbisik sedangkan Cherry cuma mengangguk-angguk saja, munculah sosok Paul di sudut arena yang berlawanan dengan mereka berdua, laki-laki sangar itu membawa aura yang sangat menakutkan, muka bengisnya seakan-akan bisa membunuh siapa pun yang melihatnya. Mentor yang sangat mengerikan, itulah penilaian dari penonton saat melihat Paul untuk yang ketiga kalinya. Semua luka-lukanya sudah sembuh, tubuhnya telah kembali normal meski sebelumnya babak belur melawan Jeddy dan Isabella, membuat Abbas dan juga Cherry sedikit kaget melihat penampilannya. Selain itu, Sang Mentor juga tidak lagi mengenakan baju biasa yang dipakainya, melainkan sebuah jubah hitam yang sama seperti yang dikenakan oleh Roswel dan para pelayan pendamping lainnya. Mungkinkah pakaian Paul sudah tidak layak dipakai sehingga dia tidak diperkenankan untuk memakainya lagi sehingga diberikan sebuah jubah khusus para pelayan pendamping? Tapi apa pun alasannya, Paul jadi tampak sedikit berwibawa, terlihat seperti Pelayan Pendamping yang super sakti. “Ada apa? Kalian berdua kelihatannya kaget begitu melihatku, hah?” tanya Paul sesampainya di hadapan Cherry dan Abbas, dengan mengenakan jubah hitam tersebut. “Kalian pasti terkesan dengan jubah yang kupakai, ya? Heh!” “Ya! Ya! Yaa!” Cherry meloncat-loncat kegirangan dengan gembira saat Paul bilang demikian. “Cherry dan Abbas terpukau melihat jubah yang Paul pakai! Soalnya itu sama seperti yang dipakai Roswel dan itu bagus sekaliiiiii! Cherry jadi ingin memakainya juga! Bolehkah Cherry menyentuhnya!?” “JANGAN KONYOL!” Mendadak Paul membentak Cherry dengan mata yang melotot sempurna, begitu muak melihat tingkah gadis mungil yang ada di hadapannya. “Ini bukan waktunya bercanda! Kau harusnya melihat apa peranku di sini! Sedikit saja kau lengah, aku akan menghabisimu!” seru Paul dengan menggelemetukkkan rahangnya sekeras mungkin. “Aku di sini bukan Paul yang kalian kenal, aku sekarang adalah lawan kalian! Dan aku sangat berbahaya! Camkan itu!” “Eh?” Cherry terbelalak melihatnya, tatapan matanya tampak kosong. Menoleh ke arah Cherry, Abbas juga terkaget melihat gadis itu jadi termenung dengan ekspresi yang hampa, sepertinya jiwanya jadi terguncang karena dibentak-bentak oleh Paul untuk melihat kenyataan di lapangan. “Cherry? Kau baik-baik saja?” Abbas menyentuh pundak Cherry untuk menyadarkannya dari ratapan kosong itu, tapi sayangnya tidak ada respon sama sekali. Akhirnya Abbas kembali menarik tangannya, dan kembali memandang ke depan, tepatnya ke muka Paul. Dan kelihatannya Paul juga menggeram kesal melihat Cherry yang jadi diam dan hening begitu dengan mata yang masih membelalak, membuat Sang Mentor jadi tidak bisa tenang melihat ekspresi aneh dari gadis tersebut. Para penonton juga jadi heboh menyaksikannya, mereka kaget melihat Cherry yang sebelumnya begitu riang gembira dan selalu meloncat-loncat dan melengking-lengking, mendadak sunyi dan sepi dengan pandangan yang begitu kosong. “Kalau kau masih tetap begitu, itu sama saja kau memberikanku kesempatan untuk menyerangmu, Cherry.” Mendengar itu, Abbas langsung mengangkat dan menggendong tubuh Cherry di pundaknya, dan memundurkan langkah cukup jauh dari Sang Mentor. Paul hanya menyeringai melihatnya. “Jangan menyerang Cherry dulu, Paul,” Abbas tampak tegang saat Paul bilang begitu, dia masih menggendong tubuh Cherry di bahunya karena khawatir pasangannya diserang oleh Sang Mentor. “Cherry sedang tidak dalam kondisi yang baik, kalau mau menyerang, serang saja aku, Paul.” Menurunkan badan Cherry untuk diberdirikan, Abbas pun mulai bersiap-siap untuk berhadapan dengan mentornya, menenangkan pikirannya, dia pun sudah sangat siap untuk saling bertarung melawan Paul. Sedangkan Paul hanya menghela napas melihat salah satu muridnya tampak begitu sigap dalam melindungi pasangannya. “Keputusanmu memang bagus, tapi kau terlalu terbawa suasana, Abbas,” ucap Paul dengan santai, dia juga jadi sedikit tertawa, bagian bawah dari jubah yang dikenakannya berkibar-kibar terkena angin. “Padahal tadi aku tidak serius mengatakannya, sebab aku tidak mau menghajar orang yang pikirannya sedang kosong begitu, itu terlalu memuakkan, asal kau tahu saja.” Mendengarnya, Abbas masih merasa curiga, karena setiap perkataan dari Paul terkesan seperti sedang berpura-pura dan dipenuhi tipu daya belaka. Instingnya mengatakan kalau Paul sebelumnya memang berniat akan menghabisi Cherry dengan pukulannya yang kejam dan itulah yang membuat ia secara refleks mengangkat dan membawa Cherry jauh-jauh dari hadapan Sang Mentor. “Kalau begitu, ayo kita mulai saja pertarungannya, Paul.” ucap Abbas dengan wajah yang tenang, terkesan tidak begitu menanggapi perkataan-perkataan yang Paul ucapkan, karena dia tidak mau berdebat panjang dengan seseorang, ia ingin menyelesaikan pertandingan ini secepat mungkin agar bisa cepat-cepat beristirahat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN