Cecilia Morganite

1163 Kata
“Benarkah? Jadi sekarang dia menikah pada Young Lord dari keluarga Almandine?” tanya seorang gadis cantik berambut cokelat. Gadis muda itu terlihat tidak senang mendengar berita itu. Tatapannya juga jadi rumit. Ezekiel mengangguk dengan ekspresi dingin dan mengerutkan alis. “Aku sudah berjanji untuk membalasnya atas semua yang dia lakukan padamu dengan mengasingkannya ke daerah pinggiran, tapi sekarang ia malah menjadi calon Duchess,” ucap Sang Putra Mahkota. Gadis berambut cokelat menggeleng lembut. “Ini bukan salah Zeke, kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Apalagi kita tahu betapa liciknya Harriet Goldlane,” ucap gadis itu, namun dengan ekspresi yang tidak nyaman. Ezekiel menghela napas lembut. “Benar, dia memang begitu licik,” ucap Ezekiel pelan. Pria itu menceritakan juga tentang apa yang Harriet usulkan di pertemuan hari ini. Ezekiel menceritakan tentang bagaimana ayahnya mendukung Harriet dan apa yang ia usulkan secara buta. Gadis muda berambut cokelat itu mengangguk. “Dia mau mencuri perhatian semua orang lagi, kan? Kenapa dia begitu terobsesi dengan kekuasaan?” ia menghela napas prihatin. Putra Mahkota memeluk gadis di hadapannya dan membawanya ke pangkuannya. Pria itu mengingat betapa kejamnya Harriet memperlakukan kekasihnya ini, Cecilia Morganite, seorang gadis bangsawan tidak berdaya di dunia sosial bangsawan ibukota. Elite circle ibukota memang kejam, namun dengan adanya Harriet, segalanya menjadi lebih rumit. Ezekiel tidak mengerti mengapa Harriet seolah menargetkan Cecilia, seorang gadis manis yang tidak bersalah dan mengucilkannya dari semua orang. Cecilia masih muda dan naif, tapi apa itu membuat Harriet boleh mengkritiknya habis-habisan di tengah pesta, di hadapan semua orang? Ezekiel masih mengingat kejadian itu setahun yang lalu. Setelah itu, Cecilia sampai berlari keluar dari pesta dengan wajah penuh air mata, dan ia tidak mau bicara dengannya selama hampir seminggu. Kaisar memang menginginkan Harriet menjadi Kaisarina, tapi apa itu memberinya hak untuk merundung Cecilia, gadis tidak bersalah yang tidak punya kekuatan sama sekali di dunia bangsawan? Ezekiel tidak pernah menyukai Harriet, tapi ia menghargai Cecilia. Cecilia adalah gadis pekerja keras, dan meskipun ia ceroboh, ia tulus. Ia tidak mengerti mengapa semua orang justru mendukung Harriet, wanita tidak berhati nurani itu daripada Cecilia, gadis yang penuh dengan empati. “Zeke, apa kita tidak bisa menggagalkan pernikahan Harriet Goldlane dengan pewaris Almandine itu? Tidak adakah yang bisa kita lakukan?” tanya gadis itu pelan. Putra Mahkota menggeleng pelan. “Tidak ada, mengingat bahkan ayahku tidak bisa mengganggu otonomi daerah para monster itu.” Di pelukan Ezekiel, Cecilia menundukkan kepalanya, mengerutkan alisnya dengan ekspresi dingin. “Jangan khawatir, Ceci. Aku akan berusaha memutuskan seluruh pengaruh wanita itu terhadap kekaisaran ini dan tidak akan membiarkan dia memperluas kekuasaannya,” ucap Ezekiel pada Cecilia sambil tersenyum menenangkan. Cecilia yang tadinya mengeluarkan ekspresi dingin langsung berubah seratus delapan puluh derajat saat mendongak menatap Ezekiel. Ia tersenyum dengan ceria dan pengertian. “Tentu saja, aku percaya pada Zeke, kau pasti bisa melawan wanita ular itu!” Ezekiel tertawa kecil, dan mereka berciuman mesra. . Lewat tengah malam, Harriet mulai merasa mengantuk. Namun susunan skema total kekuatan militer yang dimiliki Kekaisaran Euclase yang sedang ia kerjakan belum selesai. Ini adalah pertama kalinya Harriet mencoba memahami kemiliteran. Meskipun ia tahu akan lebih efektif jika ia meminta seseorang yang tahu banyak soal dunia ini untuk membantunya menyusunnya, tapi Harriet tetap mencoba sendiri apa yang ia bisa. Toh ia tahu dasarnya, berkat adiknya yang mempelajari kemiliteran sejak masih berusia muda. Setelah ini pun, Harriet tahu apa yang ia buat hanya akan menjadi gambaran kasar. Tapi ia merasa hal seperti ini tidak sia-sia. Ia memang lebih cocok menjadi seorang negosiator dan pembicara, namun ia seharusnya tahu apa yang sedang ia pertaruhkan dalam negosiasinya dengan lebih jelas. Suara ketukan pintu terdengar, dan Harriet menjawab, meminta siapapun yang mengunjunginya itu masuk. Sir Russel membuka pintu, melihat punggung Harriet yang membelakangi pintu, menghadap pada meja tulis kamar hotel. “Madam,” ucapnya, mendekat dan menaruh sebuah dokumen di meja. “Ini adalah estimasi kekuatan militer Duchy Almandine dan Amaryllis, beserta perbandingan kekuatan militer kami dengan kekuatan militer manusia biasa,” ucap pria itu. Harriet mengangguk dan tersenyum. “Terimakasih, Sir Russel. Pergi dan beristirahatlah.” Sir Russel membungkukkan badannya dan memberi hormat, pergi dari sana. Namun pria itu melihat jelas kelelahan di wajah Harriet. Sementara itu, Harriet melanjutkan pekerjaannya dengan tekun hingga pagi. Harriet dikejutkan oleh seorang pelayan hotel yang sedang akan membersihkan kamar itu, namun heran karena melihat ranjangnya belum digunakan sama sekali. Harriet hanya tertawa kecil dan meminta pelayan itu menyiapkan air mandi untuknya. Hari ini, Harriet berencana untuk berbelanja oleh-oleh yang akan ia bawa pulang ke Duchy. Ia tidak berencana berlama-lama di ibukota, karena ia harus pulang sebelum bulan purnama berikutnya. Apalagi, adiknya baru saja menikah, dan Harriet ingin membelikan banyak hal untuk adiknya dan adik ipar barunya. Mungkin untuk Old Duke juga, dan… Wanita itu mengeringkan rambutnya, dibantu oleh para pelayan hotel yang disewa langsung bersama kamar VIPnya. Ia berhias dan bersiap pergi ke kota. Sir Russel terkejut melihat Harriet sudah bangun pagi-pagi itu. “Kemana Madam akan pergi?” tanyanya setelah menyapanya dan memberi hormat. “Belanja. Mari, Sir Russel, aku akan menunjukkan ibukota padamu dan yang lain,” ucap Harriet. Sir Russel dan para Lycan yang lain tertawa kecil dan menuruti kemauan Harriet. Kembalinya Harriet ke ibukota, terutama karena ia mampir ke toko-toko ternama di sana, membuat para bangsawan gempar. Harriet adalah tokoh terkenal, dan banyak yang mengaguminya. Namun, hampir semuanya tidak berani mendekatinya karena reputasi Harriet yang terlalu tinggi untuk dicapai. Sampai tahun lalu, semua orang mengira Harriet akan menjadi Kaisarina. Tapi tiba-tiba Harriet mengambil penugasan ke daerah pinggiran bersama adiknya. Harriet sendiri tidak tahu kalau jejak hidupnya terus diperhatikan oleh warga ibukota hingga banyak orang mengetahui tentang pernikahannya dengan seorang Almandine. Tentu saja, Harriet tidak ingin dan tidak punya waktu memperhatikan hal-hal seperti itu. Ia mengunjungi setiap toko langganan lamanya untuk mengumpulkan hadiah untuk dikirim pulang ke utara, sampai ia melihat sebuah desain setelan pria baru di sebuah butik wanita. Melihat Harriet sudah lebih dari lima menit memandangi setelan pria di sebuah manekin itu, Sir Russel menjadi bingung. Setelan itu berwarna putih dengan bordiran benang emas, hampir seperti setelan biasa. Namun, ada sebuah aksen dasi panjang di bagian leher, bukan scarf seperti high fashion ibukota pada saat ini. Harriet akhirnya bicara pada pemilik butik. “Aku melihat model dasi seperti ini populer lima belas tahun yang lalu. Apakah trendnya sudah kembali?” Pemilik butik melihat Harriet dengan kagum dan dengan wajah berbinar-binar. “Madam! Sudah kuduga Madam pasti bisa melihat keindahan dari model kerah dasi ini!” Harriet tersenyum dan mengangguk. Ia tahu bahwa trend fashion hanya berputar dan kembali ke trend lama lagi, dengan sentuhan modern. Jadi ia yakin trend ini akan menjadi sukses. “Kenapa? Ini bagus sekali, jadi lanjutkan proyeknya. Apa kau butuh uang? Aku bisa berinvestasi untuk potensi trend baru semacam ini. Aku senang kalian merambah ke fashion pria.” Pemilik butik yang mendengar pun menjadi sedih. “Ini semua karena wanita itu…” Mendengar kata-kata pemilik butik, Harriet mengangkat alisnya. “Ini semua karena wanita itu, Cecilia Morganite!” . . .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN