Mobil Porsche Macan berwarna merah berhenti di sebuah bar dengan nama Vitamix Bar terpampang di atas pintu masuknya. Davin melirik tempat yang dia datangi sesuai dengan permintaan Selena. Selama ini, Davin tidak pernah datang ke tempat bising semacam bar atau kafe. Kali ini, terpaksa dia harus masuk ke dalam tempat seramai itu untuk menjaga Selena.
"Kenapa reaksi kamu seperti tidak nyaman begitu?" tanya Selena yang diam-diam memperhatikan Davin.
"Siapa bilang, aku tidak merasa begitu." sahut Davin berusaha tetap tenang.
"Aku bisa membaca dari ekspresimu, Davin. Jangan bilang kamu nggak pernah datang ke tempat seperti ini?" ejek Selena.
Davin menghela napas cepat. Dia memang tidak pernah datang ke tempat seperti itu. Dalam kesehariannya dia selalu belajar dan belajar. Dia juga lebih banyak berdiam diri di dalam rumah karena tidak memiliki teman yang akrab. Davin trauma menjalin persahabatan yang pada akhirnya dia harus meninggalkan mereka saat pindah tempat tinggal. Beberapa tahun terakhir Davin dan keluarganya memang menetap, tetapi rasa trauma itu membatasi pergaulannya.
"Siapa bilang aku sering datang ke tempat seperti ini. Jangan asal menebak." tukas Davin. Dia sengaja berbohong karena gengsi pada Selena.
"Good! itu artinya kamu bisa ikut minum bareng kita."
"Mi-minum?" tanya Davin panik.
"Iya minum. Kamu bilang sering datang ke tempat seperti ini, kan? Itu artinya kamu juga sering minum, dong?" selidik Selena.
Sebenarnya gadis itu mengetahui kebenaran bahwa Davin tidak pernah pergi ke bar. Dia sengaja memberikan pernyataan-pernyataan itu karena ingin mengetahui sejauh apa Davin akan bertahan dengan kebohongannya.
"Oh iya. Tentu saja aku sering minum. Hanya saja malam ini aku tidak bisa ikut minum. Aku payah terhadap alkohol." Davin berharap alasan itu tepat dan menghilangkan kecurigaan Selena.
"Baiklah aku mengerti. Kalau begitu kamu hanya perlu mengawalku sesuai dengan permintaan ayah. Ingat, jangan berbuat sesuatu yang membuatku malu, terutama di hadapan pacarku." ancam Selena.
Ada sebuah goresan yang melukai hati Davin saat Selena mengatakan kalau dirinya memiliki seorang kekasih. Lelaki itu merasa terlambat datang ke dalam kehidupan Selena. Sesaat kemudian Davin kembali menyemangati dirinya. Dia yakin pertemuannya kembali dengan Selena bukan hanya sebuah kebetulan.
"Baik. Sesuai permintaanmu, Selena." kata Davin patuh.
Hanya dengan cara itu Davin bisa tetap berada di sisi Selena. Dia tidak akan menyiakan kesempatan yang telah datang padanya. Dia harus memastikan Selena jatuh di tangan yang tepat. Mungkin setelah Davin menemukan keyakinan itu, dia akan meninggalkan Selena dengan tenang.
"Kalau begitu, tunggu apalagi. Ayo kita masuk." Selena melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil terlebih dahulu. Meskipun awalnya ragu, Davin mengikuti apa yang dilakukan oleh Selena.
Layaknya pengawal, Davin berjalan di belakang Selena. Lelaki itu bisa melihat bagaimana Selena sudah dikenal dengan baik oleh beberapa orang yang terlihat penting di bar itu. Ya, Selena bukan bocah yang mudah dikendalikan seperti beberapa tahun lalu. Dia sudah dewasa dan bisa mengatur segala sesuatu yang disukainya sekarang.
"Dia pacar barumu?" Davin dapat mendengar dengan jelas pertanyaan dari wanita setengah baya yang dilihat dari penampilannya sangat nyentrik.
"Bukan, dia bodyguard-ku." sahut Selena dengan begitu santai.
"Bodyguard? Sejak kapan? Tante pikir kamu tidak suka dikekang, ternyata kamu mau juga dijaga seorang bodyguard. Apa karena wajahnya yang tampan?" cecar wanita itu seraya melirik ke arah Davin yang berdiri tidak jauh dari mereka.
Selena tertawa kecil. Ya, itu memang alasan dia. Selena tidak ingin memiliki sopir sekaligus boyguard lelaki berumur yang suka mengaturnya. Masa lalunya sudah cukup untuk membuat dia lebih berhati-hati dalam itu. Dia hanya mau memiliki sopir yang sesuai dengan keinginannya.
"Ya, itu salah satu alasannya aku mau dikawal. Lumayan kan, bisa buat teman kencan kalau pacar lagi sibuk." jawab Selena dengan setengah berbisik.
Wanita setengah baya itu tergelak saat mendengar jawaban Selena. Kalau dilihat dari fisiknya, tidak akan ada wanita yang menolak berada di sisi Davin. Pria seksi yang memikat perhatian. Bahkan tante Dea, nama wanita yang bersama Selena itu tampak sangat mengagumi Davin. Kalau saja lelaki itu bukan orang dari keluarga Selena, mungkin tante Dea tidak akan segan untuk sedikit menggodanya.
"Penglihatanmu memang bagus Selena. Dia sangat sempurna, pacarmu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dia. Maaf, bukannya tante mau jelek-jelekin pacar kamu, tapi itu fakta." Tante Dea kembali tergelak. Selena juga ikut tertawa karenanya.
"Tidak apa, Tante. Itu memang fakta, haha. Kalau begitu aku ke tempatku biasa. Sudah siap, kan, Tan?" Selena melirik tempat biasa dia dan teman-temannya berkumpul. Ruangan yang berada dipojok dengan pintu yang masih tertutup.
"Sudah, sesuai permintaan kamu. Oh ya, beberapa temanmu sudah sampai. Mereka sudah menunggu di dalam." Tante Dea mengingatkan Selena tentang beberapa temannya yang sudah datang.
"Terima kasih infonya, Tan. Aku tinggal dulu. Ayo Vin!" Selena melenggang ke arah ruangan yang sudah dipesan. Davin menurut, dia mengekori langkah Selena. Dari belakang, wanita itu juga berhasil membius Davin. lenggak-lenggok Selena saat melangkah terlihat indah di mata lelaki itu.
Saat pintu terbuka, Davin bisa melihat ruangan di dalamnya sedikit redup. Dua pasang teman Selena tampak sedang bercengkrama mesra. Mengingatkan Davin pada Vidia. Wanita yang berhasil menghancurkan hatinya untuk kesekian kali. Dia cukup lelah merasakan penghianatan, Davin menganggap itu adalah karma karena dia telah meninggalkan Selena di masa lalu dengan meninggalkan dia dengan jadian dengan orang lain untuk kesalahan yang bukan Selena pelakunya.
"Selena! akhirnya lo dateng juga! Cantik banget lo malam ini, Vino mana? Eh ini sopir lo yang baru? Ganteng banget!" Sera yang biasa ceplas-ceplos langsung memuji Davin dengan heboh seraya memperhatikan penampilan lelaki itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Satu-satu, Sera. Gue bingung mau jawab yang mana dulu. Vino tadi bilang lagi jalan kemari. Gue pikir malah udah nyampe. Soal dia," Selena menunjuk Davin, "Dia memang sopir gue sekaligus bodyguard. Memang ganteng, sih. Tapi inget, lo udah punya Galang. Sudah, ayo kita duduk sambil nunggu Vino." Selena menghempaskan pantatnya pelan ke sofa empuk yang tersedia di sana.
Davin mengikuti Selena, tetapi lelaki itu tetap berdiri, tidak jauh dari tempat Selena duduk. Gadis itu tertawa kecil dan menatap Davin sekilas. Dia lalu memijat kening yang sebenarnya tidak sakit. Selena merasa Davin terlalu kaku.
"Mau sampai kapan kamu berdiri di sana, jangan terlalu kaku. Ayo ikut duduk, aku nggak mau orang-orang tahu kalau kamu bodyguard-ku."Selena menggeser letak duduknya lalu menepuk-nepuk tempat kosong di sisinya, memberi kode pada Davin untuk duduk di sana.
"Baik." Davin menurut. Sebenarnya dia sudah mempelajari sikap itu di internet. Meskipun dia kepayahan karena belum terbiasa dengan profesi barunya yang cukup menyulitkan. Kesempatan untuk duduk ini adalah hal bagus baginya. Davin tidak bisa membayangkan kalau harus berdiri sampai acara selesai.
Berikutnya Sera, Galang, Radit dan Kesya memperkenalkan diri pada Davin. Dia cukup tidak menyangka akan mendapat tempat di antara mereka. Dengan statusnya sebagai sopir, Davin sempat berpikir kalau dia akan diabaikan begitu saja.
"Sebelum kerja sama selena, lo jadi sopir dimana, Vin?" Galang yang mulai meneguk kembali isi gelasnya berusaha mengenal Davin lebih baik.
"Sebelumnya aku kerja di minimarket." bohong Davin.
Galang manggut-manggut.
"Jadi ini pengalaman pertama lo jadi sopir, Bro?" tanya Galang lagi.
"Betul. Ini pertama kalinya aku jadi sopir."
"Beruntung banget, lo. Pertama jadi sopir udah dapet majikan cantik." ledek Radit.
"Mungkin ini keberuntunganku." Davin berusaha tersenyum tipis. Semua pekerjaan ada resikonya. Davin memang harus bisa berbaur dengan teman-teman Selena.
Mereka lanjut mengobrol dan bercanda satu sama lain. Hingga akhirnya ada satu pesan masuk dari Vino yang mengatakan kalau dirinya tidak bisa datang. Selena mendadak murung dan menghela napas.
"Kenapa?" Davin yang melihat raut wajah Selena langsung peka kalau gadis itu tengah kecewa.
"Vino nggak jadi dateng, Vin." keluh Selena dengan wajah sedih.
"Aku akan temani kamu. Kamu tidak sendirian, kok."Davin menatap Selena lekat-lekat.
"Serius? Tapi kamu bilang, kamu nggak akan minum." Selena mengingat kembali apa yang dikatakan oleh Davin beberapa saat yang lalu.
"Nggak apa, malam ini aku akan minum untukmu." Davin meyakinkan Selena.
"Baiklah, ayo kita minum." Selena kembali ceria. Davin menyunggingkan senyum, batinnya berbunga karena berhasil membuat Selena tersenyum lagi.
Selena, Davin, Galang, Sera, Radit dan Kesya menghabiskan sebagian besar malam mereka dengan minum dan berkaraoke ria. Davin yang tidak pernah minum sebelumnya ambruk dalam beberapa gelas saja. Selena yang sudah memperkirakan itu tersenyum melihat Davin yang sudah meletakkan kepalanya di atas meja dengan keadaan setengah tidak sadarkan diri.
Note:
Hallo para pembacaku tersayang. aku cuma mau kasih tahu kalian kalau karyaku My Hot Driver ini ekslusif hanya ada di Dreame/Innovel. Jika kalian menemukan karyaku ini di tempat lain, itu artinya kalian sedang membaca karya bajakan. Sebagai penulis asli dari n****+ ini tentu saja aku tidak pernah merelakan tindakan pembajakan tersebut begitu saja. Bagi kalian yang sedang membaca karya ini juga dilarang untuk menyebarluaskan dalam bentuk PDF/SS, karena tindakan kalian termasuk dalam kategori pembajakan dan bisa dikenakan pasal yang otomatis berurusan dengan kepolisian. Teruntuk kalian yang sudah baca My Hot Driver dari bab awal hingga tamat aku ucapkan banyak terima kasih. Salam sayang untuk kalian semua.